Hear U'r God

Hear U'r God
Sebuah potret atas ilham-ilham yang akan Allah berikan pada kita untuk kekuatan kita menempuh hidup di dunia ini. Dengarkan baik-baik setiap dengungan nadanya, intonasinya, dan warnanya yang membentuk suatu kesatuan petunjuk kebenarannya..

Minggu, 03 Juli 2011

Esay Sportivitas Surabaya

AJANG PERJUANGAN SPORTIVITAS SURABAYA
Stadion Gelora 10 November Surabaya

Masih terlihat juga kaos-kaos berwarna merah dan putih-hijau di pelataran tempat tersebut. Tentu kaos-kaos tersebut merupakan kaos Timnas Merah Putih yang dijual di depan tempat tersebut. Hal tersebut merupakan hal yang wajar ditemui di tempat berbau sport seperti Stadion Gelora 10 November Surabaya ini. Tanpa disadari para penjual tersebut menciptakan suasana sportifitas di tempat ini. Stadion Gelora 10 November ini berkapasitas 35.000 tempat duduk. Apalagi animo sepakbola masyarakat akhir-akhir ini sedang tinggi.
Seperti yang diketahui, tempat ini merupakan home base dari tim sepakbola Persebaya. Menurut Donny P.T. salah satu Bonekmania, “Gedung ini merupakan gedung perjuangan yang menjadikan bukti eksistensi olahraga di Surabaya, khususnya sepakbola yang telah menorehkan prestasi.” Letaknya di tengah kota menjadikannya sebagai pusat perhatian masyarakat kota Surabaya tersendiri. “Sehingga tidak salah jika tempat ini menjadi ajang sportivitas masyarakat kota Surabaya yang tidak akan pernah mati.” Imbuh Bonekmania tersebut.
10 november.jpg    bonekmania2.jpg
     Foto-foto di atas merupakan gambaran suasana luar dan dalam stadion ini.

Kalimat Berpragmatik

Contoh kalimat yang berpragmatik :
1.)    Lantainya sudah bersih
a.)    Lantainya sudah bersih, silahkan anda duduk.
Maksud dari kalimat tersebut adalah mempersilahkan untuk duduk.
b.)    Anak kecil itu jangan boleh masuk karena lantainya sudah bersih.
Maksud dari kalimat tersebut adalah melarang untuk masuk dalam suatu tempat.

2.)    Sekarang telah pukul 09.00
a.)    Waktu ujian telah selesai, sekarang telah pukul 09.00.
Maksud dari kalimat tersebut adalah menghentikan aktifitas ujian.
b.)    Sekarang telah pukul 09.00, anda hanya terlambat 15 menit saja, masih ada waktu untuk datang pada rapat itu.
Maksud dari kalimat tersebut adalah menghimbau agar mempercepat jalan.

