Hear U'r God

Hear U'r God
Sebuah potret atas ilham-ilham yang akan Allah berikan pada kita untuk kekuatan kita menempuh hidup di dunia ini. Dengarkan baik-baik setiap dengungan nadanya, intonasinya, dan warnanya yang membentuk suatu kesatuan petunjuk kebenarannya..

Selasa, 12 Juli 2011

Cerpen: TUHAN TELAH DATANG

TUHAN TELAH DATANG

Seminggu sudah sejak pemakaman Imron.
Amir sering mengetahui kakaknya pergi sendiri mengendarai motornya. Tentu tanpa arah kemana. Amir selalu bertanya-tanya dan mencoba mereka-reka penyebab mengapa kakaknya hanya berkutat pada motornya sendiri dan kebisuan menjadi kebiasaannya. Tidurpun selalu seolah dipaksakan olehnya, sedangkan Amir hanya menonton kebiasaan kakaknya ini. Pertanyaan yang sama selalu didengar oleh Imron.
“Siapa yang kau pikirkan? Atau aku harus mengganti pertanyaanku dengan mengapa engkau jadi pendiam seperti ini?” Tanya Amir.
“Dan kau masih pendiam seperti itu? Tidak capekkah kau diam seperti ini?” Lanjut Amir.
“Banyak orang tidak mengertiku. Engkau salah satunya. Aku diam bukan berarti ku menunggu sebongkah emas, tetapi aku harus memutar otak mencari jawaban atas pertanyaan kalian kemanakan dua teman akrabku.” Jawab Imron.
“Tuhan masih ku-sebut padamu untuk kesekian kalinya dengan kata Ar-Rahman.” Balas Amir.
Imron hanya terdiam. Dia lebih memilih untuk menutup pintu kamarnya dan memandang kosong ke arah tembok. Tanpa memperdulikan sekitarnya, serangga yang menggigitnya atau jendela yang masih terbuka dan membiarkan angin masuk menghempas gorden tipis kamarnya. Pikirannya tak henti-hentinya berputar kemana pergi teman-temannya. Dia hanya mengetahui terakhir bahwa teman-temannya tersenyum sambil menggoyangkan telapak tangan mereka seolah membiarkan dirinya diseret oleh Amir dan beberapa orang.
Masih terbayang dipikiran Imron ketika dia dan dua temannya bercandatawa sebelum dirinya diseret paksa oleh adik dan beberapa teman adiknya. Mereka bertiga menertawakan tentang rencana Tuhan yang akan didatangkan oleh salahsatu temannya.
“Sebaiknya kau persiapkan dengan matang Gufron rencanaku ini.” Kata Fath.
“Hahahaha... Adakalanya kau mencari karpet merah yang sangat bersih untuk kedatangannya Fath.” Timpal Gufron sambil tertawa.
“Tidak usah kau menertawakan hal ini. Kalian akan kaget melihat dia akan datang di depan kita dan berbicara mengenai buat apa kehidupan yang dia ciptakan ini.” Balas Fath.
Gufron membalasnya jika dia tidak bermaksud meragukan niatnya untuk mendatangkan Tuhan karena Gufron sendiri ingin bertanya mengenai rahasia membuat dunia serta menetukan dosa atau tidaknya sesuatu. Imron kemudian mencoba meyakinkan Fath mengenai hal itu. Terus menyampaikan jika adiknya pernah berkata jika ingin bertemu dengannya kita harus mencapai pada tahap penyucian diri hingga meninggalkan dunia fana ini.
Mereka bertiga menggunjingkan Tuhan seolah seorang makhluk biasa yang bisa diajak bertemu kapanpun dengan siapapun tanpa memerdulikan tingkat keimanan yang dimiliki oleh manusia yang akan menemuiNya.
Ternyata Amir secara diam-diam mendengarkan kakaknya berbicara aneh tentang itu dari balik pintu. Amir merasakan ada keganjilan dengan kakaknya yang berbicara mengenai Tuhan dan mencoba mereka-reka dengan siapa dia berbicara seperti itu. Tidak sepantasnya dia menggunjingkan Tuhan dengan tertawa-tawa seperti itu. Hingga Amir merasa harus bertemu dengan saudaranya dan bertanya tentang hal itu. Dia mulai mengetuk pintu kamar Imron dan memecah pembicaraan antara mereka bertiga. Imron pun keluar dan mencoba menanyakan perihal mengapa pintu kamarnya diketuk kepada Amir.
“Ada apa Mir? Kau coba hancurkan pintu kamarku ini?” Tanya Imron.
“Kau berbicara tentang apa? Dan siapa yang menelponmu untuk membicarakan masalah itu?” Tanya kembali Amir.
“Buat apa kau menyakan hal itu? Apa yang kubicarakan kau ingin menyebutnya dengan sebutan dosa?” balas Imron.
“Tidak. Bukan aku yang menyebutnya dosa, tapi Dia yang kau pergunjingkan yang akan menyebutmu sebgai pendosa.” Balas Amir.
Setelah berbicara itu, Amir pergi meninggalkannya dengan lambat agar mengetahui apa yang akan dibicarakan selanjutnya oleh kakaknya. Ternyata apa yang diharapakannya terjadi. Imron berkata-kata dan menertawakan adiknya karena menanyakan hal itu. Berbalik arahlah Amir kembali menguping dan mengintip kamar kakaknya. Dia menyaksikan Imron berbicara sendir tanpa memegang telepon selular dan menghadap dua kursi kosong yang ada di depan tempatnya duduk. Serontak istighfar yang keluar dari mulut Amir melihat fenomena seperti itu. Dia hanya terpana tak berdaya tubuhnya melihat kakakanya tertawa dengan kursi-kursi kosong di depannya. Dengan pelannya dia menutup pintu kamar kakaknya dan kembali dengan langkah perlahan menjauhi kamar itu.
Esoknya dia mencoba mengajak berbicara kakaknya dengan hati-hati agar tidak menggugah amarah sang kakak. Disiapkan secangkir teh hangat untuk kakaknya sebagai penghangat suasana pada pagi hari. Imron datang dengan wajah yang sumringah dan berjalan ke arah luar rumah untuk menhangatkan pada pagi hari dengan mentarinya. Amir memanggil Imron untuk meminum teh yang telah dibuatnya. Namun apa yang didengarnya dari Imron berupa pertanyaan yang membuat Amir untuk bertanya-tanya.
“Lho, kok hanya dua cangkir saja Mir? Lalu dua cangkir lainnya mana?” Tanya Imron.
“Dua cangkir lainnya buat siapa lagi mas? Kita dirumah ini hanya berdua saja, tidak lebih dan tidak kurang.” Jawab Amir.
“Ya jelas buat dua temanku, kan aku bilang dua cangkir berarti ada dua orang lagi. Apa kau keberatan dengan kehadiran dua temanku itu.” Balas Imron.
“Mereka tengah bersolek diri di kamar karena kita bertiga pagi-pagi ini ingin mencari udara segar di depan jalan.” Tambah Imron.
Rasa kaget Amir yang membuat dirinya untuk pergi berlari menjauhi kakaknya keluar rumah. Sang kakak hanya melihat keanehan yang tampak pada adiknya. Amir berlari kencang terus hingga sampai pada rumah Nyai Khalifa.
Sesampainya disana dia meminta pertolongan kepada Nyai Khalifa untuk menyembuhkan kakaknya yang sudah tidak sadar akan dunia ini. Amir menceritakan segala apa yang diketahuinya tentang perilaku Imron mulai dari kemarin malam hingga tadi pagi. Keanehan yang tampak saat Imron tertawa sendiri sesambil menggunjingkan Tuhan tak luput dari penceritaan Amir. Nyai Khalifa lalu memanggil dua orang temannya untuk membantunya.
******
Malam harinya, Amir ditemani Nyai Khalifa dan dua orang rekannya datang kembali untuk menyembuhkan Imron. Mereka berjalan perlahan-lahan memasuki rumah Amir karena Amir tahu kakaknya tengah berada di dalam kamar. Rumah tampak tidak tertata rapi. Terlihat di meja makan terdapat tiga piring yang berserakan. Salah satunya merupakan piring bekas Imron makan, sedangkan dua piring lainnya masih berisikan makanan penuh seperti tidak ada yang menyentuhnya untuk dimakan. Begitu juga terdapat tiga gelas dengan pola yang sama. Satu gelas habis dan dua lainnya masih berisikan air.
Mereka telah berada di balik pintu kamar Imron dan mendengarkan Imron berbicara sendiri. Padahal menurut Imron, dia tengah berdiskusi dengan teman-temannya tentang kedatangan Tuhan untuk dirinya.
“Apa adikku takut akan kedatangan Tuhan makanya dia tadi berlari?” tanya Imron.
“Mungkin ini hanya akumulasi emosinya saat dia menemukan kita tengah berbincang tentang kedatangan Tuhan.” Jawab Fath.
“Dia mungkin tidak pernah punya rencana besar seperti kita ini. Padahal yang kuketahui kalau adikmu sangat mengagungkan Tuhannya.” Lanjut Gufron.
“Sudahlah. Mungkin dia akan kembali sebentar lagi untuk makan malam. Saat dia makan malam nanti dia akan kuberitahu dan kuajak untuk bergabung dengan kita.” Lanjut Imron.
Lalu Amir sendiri masuk kamar Imron tanpa Nyai Khalifa dan teman-temannya. Imron kaget akan hal itu dan mencoba menenangkan dirinya dan berharap adiknya dapat bergabung dengan dia dan teman-temannya. Sebelumnya dia dikenalkan dahulu oleh Imron kepada teman-temannya. Amir hanya terdiam melihat kakaknya menunjukan dua kursi kosong tanpa ada yang duduk. Amir dengan cepatnya memeluk kakaknya dengan meneteskan air mata.
“Amir. Jangan kau menangis. Kenalkan teman-temanku yang sangat brilian ini. Mereka akan mendatangkan Tuhan yang kau sebut-sebut saat kau sehabis sholat. Betapa baiknya kita bertiga bukan.” Imron berucap.
Amir tetap menangis dalam pelukan kakaknya. Dia tidak menghiraukan omongan kakaknya yang telah melantur. Dia melihat sekeliling kamar kakaknya yang sangat berserakan dengan debu dan ketidakberaturan benda-benda milik kakaknya.
“Andai orangtua kita masih ada kak.” Ucap Amir.
“Oh. Kau sedang merindukan mereka. Mereka tengah bahagia Mir. Sekarang sambutlah teman-temanku ini. Mereka akan menemukan kau dengan Tuhan, bahkan mereka akan menemukanmu dengan orangtua kita lgi Mir.” Balas Imron.
“Kakak berbicara apa?” bentak Amir pada kakaknya.
“Kau sudah gila dan tidak waras!” tambah Amir.
“Teman-temanmu tidak ada! Mereka hanya khayalanmu! Sadarkah kau tengah gila? Tungkas Amir.
Serentak Imron mendorong tubuh Amir hingga terjatuh. Saat itu juga Nyai Khalifa serta teman-temannya datang untuk langsung menyergap Imron. Imron yang masih berontak seolah jatuh pingsan ketika Amir memukul leher belakangnya. Hal itu yang membuat Imron pingsan. Badan yang sempoyongan Imron diangkat oleh Amir dan dua teman Nyai Khalifa. Saat pingsan Imron sempat membuka matanya untuk meminta bantuan kepada dua temannya. Namun Fath dan Guffron hanya tersenyum kecut dan melambaikan tangan mereka seolah tanda berpisah.
Beberapa saat kemudian ketika Imron telah terbangun. Keadaan Imron masih lemah. Dia ditempatkan pada kamar Amir dalam keadaan tanpa cahaya serta jendela yang masih tertutup rapat. Dia merasakan nafasnya terengah-engah karena pengapnya ruangan di tempat itu. Dia melihat ke semua arah dan hanya menemukan gelap sebagai ujung penglihatannya. Namun dia sadar dimana dia berada. Dia lalu sempoyongan terbangun dan segera membuka pintu kamar itu. Akhirnya dia menemukan pagi dengan sinar matahari sebagai jawaban kegelapan yang ia temui tadi.
Imron melihat ke arah pintu luar depan rumahnya. Dengan mata masih agak mengantuk dan dahi mengkerut dia mendapatkan Amir di luar rumahnya yang sedang menatap balik ke arahnya. Imron lalu berlalu ke arah kamarnya dengan menyimpan dendam kepada adiknya atas yang dia lakukan tadi malam. Amir lalu mengikutinya langkahnya ke arah kamar Imron. Sesampainya disana ia hanya melihat sebuah kamar yang tidak berubah, namun hanya dia tidak melihat dua orang temannya lagi. Amir berdiri di ujung pintu dan mencoba menerangkan dengan kamarnya.
“Selamat terlahir kembali.” Ucap Amir.
“Bagaimana kau bisa meyakinkanku dengan ucapan terlahir kembali itu?” tanya Imron.
“Lihatlah kamarmu telah bersih tanpa debu sedikitpun dan..”
“dan telah bersih juga teman-temanku.” Imron memotong ucapan Amir.
“Kak. Sebelum itu kamarmu sangat kotor dan penuh debu, barang-barangmu berserakan dan memang tidak ada dua temanmu itu. Sehatkah kau sekarang.” Balas Amir.
“Intinya. Dua temanku kau kemanakan? Intinya apa masalahmu kepada kami?? Intinya kau telah membuatku mati! Intinya kau bukan dan bukan sama sekali saudaraku!!! Bentak Imron.
Dengan menangis Imron lalu duduk lemas dan tak bisa berbicara sedikitpun terhadap adiknya. Dia lalu meminta Amir untuk pergi dari kamarnya serta menutup pintunya. Pikirannya melintas kemana-mana mencari apa yang salah dan siapa yang salah. Dia mencoba keras pikirannnya untuk terbuka dan mencari penyebab ini semua. Teman-temannya hilang. Muncul beberapa opsi. Siapa yang membunuh mereka. Apakah Amir yang membunuh mereka. Apakah mereka sejatinya jahat karena tidak menolongnya pada peristiwa tadi malam. Atau apa mereka benar hanya khayalan saja. Lantas apa yang terjadi pada dirinya. Hingga emosinya memuncak dan berteriak keras lalu pingsan.
Ketika pagi datang, Imron telah bangun dan meminta Amir untuk menyiapkan sepeda motornya. Amir bertanya kemanakah ia akan pergi dan menawari untuk ditemani agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan padanya. Namun Imron menolak hal itu dengan suara lirih.
“Mengapa kau menolak ku temani kak?” tanya Amir.
“Aku cuma ingin mencari ketenangan batiniahku yang terletak pada mata-mata temanku.” Jawab Imron.
“Sholatlah kak. Biarkan Allah datang dengan keagungannya yang akan menenangkanmu.” Balas Amir.
Imron menghela nafas dan beralih ke depan rumah untuk segera pergi dan tidak tahu tanpa arah kemana ia akan pergi. Amir berulang kali untuk mengatakan ‘tetaplah di rumah dan tegakkan sholat’, namun Imron tetap melajukan motornya. Amir hanya mampu meneteskan air mata serta berdoa agar kakaknya kembali ke rumah dengan keadaan selamat.
Tentu Amir juga mendoakan agar kakaknya tidak kembali mempunyai teman khayalan. Amir berharap agar Imron tetap pada lindungan Allah dan berkiblat pada Islam sebagai agamanya. Berharap tidak menemukan kembali teman-teman khayalan kakaknya dimanapun. Entah di tempat yang haram maupun di tempat yang suci sekalipun.
Imron pulang pada petang hari. Dia datang dengan wajah cemberut dan tidak membawa apa-apa. Dia langsung masuk kamarnya sendiri tanpa menengok Amir yang berada di depan kamarnya. Amir mencoba mendekatkan dirinya ke kamar Imron yang telah tertutup rapat.
“Kak Imron. Kau dari mana saja? Apa yang telah kau dapat sampai petang seperti ini?” tanya Amir pada kakaknya.
“Kesepian batiniah. Teman-temanku hilang dan Tuhan tidak jadi datang!” bentak Imron.
“Tuhan selalu datang kepada umat yang memohonnya dengan tulus.” Balas Amir.
“Persetan denganmu. Aku tidak percaya dengan Tuhanmu itu.” Balas Imron.
Amir hanya menangis dan memohon kepada Allah agar mengampuni kakaknya.
Kejadian itu terulang lagi pada esok harinya terus berlanjut hingga enam hari kemudian.  Imron pergi melaju sepeda motornya dan datang kembali ke rumah pada petang hari, datang tidak makan, tidak menyentuh air untuk mandi dan tidak mengenal sholat lima waktu yang seharusnya dia lakukan untuk memperoleh ketenangan batiniah. Sementara Amir telah habis dayanya untuk mencegah kakaknya dan tidak menangisi lagi kakaknya, namun hanya merenung sendiri di kamar sesambil mendo’akan kakaknya.
Pada hari ke enam kebiasaannya, Imron datang tidak pada petang hari. Namun datang pada jam satu dinihari dengan ketakutan luar biasa di rumahnya. Dia langsung masuk kamar dengan ekspresi ketakutan seolah habis melihat pembunuh. Sejenak dia masuk, dia keluar kamarnya dan menuju ke dapur untuk mengambil sebilah pisau dan berlari keluar rumah. Amir yang melihat perilaku kakaknya hanya kebingungan dan tidak percaya akan ketidakwarasan macam apa lagi yang kakaknya terima saat ini. Amir mengikutinya dan bertanya.
“Ada apa kak? Jangan kau berketakutan seperti itu.” Tanya Amir.
“Saat aku berkendara pulang, ku melihat sekilas cahaya mengikutiku sampai depan rumah kita. Maka dari itu aku keluar untuk membunuhnya,” jawab Imron dengan nada ketakutan.
Amir hanya menggelengkan kepala. Dahi Amir mengkerut mencoba mengerti apa yang telah Imron terima dari Sang Kuasa. Ketidakwarasan macam apa lagi yang Imron terima. Dzikir langsung diucapkan kepadaNya Sang Khalik. Bibirnya tidak berhenti berucap Istighfar dan lafal LIIA. Sesambil mengikuti kakaknya yang terus mencari dan mengikuti gerak cahaya yang berhenti pada halaman belakang rumahnya.
Amir menghentikan langkahnya mengikuti Imron. Amir hanya diam dan memerhatikan sekitar tempat ia berdiri. Amir merasakan ada angin yang kencang menghempas tubuhnya dan tubuh kakaknya hingga terjatuh. Keduanya kalang kabut menahan angin yang cukup merobohkan keduanya. Mata Amir tak dapat melihat apapun karena debu memasuki matanya. Sementara Imron mampu berdiri dan melihat cahaya tersebut, kemudian menghampiri cahaya tersebut. Dia meninggalkan Amir yang masih kewalahan menahan angin dan debu.
“Siapakah kau sebenarnya?” tanya Imron.
“Jawablah! Munculkan dirimu sebenarnya. Aku tidak takut terhadapmu! Apkah kau yang membunuh kedua temanku tersebut? Jika iya, kembalikan mereka! Kau. Iblis. Tuhan akan marah melihatmu! Kau akan dibinasakan!! Imron mengucapkan segalanya untuk mengetahui siapa dia.
 “Jawablah! Munculkan dirimu sebenarnya. Aku tidak takut terhadapmu! Apkah kau yang membunuh kedua temanku tersebut? Jika iya, kembalikan mereka! Kau. Iblis. Tuhan akan marah melihatmu! Kau akan dibinasa...” Imron mengulanginya namun tidak sampai selesai.
Cahaya tersebut menyambar dada Imron dan langsung menghilang.
Amir yang telah pulih langsung berlari ke arah kakaknya. Amir mendapati kakaknya yang terbujur kaku dengan dada terbuka dan tertuliskan dalam huruf Arab nama Allah. Amir menangis meratapi apa yang baru ia lihat. Ia masih mencoba membangunkan Imron yang telah tiada dengan mata mengeluarkan air mata hitam.
“Allah telah datang kak.” Amir berucap.
“Lihatlah kebesaranNya. Tenanglah kau jika melihatNya esok. Do’aku selalu kutujukan padamu kak.” Sesambil menangis Amir berucap.