Kelemahan Psikologis Tokoh Jumena Martawangsa Dalam Drama Sumur Tanpa Dasar

Pendahuluan
Kesan dan kesadaran kita tentang drama sangat khusus. Drama adalah perasaan manusia yang beraksi di depan mata kita. Itu berarti bahwa aksi dari suatu perasaan mendasari keseluruhan drama. Drama dapat saja ditulis menggunakan bahasa yang imajinatif atau analitik. Drama mempunyai dialog yang berperan untuk menjelaskan watak dan perasaan tokoh dalam drama itu. Dengan adanya dialog maka tergambar bagaimana watak, atau sikap serta perasaan tokoh.
Drama ini merupakan hasil persenyawaan antara tradisi teater modern barat pasca realisme dengan teater tradisional kita. Dengan menggunakan peralatan simbolisme ini, Arifin C. Noer mengekspresikannya ke dalam lakonnya ini. Sehingga kita akan peroleh peristiwa yang bersuasana kontemplatif tentang konflik kejiwaaan tokoh utamanya, Jumena Martawangsa. Seorang yang terpenjara dalam konflik mengenai persoalan iman dan eksistensi diri. Eksistensi diri yang dimaksud itu adalah keberadaan tentang dirnya sendiri.
Drama tersebut merupakan drama yang cukup menggugah emosional kita sebagai pembaca awam, namun dirasa ada suatu wacana yang harus dilakukan demi memperoleh kesan tematik. Pengkritikan terhadap drama di atas akan berguna buat para khalayak pembaca yang ingin menelaah drama tersebut, lebih-lebih karena aspek kejiwaan/psikologis benar-benar tertanam dalam teks. Bagaimanapun drama tesebut merupakan karya yang memerlukan penilaian halus atas apa yang ingin disampaikan.
Pembahasan
a.      Aspek Historis.
Menurut Andre Hardjana, aspek historis mempunyai tugas khusus yaitu untuk mencari dan menentukan hakekat dan ketajaman pengungkapan karya itu di dalam jalinan historisnya. Karena hal itu, aspek historisnya dapat mengambil biografi pengarangnya serta karya-karya yang berkembang pada saat itu maupun karya lainnya dari pengarangnya.
Karya drama ini dibuat oleh pengarangnya yang bernama Arifin C. Noer saat masih menempuh kuliah. Setelah SMA, Arifin melanjutkan studinya di Universitas Cokroaminato Solo. Di tempat itu ia bergabung dengan Teater Muslim pimpinan Mohammad Diponegoro. Pada periode ini lahir karya-karyanya seperti Sumur Tanpa Dasar, Ia Telah Datang Ia Telah Pergi, dan Mega-Mega. Selanjutnya karya-karya yang lain mulai muncul dari dirinya seperti Kapai-kapai, Kisah Cinta Dll, AA II UU. Pada tahun 1967 salah satu karyanya, Mega-Mega mendapatkan hadiah sebagai lakon sandiwara terbaik dari Badan Pembina Teater  Nasional Indonesia (BPTNI).
Ada dua kata kunci yang digeluti oleh Arifin C. Noer sebagai manusia dan penulis naskah dalam setiap karyanya. Pertama, hidup manusia sepanjang perjalanannya adalah proses upacara menjadi manusia. Kedua, semua kerja, juga kegiatan apa pun yang dilakukan oleh manusia sejatinya adalah merupakan perjalanan sembahyang kepada tuhannya atau dalam bahasa popular Islam disebut dengan ibadah. Dua konsep tersebut juga hadir dalam teks drama Sumur Tanpa Dasar. Konsep yang pertama dan kedua terlihat pada tokoh Jumena. Dia sejatinya belum menjadi manusia yang ideal, dalam arti mampu berfikir jernih dan bersikap tenang dalam mengahadapi situasi-situasi yang mengkhawatirkan. Kenyataannya dia tidak mampu mengendalikan dan membawa pikirannya dalam kesadaran mutlak duniawi. Selanjutnya, Jumena juga tidak begitu memprioritaskan Tuhan sebagai penciptanya dalam setiap kegiatan atau tindak perilakunya.
Arifin C. Noer merupakan sastrawan yang termasuk dalam periodesasi tahun 66-70an. Jadi Arifin sesuai dengan tema kebanyakan yang hadir pada saat periode tersebut yaitu tema beraliran surrealisme dan membahas hal-hal mengenai kesadaran jiwa serta absurditas. Hal ini terlihat jelas pada karya Arifin berjudul Sumur Tanpa Dasar ini. Tampak pada tokoh utamanya, Jumena Martawangsa.
Tema di atas terjadi karena berbagai hal. Salah satunya yaitu masalah politik PKI yang tidak jauh jarakya dari periode ini. Seperti yang diketahui, PKI berhasil membelah bangsa ini dengan ideologinya termasuk pandangan bersastra oleh para sastrawan. Pada saat itu, PKI lewat LEKRA membuat karya-karya sastra beraliran realis-sosialis. Maka dari itu, kawan-kawan sastrawan pada beberapa waktu setelahnya mencoba membuat sejenis karya-karya tandingan yang bertema surrealis. Tema kesadaran jiwa dipilih sebagai bentuk perlawanan agar mampu menyadarkan jiwa yang telah terpengaruh oleh paham realis-sosialis.