*******

Sastra Sufi: Analisis Alegori cerpen ‘Racun Bermadu’

Racun Bermadu merupakan karya sastra sufi yang menceritakan tentang kepergian seorang kepala desa meninggalkan desanya karena suatu masalah. Faris Rahal nama kepala desa itu. Dia seorang pemimpin di desa Tula, daerah di Lebanon Utara. Dia pergi karena ingin mencari ketenangan batiniah atas masalah yang dihadapinya di desa itu. Dia pergi karena tidak ingin menjadi tembok penghalang atas cinta istrinya (Susan) dan sahabat karibnya (Nabil Malik). Dalam perginya dia meninggalkan surat untuk Nabil yang berisikan bahwa dia pergi karena ingin melihat istrinya bahagia dengan Nabil. Setelah membaca surat itu, dia bunuh diri karena merasa bersalah atas perginya Faris.
Cerita ini mengandung alegori yang ditujukan pada kecintaan seseorang pada Tuhan. Meskipun seseorang itu mengalami suatu kerugian, tetapi dia tetap mencintai Tuhan dan ingin tampil sempurna di hadapanNya. Sehingga dia memilih untuk tidak melawan takdir Tuhan karena merasa hanya Tuhan yang ada di hati spritualnya meskipun dia mangalami suatu kerugian. Alegorinya terletak pada bagaimana dia mengorbankan perasaan cintanya pada istrinya dengan pergi meninggalkan istrinya. Hal ini dilakukan karena dia tidak ingin menjadi penghalang atas takdir Tuhan berupa cinta sejati istrinya dengan sahabat karibnya. Takdir yang seharusnya menikahkan istrinya dengan Nabil, tetapi dia merasa menentang takdir Tuhan itu. Dia tahu bagaimana istrinya berdoa sesambil menangis di gereja.
Dari segi judul cerpen yaitu Racun Bermadu, kita dapat memahami bahwa racun adalah sesuatu yang membahayakan atau bahkan dapat mematikan, sedangkan bermadu bermakna menghasilkan sesuatu yang indah atau bahagia. Jadi Racun Bermadu dapat diartikan melakukan sesuatu yang membahayakan namun dapat menghasilkan sesuatu indah atau membahagiakan.  Hal ini tercermin pada perilaku Faris yang rela meminum racun berupa pengorbanan cinta atas istrinya namun juga akan menerima madu yang manis berupa Keridhoan Tuhan atas hidupnya.