Teman-teman seperiode dengan Arifin seperti Putu Wijaya dan Danarto juga membawa aliran seperti itu dalam tiap karyanya (Telegram dan Godlob). Jadi tidak heran kalau periode ini merupakan periode pelopor ke arah meodernitas. Karena karya-karya mereka dianggap merupakan karya penggugah semangat untuk memajukan tradisi kesusastraan Indonesia. Tema Surrealis yang diusung oleh ketiga tokoh ini dalam karyanya mampu membuat gairah masyarakat akan bersastra mengalami peningkatan. Karena juga ide-ide cerita seperti itu masih ada dalam kehidupan masyarakat.
Putu Wijaya lewat karyanya sebuah novel bernama Telegram membawa sisi psikologis tokohnya dalam ide cerita. Problem-problem psikologis ini bagi banyak orang sering kemudian disebut ‘absurd’. Absurditas karya-karya sastra Putu Wijaya ini mengemuka manakala kita membaca beberapa karyanya. Dalam banyak prosanya itu, Putu Wijaya biasanya banyak memberikan pergulatan pikiran sang tokoh utama. Dalam novel Telegram, misalnya. Sang tokoh utama, Daku, mengalami berbagai pergulatan pikiran ketika ia menerima telegram dari Bali yang memintanya segera pulang. Begitu juga pada karya-karya Danarto yang beraliran seperti karya-karya di atas. Godlob merupakan salah satu contoh karyanya yang merupakan kumpulan cerpen dan bernada surealisme dan bernafaskan absurdistas.
Pikiran-pikiran itu berbagai macamnya, mulai dari pikirannya tentang Bali, semacam kenangan biasa hingga persoalan-persoalan yang ia rasakan sebagai orang Bali. Dalam pikiran itu pun, juga muncul hal-hal lain, seperti hubungannya dengan para perempuan pelacur yang menjadi teman seksualnya, pemikirannya tentang pekerjaannya sebagai wartawan, maupun kebosanannya akan hidup yang ia jalani. Seluruh pemikiran itu silang-sengkarut, berkait-kelindan, simpang-siur, kadang berhubungan antara satu dengan yang lain, kadang sama sekali tidak berhubungan.
b.      Aspek Rekreatif.
Menurut Hardjana, aspek ini mempunyai tugas yaitu menemukan apa yang telkah diungkapkan oleh pengarang dengan benar-benar berhasil di dalam satu bentuk karya. Tentu aspek ini menuntut sikap dengan daya angan-angannya lewat jawaban artistik yang telah dihasilkan oleh kehalusan hatinnya. Terkait dengan hal itu, apa yang diungkapkan oleh pengarang dalam cerita ini yaitu berupa hal psikologis, terutama pada tokoh utamanya yaitu Jumena Martawangsa. Hal itu merupakan hal yang utama karena mempunyai dampak pada tokoh-tokoh lainnya.
Segi psikologis drama ini sangat terlihat. Tidak hanya yang berada dalam drama ini dan para tokohnya. Tetapi juga ditujukan pada para penonton, pembaca, dan pendengar. Terlihat dari judulnya juga yang merupakan simbol atau suatu judul yang menpunyai makna tersirat dan berkaitan dengan segi psikologis.
Sumur tanpa dasar. Suatu judul yang bermakna tersirat untuk mencerminkan kehidupan Jumena sebagai tokoh utamanya. Seolah-olah Jumena berada dalam sumur yang tidak berdasar, sehingga jatuh dan tenggelam untuk selama-lamanya. Seperti halnya pikiran buruknya yang selalu menenggelamkan dirinya pada asumsi serta penilaian buruk terhadap semua orang di sekitarnya. Sehingga kemungkinan dia muncul di permukaan sumur itu berpersentase nol persen. Dia tenggelam dalam pikiran buruknya sampai akhir hayatnya.
Prolog 1, 2, dan 3 pada bagian pertama merupakan suatu simbol yang bertujuan agar para pendengar dan penonton drama ini bertanya-tanya serta mengartikan secara eksplisit dan implisit makna simbol ini. Hal itu berkaitan dengan segi psikologis para penonton untuk menentukan makna apa yang tersirat dalam drama ini. Memang suatu prolog digambarkan sebagai pembuka atas kejadian yang selanjutnya atau sepanjang cerita ini. Suara lonceng, lolongan anjing, dan pigura tanpa gambar/foto merupakan suatu petanda yang harus ditentukan oleh para penonton selanjutnya. Petanda-petanda tersebut merupakan aspek yang menunjukan bahwa karya ini karya yang bertemakan psikologis.