Cerpen: Mendengar Lagu Jalan Terbaik

Mendengar Lagu Jalan Terbaik

ku yakin kita akan bahagia
tanpa harus selalu bersama
tak perlu disesali
tak usah ditangisi
           (Jalan Terbaik dari Seventeen)
Pukul 05.00. Waktu masih terlalu pagi atau bahkan dini buat Bima untuk membuka matanya. Tentu dia masih akan menutup matanya dalam waktu dua sampai tiga jam yang akan datang. Jendela dengan selambu kamar kosnya dibiarkan tertutup sampai dia benar-benar menguasai sepasang matanya untuk melihat jendela dunia. Bahkan suara-suara tape musik yang mengumandangkan adzan dan dilanjutkan dengan lagu-lagu senam olahraga orang lansia milik rumah tetangganya tidak dapat menembus mata dan telinganya.
Itulah Bima seperti biasanya ketika tertidur setelah menghabiskan malam dengan teman-temannya.
Tetapi tidak dengan hari ini, dia terbangun tepat pukul 05.00. Bima sendiri merasa bingung dengan bangunnya dan hilangnya rasa kantuk secara tiba-tiba dan tidak biasanya. Padahal dia sangat ingin tertidur lebih lama dari biasanya, lebih dari empat jam biasanya. Dia menyesal tidak membeli minuman tadi malam untuk menghiasi tidurnya. Namun dia berfikir kalau minuman bukanlah garansi yang tepat untuk menghilangkan rasa kecewanya terhadap Ajeng. Dia terlibat pertengkaran pemikiran dengan Ajeng atas masalah yang mereka hadapi. Adu gengsi dan keegoisan keduanya membuat mereka tidak menemukan jalan tengah mereka yang terbaik. Sulit bagi mereka dalam mempertahankan argumen, merasa benar dalam berpijak di pemikiran masing-masing.
Bima menatap sayu sudut atas ruangannya yang terpenuhi oleh sawang laba-laba, hingga matanya beralih pada mesin pendingin kamarnya yang menghembuskan udara dingin. Dia lalu mematikan mesin tersebut dengan remote-nya.  Dia masih menatap kosong ke arah langit-langit kamarnya, seolah dia tidak memperdulikan keadaan sekitarnya. Lalu dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, menggosokkan kedua jari telunjuknya untuk mengelap sudut matanya yang tiba-tiba berair karena penyesalan yang terjadi. Matanya telanjang menatap bebas langit-langit kamarnya ke kanan-kiri tak beraturan. Otaknya berputar mencari cara untuk menghiasi hari-hari ke depannya. Tidak perlu hari-hari berikutnya, tetapi apa yang perlu ia lakukan untuk detik-detik selanjutnya. Dia menatap ke arah meja di samping ranjangnya, dia mengambil pemutar musik digitalnya, tentu hal itu merupakan pilihannya mengambil keputusan agar menghilangkan kesedihannya di bangun tidur anehnya ini.
Bima memilih secara acak lagu yang akan diputarnya, dan lagu dari Seventeen yang berjudul Jalan Yang Terbaik yang terpilih. Tentu dalam keadaan masih terbaring seperti seorang penyakitan dia melamun. Bahkan pecundang kelas kakap-pun lebih baik dari keadaan Bima sekarang. Bima memutar lagu itu dengan volume cukup rendah agar dia mengalami setidaknya catharsis dan melupakan kejadian malam tadi. Karena memang itu yang sangat dibutuhkan oleh Bima saat ini, apalagi keadaan kamarnya masih seperti saat dia bangun tidur tadi.
Bima mencoba pasrah dengan lagu yang akan ia dengarkan tersebut, lagu itu dibuka oleh intro sebuah petikan gitar pelan dan dilanjutkan dengan masuknya beberapa alat musik lainnya seperti drum, bass, dan rythem. Dia tentu masih melamun bebas dengan keadaan yang menguntungkan jika makhlus halus akan merasukinya saat mendengarkan itu. Alunan musik slow yang agak keras sedikit membuat dia terkontrol oleh petikan gitar yang terasa menuju alur kepada kesedihan.
Kekosongannya terisikan oleh suara penyanyinya yang berucap “Semua telah berakhir; tak mungkin bisa dipertahankan; hanya luka jika kita bersama; karna jalan ini memang berbeda.” Penggalan bait tersebut membawa Bima ke dalam kejadian yang terjadi pada tadi malam dengan Ajeng. Lirik yang diucapkan oleh penyanyinya seolah mencerminkan kesedihan yang melanda Bima. Dia meresapi benar-benar bait lagu itu, seolah di depannya hadir bayangan semu visual berupa pertengkaran antara dirinya dengan Ajeng. Dia dan Ajeng telah berakhir tadi malam dalam kesedihan. Hubungan mereka habis dalam suatu keadaan yang tidak memungkinkan mereka untuk bersatu. Sangat sulit bagi mereka untuk mempertahankan hubungan mereka.
“Kamu tentu bisa berfikir Jeng, maksudku pikirkan kita jangan dirimu saja.” Pinta Bima.
“Adakalanya kita berfikir demi kebaikan kita berdua ke depan.” tambah Bima.
“Semuanya telah kupikirkan secara baik-baik Bim. Kamu, kamu, dan kamu. Ini semua merupakan yang terbaik buat kita berdua” Balas Ajeng.
“Apa aku bersalah jika aku memilih jalan yang terbaik demi kebaikan kita.” Tambah Ajeng.
“Apakah keberakhiran merupakan sesuatu yang baik buat kita berdua? Jawablah Jeng! Iya ini kebaikan buat kamu dan kehancuran buat aku.” Balas Bima.
Mereka terlibat adu mulut dengan argumen-argumen yang menurut mereka benar seratus persen. Keheningan malam tidak membuat mereka menghentikan ataupun menurunkan tensi pembicaraan mereka. Sepasang kekasih yang tengah bertengkar untuk berpisah. Seperti lirik lagu tersebut, hubungan mereka memang sulit dipertahankan. Tidak ada lagi cinta, yang ada hanya nafsu dan egoisme memuncak. Bima memang menyayangkan pertengkaran yang berujung perpisahan ini, dia sangat berekspetasi menjadikan Ajeng untuk dinikahinya kelak nanti. Namun bagai telur yang diujung tanduk, hubungan mereka rentan akan pertengkaran. Bima meskipun mencintai Ajeng, namun dia masih terpengaruh oleh kemenangan egoisme yang menguasainya. Sehingga dia tidak mau mengalah sedikitpun.
Pertengkaran ini sering terjadi. Seolah hal ini merupakan klimaks dari pertengkaran-pertengkaran yang sudah ada sebelumnya. Seperti lirik lagu tersebut, hanya luka batin yang akan timbul jika tetap menjalin hubungan ini. Perbedaan mereka tidak bersifat dinamis, malahan bersifat statis di tempat. Ajeng yang masih memegang teguh kepatuhan kepada keluarganya tentu tidak ingin dinilai buruk oleh keluarganya hanya karena tidak mau menikah dengan orang pilihan orangtuanya, meskipun dia sangat mencintai Bima. Bima sendiripun bisa dikatakan cinta mati kepada Ajeng dan ingin menjadikan Ajeng sebagai yang terakhir dalam hidupnya. Tentu Bima merasa terpukul dan tersakiti apalagi dengan nafsu amarahnya yang sering memuncak karena Ajeng seolah tidak ingin niatan baik ke depannya bersama Bima.
“Bim, aku dilahirkan oleh siapa??” bentak Ajeng kepada Bima.
“Aku mencintaimu, jangan kau ragukan. Tetapi aku tidak kau lahirkan. Orangtuaku yang melahirkanku, membiayai hidupku sampai saat ini, dan mencintaiku selalu.”
“Apa tidak sangat merasa terhukum aku jika mengacuhkan permintaan mereka?”
“Kuharap kau berfikir dengan hati yang lapang dan memikirkan semuanya dengan baik-baik. Tuhan punya rahasia lain tentang kita.” Tambah Ajeng.
“Tuhan punya rahasia apa??” balas Bima.
“Inilah ketidakadilan yang tidak bisa kuterima dengan sepenuhnya Jeng.”
“Andai kamu yang berada di posisiku. Saat kita merasa bahwa kita benar-benar menyayangi seseorang dengan sepenuh hati tanpa cacat sedikitpun dan ingin mencintai dalam bentuk pernikahan. Semua itu terancam tidak terlaksana dengan baik karena seseorang yang dicintai tersebut tidak menginginkan kita.” Tambah Bima.
“Aku menginginkanmu Bima!!” balas Ajeng.
“Dengan sepenuh hati.”
Pertengkaran seperti itulah yang sering mereka alami dan berakhir dengan perpisahan keduanya dengan ego yang tidak karuhan. Tidak ada yang mau mengalah menurut Bima. Ajengpun sering tidak bisa menahan emosinya karena Bima terlihat sangat menyalahkan orangtua Ajeng. Jalan mereka telah berbeda dan memang berbeda tidak dalam perspektif keduanya, melainkan lewat perspektif egois dan nafsu amarah mereka.
Bima dan Ajeng merupakan pasangan yang sangat pantas untuk dilihat. Kendati Bima merupakan bekas seorang yang bisa dikatakan player, namun Ajeng tetep mau terima Bima apa adanya pada saat mereka membentuk hubungan ini. Karena Ajeng berfikir jika dia ingin mencintai seseorang yang tidak sempurna dengan cara yang sempurna, hal itu juga ditambahi dengan Bima yang akan berhenti dalam mencari cinta, karena telah menemukannya. Saat berada di kampus, mereka terlihat biasa tetapi terlihat memiliki kekuatan yang kuat untuk bergandengan tangan dan membuat iri orang-orang yang melihatnya.
“Kamu seperti virus komputer yang menyerang CPU dan harus di-off-kan dahulu agar dapat membersihkannya.” Puji Bima kepada Ajeng.
“Hmm, apa artinya itu, aku harus berpura-pura tidak mengerti perkataanmu Bim. Karena ya memang sangat sulit untuk kumengerti.” Ledek Ajeng.
“Pernah mendengar lagu ‘Wanita Racun Dunia’ Jeng? Tapi aku lebih memilih kata virus kepadamu. Dengan kata virus tersebut itu, aku harus membunuh diriku sendiri untuk menghilangkan cintamu padaku.” Terang Bima.
“Suatu metaforakah itu? Aku rasa lelaki sering menggunakan kata-kata superdupernya agar membuat seseorang yang dipujanya merasa tertarik.” Balas Ajeng.
“Lebih ke arah menggombal kepadamu.” Timpal Bima.
Pukul 05.15. Bima masih terus memutar lagu tersebut secara berulang kali. Kata demi kata yang ia dengar selalu membawanya ke dalam ingatannya mengenai Ajeng. Masih tetap menatap kosong langit-langit kamarnya, sekali-kali matanya menatap sudut-sudut rumahnya yang telah dipenuhi oleh sawang laba-laba. Bahkan karena debu yang terjatuh dari sawang itu, Bima menjadi bersin-bersin. Selain itu dia sering mengusap mata-matanya hingga berair. Sehingga air yang keluar dari matanya merupakan campuran antara air mata karena menangis sedih dan air mata menangis karena terusap.
Kerlap-kerlip matanya ia lakukan untuk menahan air mata yang sedikit-sedikit keluar. Karena mungkin terasa berat bagi dirinya di saat dia telah menetapkan hati untuk seorang wanita, namun harus hancur karena tidak tersambut oleh wanita tersebut. Kedua jari telunjuknya ia gunakan untuk mengelap air matanya, lalu menutup matanya oleh kedua tangannya. Terasa berat buat dirinya. Impian besar telah dibangun, namun hancur oleh perbedaan prinsip oleh wanita yang ingin menuruti permintaan orangtuanya. Ajeng, baginya seseorang wanita yang terakhir untuknya. Seorang wanita yang sangat ingin untuk dinikahinya. Adakalanya ia berfikir jika ini hanya kerikil kecil dalam hubungannya, adakalanya juga ia berfikir jika ini karma atau balasan kepadanya karena telah menghianati wanita-wanita yang pernah ia pacari sebelumnya. Tapi itu semua ternafikan oleh pikirannya jika ini bukan apa-apa, bukan sesuatu yang untuk ditakutkan. Egoisnya memuncak, namun itu bakal menjadi sampah jika ia merasa sedih karena perpisahannya dengan Ajeng. Besar harapan Bima kepada Ajeng.
Hingga Bima mendengarkan dengan baik-baik pada reff  lagu tersebut. Lirik reff  lagu tersebut ternyata membuat dirinya bergerak untuk segera menyadari bahwa egoisnya harus dihancurkan terlebih dahulu. Harus dihancurkan jika Bima ingin segera keluar dari kesedihan. Nada yang terdapat pada lagu tersebut membuat dirinya merasa bangkit dan diunggulkan untuk berusaha bisa tersenyum bebas. Sampai pada lirik “ku yakin kita akan bahagiadan berlanjut ke lirik “tanpa harus selalu bersama” . Dua lirik tersebut membuat dirinya merasa unggul dan membayangkan visual apa yang diinginkan selama ini.
“Kegagalanku saat bersamamu membuatku bangkit untuk meraih cita-citaku, sebagai ilmuwan. Lihatlah betapa bahagianya aku menjadi seorang yang sukses.” Ucap Bima.
“Selamat atas kesuksesanmu Bim. Aku jugapun telah mencapai titik bahagiaku karena menikah dengan orang pilihan orangtuaku.” Timpal Ajeng.
“Kau bisa lihat kan kita telah bahagia masing-masing. Jadi tidak ada yang perlu disesali bahkan ditangisi kemudian. Kau telah mempunyai duniamu sendiri yang sangat engkau banggakan, kerjakerasmu membuat kau menjadi sukses. Bahkan akupun bahagia dengan kehidupan keluargaku. Hidup bersama dengan orang yang menyayangiku. Pilihan orangtuaku. Tentu hal itu membuat orangtuaku bangga dengan apa yang aku lakukan.” Tambah Ajeng.
“Apakah itu definisi hidup bahagia?” tanya Bima.
“Maksudmu hidup bahagia?” tanya balik Ajeng.
“Ya seperti yang kau bilang tadi, menikah dengan orang yang sangat menyayangi kita dan menuruti apa yang dikatakan orangtuamu.” Balas Bima.
“Seperti itukah? Bagiku kita bahagia dengan menikah orang yang kita sayangi sepenuh hati dan orang yang menyayangi kita hingga ujung dunia.” Lanjut Bima.
“Orangtuaku merupakan segalanya yang masih kumiliki hingga saat ini. Mereka merupakan sosok yang harus kujaga dan melakukan semuanya jadi seperti apa yang mereka  pinta padaku.” Balas Ajeng.
“Ya terserah pendirianmu Ajeng. Toh perpisahan kita tidak akan membuatku menangis. Hal yang tidak perlu untuk dilakukan. Bahkan sesalku padamu tak perlu kuhiraukan lagi.” balas Bima.
Bayangan visual tersebut masih menyimpan keegoisan dari Bima yang sejatinya tidak ingin terpisah oleh Ajeng. Namun hidup ini terus berlanjut bagi Bima. Bertahan dalam sesuatu yang tidak pasti arahnya membuatnya menjadi semakin terpekik oleh kehidupan cintanya. Dia tentu berharap tidak perlu menyesali semuanya yang terjadi.
Pukul 05.30. Dia akhirnya terbangun dari keadaan terbaring, tentu dengan mematikan mesin pemutar musik dahulu. Mesin pemutar musik itu digulung kabelnya dan dimasukkan ke dalam laci mejanya. Sedikit ia menoleh ke arah foto yang berada di sudut meja tersebut. Terdapat Ajeng dalam bentuk dua dimensi. Lalu tidak pakai lama, dia memasukkan juga bingkai foto Ajeng tersebut ke dalam laci mejanya. Adakala perasaannya terjadi pertarungan batin antara cintanya kepada Ajeng dengan logika positivisme yang diperolehnya setelah mendengar lagu tersebut. Namun dia segera menutup laci mejanya seolah menutup lembaran lamanya. Dia mulai memperbaiki sistem kehidupan yang buruk ia lakukan selama ini. Mulai merapikan sprei tempat tidurnya, lalu pergi ke kamar mandi untuk membasuh mukanya. Mukanya terasa segar dengan cipratan air yang mengguyur wajahnya.
Dia berjalan ke arah kamarnya lagi dengan wajah yang sumringah dan langkah yang tidak sempoyongan seperti biasanya dia berjalan. Dibiarkan pintunya terbuka dan melangkahlah ia ke arah jendela yang masih dtembus samar-samar oleh sinar matahari pagi. Dibukanya jendela beserta gorden yang ia pasang. Terasa angin menyambar wajahnya yang berwajah terang karena sinar matahari. Pertama ia merasa silau dengan sinar tersebut, namun berikutnya ia menutup matanya dan mengeluarkan senyumnya. Harapan besar baginya untuk mampu mengeluarkan pikiran tentang Ajeng, orang yang akan dibuang dari pikirannya. Karena memang sejatinya, ini merupakan jalan yang terbaik baginya, perpisahan bukan akhir segalanya, namun awal dari hidup Bima ke depan.
tak perlu disesali
tak usah ditangisi
***********

Bahan Ajar BIPA

Percakapan:

Membeli barang khas dari Bali
Buys something special from Bali

Mark                : Selamat siang bapak.
Pak Putu          : Siang mister. Ingin beli apa mister?

Mark                : Saya cari barang khas Bali. Seperti miniatur kapal kayu atau kain khas Bali
Pak Putu          : Ada mister. Miniaturnya yang agak besar atau yang kecil.
Mark                : Yang kecil saja. Berapa harganya?
Pak Putu          : Yang ini, Rp. 25.000; mister     

Mark                : Bisa kurang? Mungkin Rp. 15.000; pak.
Pak Putu          : Tidak bisa, mister.

Mark                : Baiklah, satu pak. Kainnya yang warna biru saja
Pak Putu           : Iya. Kalau kain ini Rp. 15.000; saja mister. Tidak bermotif, polos saja. Sedangkan yang bermotif kembang-kembang Rp. 20.000; mister.
Mark                : Yang polos saja pak. Jadi berapa pak semuanya?
Pak Putu           : Semuanya Rp. 40.000; mister. Sebuah miniatur kapal kayu yang kecil dan sehelai kain khas Bali warna biru.

Mark                : Baik pak. Terima Kasih.
Pak Putu          : Kembali.


Kata-kata baru:
Miniatur: Miniature                 Harga: Price                                        Baiklah: OK               
Agak: Rather                           Polos: No pattern                                Kain: Cloth
Kembang-kembang: Flower pattern                                                   Kapal: Ship/boat




 Bacaan:

Sepakbola Indonesia Saat Ini
Harapan sepakbola Indonesia membumbung tinggi karena masih mempunyai kesempatan untuk melakukan kongres lagi. Komite Eksekutif FIFA, akhirnya memutuskan memberi kesempatan terakhir kepada PSSI lewat Komite Normalisasi untuk menggelar kongres. Tenggat waktu yang diberikan hingga 30 Juni mendatang. Penyelenggaraan kongres harus sesuai dengan amanat FIFA sebelumnya. Harus menentukan ketua umum PSSI beserta wakilnya dan para anggota komite eksekutif. Dalam keputusan yang terbaru, FIFA tetap melarang pencalonan 4 anggota sebelumnya untuk jabatan ketua umum. Keputusan terakhir adalah, jika keputusan di atas tak terpenuhi pada tanggal 30 Juni, PSSI secara otomatis akan dilarang tanggal 1 Juli.
Di tengah konflik sepak bola nasional, Timnas tak terpengaruh dan siap melakukan persiapan guna menghadapi agenda di depan. Badan Tim Nasional segera memanggil para skuad senior pada 24 Juni mendatang. Pelatih Timnas Alfred Riedl, mengaku secara mendasar tak ada perubahan program terkait konflik PSSI. Riedl bakal segera melakukan persiapan timnas senior menjelang Kualifikasi Piala Dunia. Karena memang hal itu harus dilakukan agar para pemain tidak merasa terbebani oleh konflik yang terjadi. Bahkan proses naturalisasi para pemain asing tetap dilakukan dan telah selesai dalam mengakui tiga pemain yaitu Ruben Wuarbanaran, Diego Michiels, dan Joey Suk. Dari sini terlihat jelas jika konflik PSSI bukanlah masalah yang berarti bagi timnas secara keseluruhan. Tetap berlatih dan optimis yang kini berada di pikiran tiap pemain dan pihak yang terkait.

Kosa Kata:
membumbung tinggi   : soar                                        persiapan         : preparation   
kesempatan                 : chance                                   perubahan        : changes
Tenggat waktu            : deadline                                menjelang        : towards
Amanat                       : mandate                                terbebani         : burdened
Pencalonan                  : nomination                            mengakui         : recognize

Kekontemporeran pemikiran drama "Sumur Tanpa Dasar"

BAB 1: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Makalah
Kesan dan kesadaran kita tentang drama sangat khusus. Bila kita mendekati sebuah puisi maka kesan pokok kita adalah bahwa puisi itu suatu intuisi imajinatif; prosa kita pandang sebagai suatu beberan yang terbuka; sedangkan drama adalah perasaan manusia yang beraksi di depan mata kita. Itu berarti bahwa aksi dari suatu perasaan mendasari keseluruhan drama. Drama dapat saja ditulis menggunakan bahasa yang imajinatif atau analitik.
Drama mempunyai dialog yang berperan untuk menjelaskan watak dan perasaan tokoh dalam drama itu. Dengan adanya dialog maka tergambar bagaimana watak, atau sikap serta perasaan tokoh. Seorang tokoh yang keras kepala terlihat dari bagaimana ia berbahasa dan bertutur dengan orang lain, begitu juga terlihat ketika ada tokoh melankolik dari caranya berbicara dengan orang lain. Seperti pada lakon drama ini yang kami telaah perwatakan tokohnya dari segi psikologis dan sosiologisnya terhadap lingkungan sekitarnya.
Drama Sumur Tanpa Dasar ini memperlihatkan upaya persenyawaan kreatif oleh Arifin C. Noer sebagai pengarang naskah ini sekaligus sebagai sutradara dalam pementesan drama ini. Upaya persenyawaan kreatif itu antara tradisi teater modern barat pasca realisme dengan teater tradisional kita. Lenong Betawi adalah contoh yang konkret dari upaya timbulnya persenyawaan ini. Maka dari itu, drama ini tampak lebih nyata dan kelihatan unsur modern yang disimbolkan dengan sering kali lolongan anjing timbul dalam drama ini seperti drama/cerita barat.
1.2 Tujuan penulisan makalah
Tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai informasi yang ditujukan untuk khalayak pencinta drama, khususnya drama eksperimentalistik agar mengetahui mentalitas para tokoh dalam drama lakon Sumur Tanpa Dasar ini. Mentalitas yang dimaksud adalah mentalitas dalam menghadapi serba-serbi kehidupan yang tak akan pernah bersikap damai pada manusia, kecuali manusia itu mau menuruti dan bersikap lemah terhadap dinamika kehidupan.
Hasil persenyawaan antara tradisi teater modern barat pasca realisme dengan teater tradisional kita, dengan menggunakan peralatan simbolisme. Lalu drama ini diekspresikan Arifin C. Noer ke dalam lakonnya ini, sehingga kita akan peroleh peristiwa yang bersuasana kontemplatif tentang konflik kejiwaaan tokoh utamanya, Jumena Martawangsa. Seorang yang terpenjara dalam konflik mengenai persoalan iman dan eksistensi diri. Eksistensi diri yang dimaksud itu adalah keberadaan tentang dirnya sendiri.
Hubungan kausalitas yang terjadi antara eksistensi diri dan mentalitas merupakan hubungan yang lumrah dan seperti biasanya terjadi pada diri manusia. Mentalitas berperan penting dalam tumbuhnya eksistensi diri kita. Seperti drama ini yang ditokohi Jumena Martawangsa sebagai seorang yang mengalami krisis ke-eksistensialisme diri. Hal itu sebabkan karena lemahnya mentalitas yang ada pada diri Jumena. Mentalitas seorang yang sudah tua seharusnya berorientasi terhadap hidupnya yang hampir habis, bukan terpengaruh oleh hiruk-pikuk dunia di sekitarnya.

1.3 Batasan Masalah Makalah
Makalah ini saya buat dengan berlandaskan pada penafsiran yang bertitik tolak pada psikologis kehidupan dalam drama itu. Kehidupan itu menyangkut pada tokoh-tokoh drama itu, simbol-simbol drama itu, dan pandangan-pandangan pada drama itu. Sehingga batasan masalah pada makalah ini hendaknya perlu dibatasi sesuai dengan bahasan yang telah saya sebutkan mengenai perihal psikologis tentang drama ini, termasuk unsur-unsur instistik pada drama itu.
Sebelum membahas tentang perihal psikologis, saya lebih memilih untuk menjelaskan arti judul drama yang lebih dahulu. Judul suatu drama yang saya telaah tentu mempunyai arti implisit saat dibuat sekaligus dipentaskan oleh pengarangnya pada tahun 1964. Tentunya saya sekedar mengartikan dalam batas arti judul secara implisit. Tidak seberapa menyinggung masalah yang terkait atau sedang di bicarakan pada tahun drama ini dibuat, meskipun terdapat salah satu karya Arifin C. Noer yang diberitakan kontroversi.
Pada deskripsi mengenai latar tempat cerita pendramaan ini tertera pada pikiran Jumena Martawangsa sebagai tokoh utamanya. Berlatar di pikiran Jumena merupakan sesuatu yang mendominasi dalam drama ini. Maka dari itu, hal yang menunjukan bahwa masalah psikologis merupakan hal yang utama dibahas atau menjadi suatu acuan yang digunakan dalam membuat drama ini. Sama seperti makalah yang saya buat ini akan membahas masalah psikologis sesuai batasannya. Sehingga makalah ini tidak melebihi batasan hal mengenai analisis psikologis yang telah saya tentukan di awal batasan masalah makalah, serta mencapai tujuan yang saya tentukan dalam pembuatan makalah ini.
BAB 2: METODE PENELITIAN
2.1 Metode Pengumpulan Data
Pada penelitian sastra salah satu metode pengumpulan data yaitu dengan metode simak. Pada penelitian ini, kalimat-kalimat drama ini disadur yang mempunyai kesan psikologis, setelah itu tahap pertama dilakukan proses pengumpulan data dengan cara membaca teks drama yang akan dijadikan objek penelitian. Penyimakan penggunaan sastra dapat dilakukan terhadap data lisan maupun tertulis.
Penelitian ini menggunakan metode simak untuk pengumpulan data, yaitu menyimak secara seksama dan cermat terutama pada kajian ujaran dan situasi yang tertulis. Dalam pengumpulan data, peneliti tidak membatasi pada menyimak satu bagian teks drama ini. Seperti yang diketahui, drama ini terbagi atas empat bagian, sehingga keempat bagian tersebut, semuanya diteliti dengan matang.
Penelitian ini menggunakan teknik catat yaitu dengan membaca keseluruhan teks drama “Sumur Tanpa Dasar” dan melakukan transkripsi data yang nantinya menjadi data-data kebahasan yang akan diteliti. Selain data tertulis data juga didapatkan dari internet.
2.2 Metode Analisis Data
Sesuai dengan masalah, metode analisis data penelitian ini merupakan kajian atas keseluruhan isi teks pada drama “Sumur Tanpa Dasar” tersebut. Dimulai dari struktur teks yang berupa struktur internal teks tersebut, lalu menemukan hal yang menarik dari teks tersebut dan mengaitkan dengan sisi psikologis pada drama tersebut. Pengolahan data yang terkumpul diolah dan dianalisis dengan cara diklasifikasikan berdasarkan kategori seahingga dapat menjawab batasan masalah. 

2.3 Metode Penyampaian Hasil Analisis Data

Metode penyajian kaidah macamnya ada dua yaitu bersifat formal dan informal. Penyajian data dimanifestasikan dalam bentuk berupa penulisan ilmiah (skripsi). Adapun metode yang digunakan yaitu metode formal dan informal.
Pemaparan hasil analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode informal. Penyajian data secara informal dimaksudkan untuk menjabarkan hasil penelitian dengan menggunakan kata-kata biasa walaupun dengan terminology yang sifatnya teknis. Dengan demikian, selesai sudah tahapan strategi yang terakhir dari tahapan penanganan penelitian bahasa.
2.4 Prosedur Penelitian Data
Secara umum, peneliti melakukan beberapa tahap sesuai dengan prosedur penulisan, yaitu:
(1)   membaca dan memahami teks drama Sumur Tanpa Dasar karya Arifin C. Noer.
(2)   mengidentifikasikan struktur internal teks drama Sumur Tanpa Dasar beserta sisi psikologis dan hal yang menarik dalam drama tersebut.
(3)   mengklasifikasikan hasil identifikasi sesuai dengan arah penelitian dan menganalisisnya.
(4)   mendeskripsikan hasil analisis berdasarkan rumusan masalah.
(5)   menyimpulkan hasil penelitian.

BAB 3: PEMBAHASAN
3.1  Unsur-unsur Intristik dalam drama ini
Tema dan amanat dalam drama ini memegang peranan penting untuk mengetahui isi cerita secara keseluruhan. Tema dalam drama ini merupakan ide sentral yang menjadi pokok persoalannya. Tema dalam drama ini yaitu ketidakmampuan sisi kehidupan psikologis. Sisi psikologis itu tak berdaya melawan suatu keadaan yang tak bersahabat dan begitu berat untuk dijalani. Suatu keadaan yang tidak bisa berdamai, karena egois dan emosi telah sampai pada titik nadir. Amanat dalam drama ini merupakan pemecahan masalah dari tema di atas. Hal yang ingin disampaikan pengarang kepada penonton dan pendengar yaitu agar kita selalu berpikir positif lebih dahulu dalam setiap kesempatan dan perlunya rasa percaya terhadap lingkungan sekitar kita yang selalu memberi dukungan kita. Hal itu berguna agar kita selalu mempunyai pikiran bersih dalam setiap tindakan kita.
Penokohan atau perwatakan drama ini terdapat dalam dua belas tokoh (3 tokoh utama dan 9 tokoh peran pembantu). Tokoh antagonis dalam cerita ini tidak terdapat karena tokoh protagonis mengalami konflik batin. Tokoh-tokoh itu adalah :
1.      Jumena Martawangsa. Seorang lelaki tua yang bersiap menghadapi kematiannya. Merupakan tokoh protagonis dalam cerita ini. Bersifat egois dan selalu berperangsaka buruk terhadap lingkungan sekitarnya, termasuk keluarganya.
2.      Euis. Istri dari Jumena Martawangsa yang sangat mencintai suaminya dan berusia jauh lebih muda dari Jumena. Tetapi dia selalu menjadi sasaran amarah dan keegoisan Jumena dalam berperangsaka buruk.
3.      Perempuan tua. Berperan sebagai pembantu rumah dan menjadi pengasuh Jumena sejak dulu. Berusia lebih tua sedikit dari Jumena. Seorang yang bijak dan tabah dalam menghadapi kehidupan.
4.      Marjuki Kartadilaga. Adik angkat Jumena yang sangat menghormati kakak angkatnya dan berusia jauh lebih muda sedikit dari Jumena. Dia juga menjadi sasaran perangsaka buruk kakak angkatnya dengan tuduhan berselingkuh dengan Euis.
5.      Sabaruddin Nataprawira. Guru agama yang tinggal di daerah tempat tinggal Jumena. Pada akhir cerita dia berperan sebagai guru spiritual Jumena dalam menghadapi kematiannya yang sudah dekat. Sabaruddin bersifat sabar dan rendah hati meskipun Jumena sering mencacinya.
6.      Warya dan Emod. Para wakil dari pekerja-pekerja pabrik milik Jumena. Keduanya bersifat sabar dan rendah hati serta menghormati Jumena sebagai pemilik pabrik.
7.      Kamil. Seorang yang dijuluki si sinting karena memang tak pernah berpikir waras. Anak dari pemilik rumah yang ditinggali Jumena sekarang. Selalu mencoba menghasut Jumena dengan pikiran tak warasnya.
8.      Lelaki pelukis sinting. Seorang yang mencintai Euis, tetapi Euis tidak mau karena telah mencintai Jumena. Sangat ambisius mendapatkan Euis.
9.      Markaba dan Lodod. Para penjahat yang selalu muncul dalam pikiran Jumena untuk mengambil hartanya. Keduanya bersifat licik dan ambisius terhadap harta Jumena. Terlebih Lodod yang idiot.
10.  Pemburu. Merupakan simbolik dari penjemput kematian Jumena. Bersifat penenang bagi Jumena dalam menhadapi krisis psikologisnya.
Alur  cerita dalam drama ini merupakan alur maju. Mengikuti waktu yang maju. Alur dramatik drama ini menurut Gustav Freytag, terdapat Exposition yaitu pelukisan serta penjelasan mengenai para tokoh yang berperan dalam drama ini. Lalu terdapat Complication yaitu berupa timbulnya kerumitan dan masalah. Seperti masalah munculnya pikiran buruk mulai dari perselingkuhan istrinya dengan adiknya, serta penguasaan hartanya oleh istri, adik angkat, Markaba dan Lodod itu. Sampai masalah pemogokan para pekerjanya dari pabrik Jumena.
Dilanjutkan pada Climax, masalah-masalah di atas mencapai puncaknya ketika pikiran khayalan Jumena bercampur aduk dengan kenyataan serta dirinya dalam keadaan telah sampai pada waktu untuk dijemput. Hingga berakhir pada Denoument. Suatu penyelesaian yang dirasa baik buat semuanya. Ketika Jumena meninggal karena dijemput oleh tokoh Pemburu. Tetapi pada saat itu, Jumena telah ikhlas dan menerima kematiannya serta mengikuti Pemburu pergi.
 Setting atau latar drama ini mencakup segala aspek latar pada umumnya. Dari aspek waktu, drama ini banyak terjadi pada malam hari ketika bulan tengah terang dan anjing melolong terus menerus. Untuk aspek ruang, drama ini berpusat pada rumah Jumena seperti ruang tamu dan kamar tidur Jumena. Drama ini bertempat juga pada pikiran Jumena sebagai narrative-place (tempat penceritaan).
Selain keempat hal di atas. Suatu drama juga mempunyai unsur yang sangat penting yaitu dialog. Percakapan antara tokoh-tokoh sangat berguna untuk memahami cerita bagi penonton atau pembaca. Selain dialog, drama ini juga terselip monolog aside. Monolog yang ditujukan pada pembaca seperti ketika Jumena sedang dalam pikiran yaitu Euis dan Marjuki tengah membicarakan dirinya. Jumena berbicara pada penonton seolah-olah mengomentari percakapan mereka.
3.2   Hal yang menarik dalam drama ini
Hal yang menarik dalam drama ini yaitu narrative-place yang berpusat atau bersentral pada pikiran Jumena. Jadi pikiran Jumena itu divisualisasikan dan Jumena ikut hadir, tetapi kehadirannya tidak dianggap dan berperan sebagai komentator atas hal yang terjadi pada keadaan pikirannya tersebut. Pemvisualisasian isi pikiran Jumena menjadi suatu hal yang menarik karena isi pikiran itu tidak sesuai dengan kenyataan kehidupannya.
Hal yang aneh untuk dicerna, ketika Jumena lebih mempercayai kehidupan pikirannya yang belum tentu benar ketimbang kehidupan nyatanya. Padahal kehidupan nyatanya lebih baik jika ditelusuri lebih mendalam. Seperti hadirnya istri yang jauh lebih muda ketimbang umurnya dan masih cantik jelita. Bahkan istrinya sedang mengandung anaknya yang selama ini sangat dinantikan oleh Jumena sebelum ajal menjemputnya. Tetapi hal itu kembali pada awal paragraf, Jumena tetap mempertahankan pikiran yang sangat diagungkan selama ini ketimbang kenyataannya. Jadi, buaian istrinya bahkan kabar hamilnya istrinya tak berarti apa-apa baginya. Hal itu hanya disikapi dingin dan rasa ketidak-percayaan.
Hal yang menarik itu juga berhubungan dengan tema drama ini. Pemvisualisasian isi pikiran Jumena yang buruk sangat mempengaruhi psikologis Jumena. Hal itu berakibat pada timbulnya rasa ketidak-percayaan terhadap semua orang di sekitarnya. Psikologis Jumena seharusnya mampu ia gunakan sebaik-baiknya dalam rangka persiapan menghadapi kematiannya. Karena pada saat itu juga dia sedang sakit parah. Bukan ia gunakan untuk selalu berperangsaka buruk terhadap hal yang tidak terjadi dianggap terjadi. Hal itu secara tidak langsung membuat psikologis istrinya menjadi lemah dan sedih terus menerus.
Hal yang menarik lainnya yaitu adanya simbol-simbol dalam drama ini yang mengartikan suatu problema kehidupan. Problema kehidupan itu melingkupi kejadian-kejadian serta akibat dari kejadian itu. Simbol-simbol itu sangat berguna untuk drama ini agar lebih terlihat segi psikologisnya.
3.3   Penafsiran dari segi psikologis drama ini
Segi psikologis drama ini sangat terlihat. Tidak hanya yang berada dalam drama ini dan para tokohnya. Tetapi juga ditujukan pada para penonton, pembaca, dan pendengar. Terlihat dari judulnya juga yang merupakan simbol atau suatu judul yang menpunyai makna tersirat dan berkaitan dengan segi psikologis.
Sumur tanpa dasar. Suatu judul yang bermakna tersirat untuk mencerminkan kehidupan Jumena sebagai tokoh utamanya. Seolah-olah Jumena berada dalam sumur yang tidak berdasar, sehingga jatuh dan tenggelam untuk selama-lamanya. Seperti halnya pikiran buruknya yang selalu menenggelamkan dirinya pada asumsi serta penilaian buruk terhadap semua orang di sekitarnya. Sehingga kemungkinan dia muncul di permukaan sumur itu berpersentase nol persen. Dia tenggelam dalam pikiran buruknya sampai akhir hayatnya.
Prolog 1, 2, dan 3 pada bagian pertama merupakan suatu simbol yang bertujuan agar para pendengar dan penonton drama ini bertanya-tanya serta mengartikan secara eksplisit dan implisit makna simbol ini. Seperti kalimat-kalimat Jumena pada adegan 5 bagian 1. “Kalau saya bisa percaya, saya tenang. Kalau saya bisa tidak percaya, saya tenang. Kalau saya percaya dan bisa tidak percaya, saya tenang. Tapi saya tidak bisa percaya dan tidak bisa tidak percaya, jadi saya tidak tenang”. Hal itu berkaitan dengan segi psikologis para penonton untuk menentukan makna apa yang tersirat dalam drama ini. Hal itu terjadi juga ketika hadirnya sosok Jumena yang sama dan saling berhadapan dengan Jumena yang asli.
Awal pikiran buruk Jumena terjadi ketika Marjuki tiba-tiba muncul saat Jumena dan Euis sedang memadu kasih. Lalu Euis beralih langsung pada marjuki dan memeluknya. Padahal itu hanya pikiran khayalan yang tidak mendasar pada kebenaran.
Sebelumnya, Jumena tidak terima dengan datangnya pikiran buruk semacam ini. Hal ini terlihat saat dia mencoba menghilangkan pikiran buruknya terhadap istrinya dengan mengeluh pada Tuhan karena hal ini bisa terjadi pada dirinya. Akibat dari pikiran ini, Jumena tidak mampu melawannya hingga akhirnya mencampuradukkan pikiran buruknya dengan kenyataan. Secara tidak langsung hal ini berakibat pada tidak bisanya dia istirahat tenang untuk menyembuhkan penyakitnya.
Kemunculan pikiran buruk tidak hanya terjadi pada istri dan adik angkatnya yang berselingkuh, tetapi terjadi pada para pegawainya yang mencuri hartanya serta para penjahat seperti tokoh Markaba dan Lodod. Pikiran buruk itu berakibat terhadap kehidupan nyatanya. Jumena menolak rencana penaikan gaji para pekerja pabriknya ketika para wakil pekerjanya hadir untuk membicarakan masalah pemogokan kerja pekerjanya. Dia terlihat egois dalam bersikap terhadap permintaan pekerjanya, bahkan siap menurunkan gaji jika tidak mau menerima keputusan ini.
Ketidak-wajaran Jumena bertambah ketika si Kamil yang telah lama tidak waras pikirannya menghasut dan membenarkan pikiran buruk Jumena mengenai perselingkuhan istrinya dan adik angkatnya. Padahal Jumena mengetahui bahwa si Kamil telah lama tidak waras, tetapi Jumena tetap terhasut oleh si Kamil. Hal ini ikut menambahkan pikiran buruk Jumena yang dijuluki sebagai orang yang tidak pernah merasa bahagia dan itu menujukan segi psikologis Jumena.
Pikiran kematian Jumena datang terus-menerus yang disimbolkan dengan datangnya tokoh Pemburu. Tokoh Pemburu ini dimaksudkan yaitu malaikat pencabut nyawa yang sering datang pada pikiran Jumena untuk menenangkannya dari pikiran-pikiran buruknya. Tokoh Pemburu ini juga sering datang pada pikiran Jumena untuk menanyakan kesiapan menghadapi kematiannya. Hingga menjemput Jumena adalah peran dari tokoh Pemburu ini. Segi psikologis terlihat dalam hal ini yaitu datangnya kematian sudah diduga oleh Jumena, tetapi dia malah bersikap aneh yaitu melindungi semua harta yang ditakutkan hilang ketika sepeninggal dirinya nanti.
Hingga sampai pada akhirnya, ketika semua bayangan tokoh-tokoh di sekitar Jumena saling bertemu dan beradu pikiran dalam pikirannya. Jumena menangis karena tidak tahan terhadap serangan pikiran buruk ini yang seolah-olah merupakan suatu kenyataan. Sampai menyebut nama Tuhan dan berharap ini hanya pikiran semu yang tidak terjadi. Tetapi tidak mampu menyelesaikan permasalahan ini.
Mekanisme pertahahan ego termasuk dalam teori psikoanalisis Sigmund Freud. Timbulnya mekanisme pertahanan ego tersebut, karena adanya kecemasan-kecemasan yang dirasakan individu. Maka, mekanisme pertahanan ego terkait dengan kecemasan individu. Adapun definisi kecemasan ialah perasaan terjepit atau terancam, ketika terjadi konflik yang menguasai ego (Boeree, 2005:42). Beberapa mekanisme pertahanan ego telah dilakukan oleh Jumena sebagai tokoh utama dalam drama tersebut. Salah satunya yaitu Reaksi formasi. Reaksi formasi ini melakukan kebalikan dari ketaksadaran, pikiran, dan keinginan-keinginan yang tidak dapat diterima (Poduska, 2000:121). Reaksi formasi ini melakukan perbuatan yang sebaliknya, apabila perbuatan yang pertama itu, bisa menimbulkan kecemasan yang mengancam dirinya.
Reaksi formasi merupakan mekanisme pertahanan ego dengan mensugesti diri sendiri agar menghilangkan ancaman-ancaman yang akan terjadi. Jenis mekanisme pertahanan ego ini yang paling banyak muncul pada bagian ke-empat teks drama tersebut. Seperti pada pernyataan Jumena:
...
Juki: Tidur, kata istrinya.
Markaba: (menerawang) Dan dia akan tidur terus.
Jumena: Coba saja kalau bisa. Sudah tahu saya cara untuk mengalahkan mereka (Noer, 1989: 152).

Pernyataan Jumena seperti itu merupakan bentuk mekanisme pertahanan ego yang dilakukannya untuk tetap berani menghadapi bahaya saat dirinya telah dinyatakan sakaratulmaut dan bersiap untuk berpulang ke Tuhan. Bahaya yang dimaksud merupakan bahaya keduniawian yaitu ketika hartanya yang merupakan “agama dan tuhannya” hilang atau menjadi milik orang lain termasuk istrinya. Dalam pikiran Jumena, Juki beserta Markaba dan Lodod merupakan musuh-musuh yang akan berbahagia jika Jumena meninggal karena akan memperoleh hartanya termasuk istrinya yang akan menjadi milik Juki. Hal itu merupakan suatu sugesti agar dirinya tetap tidak takut terhadap siapapun yang akan mengambil hartanya ketika dia meninggal. Jumena melakukan hal ini karena merupakan sifat tamaknya akan harta yang masih hidup dalam perjalanan menuju kematiannya.
BAB 4: PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Tema dalam drama ini yaitu ketidakmampuan sisi kehidupan psikologis. Sisi psikologis itu tak berdaya melawan suatu keadaan yang tak bersahabat dan begitu berat untuk dijalani. Suatu keadaan yang tidak bisa berdamai, karena egois dan emosi telah sampai pada titik nadir.
Hal yang menarik dalam drama ini yaitu narrative-place yang berpusat atau bersentral pada pikiran Jumena. Jadi pikiran Jumena itu divisualisasikan dan Jumena ikut hadir, tetapi kehadirannya tidak dianggap dan berperan sebagai komentator atas hal yang terjadi pada keadaan pikirannya tersebut. Pemvisualisasian isi pikiran Jumena menjadi suatu hal yang menarik karena isi pikiran itu tidak sesuai dengan kenyataan kehidupannya.
Hal yang menarik itu juga berhubungan dengan tema drama ini. Pemvisualisasian isi pikiran Jumena yang buruk sangat mempengaruhi psikologis Jumena. Hal itu berakibat pada timbulnya rasa ketidak-percayaan terhadap semua orang di sekitarnya. Psikologis Jumena seharusnya mampu ia gunakan sebaik-baiknya dalam rangka persiapan menghadapi kematiannya. Bukan ia gunakan untuk selalu berperangsaka buruk terhadap hal yang tidak terjadi dianggap terjadi.
Sumur tanpa dasar. Suatu judul yang bermakna tersirat untuk mencerminkan kehidupan Jumena sebagai tokoh utamanya. Seolah-olah Jumena berada dalam sumur yang tidak berdasar, sehingga jatuh dan tenggelam untuk selama-lamanya. Seperti halnya pikiran buruknya yang selalu menenggelamkan dirinya pada asumsi serta penilaian buruk terhadap semua orang di sekitarnya.
Kemunculan pikiran buruk tidak hanya terjadi pada istri dan adik angkatnya yang berselingkuh, tetapi terjadi pada para pegawainya yang mencuri hartanya serta para penjahat seperti tokoh Markaba dan Lodod. Pikiran buruk itu berakibat terhadap kehidupan nyatanya. Jumena menolak rencana penaikan gaji para pekerja pabriknya ketika para wakil pekerjanya hadir untuk membicarakan masalah pemogokan kerja pekerjanya.

Daftar Pustaka
-          Boeree, C. George. 2005. Personality Theories, (penerjemah: Inyiak R). Yogyakarta: Prisma.
-          Endraswara, Suwandi. 2003.        Metodologi Penelititan Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Widyatama.
-          Junus, Umar. 1985. “Terperangkap di antara Gerak dan Diam: Kesan dari “Dor” Putu Wijaya” dalam Dari Peristiwa Ke Imajinasi. Jakarta: Gramedia
-          Noer, Arifin C. 1989. Sumur Tanpa Dasar. Jakarta: Grafiti Pers
-          Luxemburg, Jan van dkk. 1992. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia
-          Mohamad, Goenawan. 1981. “Sebuah Pembelaan Untuk Teater Indonesia Mutakhir” dalam Seks, Sastra, Kita. Jakarta: Sinar Harapan
-          Poduska, Benard. 2000. Empat Teori Kepribadian. Jakarta: Restu Agung.
-          Semi, Atar. 1988. “Anatomi Drama” dalam Anatomi Sastra. Bandung: Angkasa Raya