Seperti kalimat-kalimat Jumena pada adegan 5 bagian 1. “Kalau saya bisa percaya, saya tenang. Kalau saya bisa tidak percaya, saya tenang. Kalau saya percaya dan bisa tidak percaya, saya tenang. Tapi saya tidak bisa percaya dan tidak bisa tidak percaya, jadi saya tidak tenang”. Suatu ucapan yang sebenarnya mengetes kepekaan jiwa para penonton lewat permainan kata-kata. Hal itu merupakan suatu aspek yang menandakan Jumena sebagai seorang yang kehilangan eksistensi psikologisnya.
Awal pikiran buruk Jumena terjadi ketika Marjuki tiba-tiba muncul saat Jumena dan Euis sedang memadu kasih. Lalu Euis beralih langsung pada Marjuki dan memeluknya. Padahal itu hanya pikiran khayalan yang tidak mendasar pada kebenaran.
Sebelumnya, Jumena tidak terima dengan datangnya pikiran buruk semacam ini. Hal ini terlihat saat dia mencoba menghilangkan pikiran buruknya terhadap istrinya dengan mengeluh pada Tuhan karena hal ini bisa terjadi pada dirinya. Akibat dari pikiran ini, Jumena tidak mampu melawannya hingga akhirnya mencampuradukkan pikiran buruknya dengan kenyataan. Secara tidak langsung hal ini berakibat pada tidak bisanya dia istirahat tenang untuk menyembuhkan penyakitnya.
Kemunculan pikiran buruk tidak hanya terjadi pada istri dan adik angkatnya yang berselingkuh, tetapi terjadi pada para pegawainya yang mencuri hartanya serta para penjahat seperti tokoh Markaba dan Lodod. Pikiran buruk itu berakibat terhadap kehidupan nyatanya. Jumena menolak rencana penaikan gaji para pekerja pabriknya ketika para wakil pekerjanya hadir untuk membicarakan masalah pemogokan kerja pekerjanya. Dia terlihat egois dalam bersikap terhadap permintaan pekerjanya, bahkan siap menurunkan gaji jika tidak mau menerima keputusan ini.
Ketidak-wajaran Jumena bertambah ketika si Kamil yang telah lama tidak waras pikirannya menghasut dan membenarkan pikiran buruk Jumena mengenai perselingkuhan istrinya dan adik angkatnya. Padahal Jumena mengetahui bahwa si Kamil telah lama tidak waras, tetapi Jumena tetap terhasut oleh si Kamil. Hal ini ikut menambahkan pikiran buruk Jumena yang dijuluki sebagai orang yang tidak pernah merasa bahagia dan itu menujukan segi psikologis Jumena.
Jumena Martawangsa merupakan tokoh yang sombong pula, terlihat saat Sabar datang untuk meminta bantuan dana pembangunan masjid di lingkungan tempat tinggal Jumena. Dengan berbagai alasan Jumena mencoba tidak memberikan sepersenpun hartanya terhadap Sabar. Karena Sabar-pun mencoba beradu argumentasi dengan Jumena perihal kemanusiaan dan keagamaan.
Pikiran kematian Jumena datang terus-menerus yang disimbolkan dengan datangnya tokoh Pemburu. Tokoh Pemburu ini dimaksudkan yaitu malaikat pencabut nyawa yang sering datang pada pikiran Jumena untuk menenangkannya dari pikiran-pikiran buruknya. Tokoh Pemburu ini juga sering datang pada pikiran Jumena untuk menanyakan kesiapan menghadapi kematiannya. Hingga penjemput ajal Jumena ini adalah peran dari tokoh Pemburu ini. Segi psikologis terlihat dalam hal ini yaitu datangnya kematian sudah diduga oleh Jumena, tetapi dia malah bersikap aneh yaitu melindungi semua harta yang ditakutkan hilang ketika sepeninggal dirinya nanti.
Hingga sampai pada akhirnya, ketika semua bayangan tokoh-tokoh di sekitar Jumena saling bertemu dan beradu pikiran dalam pikirannya. Jumena menangis karena tidak tahan terhadap serangan pikiran buruk ini yang seolah-olah merupakan suatu kenyataan. Sampai menyebut nama Tuhan dan berharap ini hanya pikiran semu yang tidak terjadi. Tetapi tidak mampu menyelesaikan permasalahan ini.

c.       Aspek Penghakiman.
Hal yang menarik dalam drama ini yaitu narrative-place yang berpusat atau bersentral pada pikiran Jumena. Jadi pikiran Jumena itu divisualisasikan dan Jumena ikut hadir, tetapi kehadirannya tidak dianggap dan berperan sebagai komentator atas hal yang terjadi pada keadaan pikirannya tersebut. Pemvisualisasian isi pikiran Jumena menjadi suatu hal yang menarik karena isi pikiran itu tidak sesuai dengan kenyataan kehidupannya.
Hal yang aneh untuk dicerna, ketika Jumena lebih mempercayai kehidupan pikirannya yang belum tentu benar ketimbang kehidupan nyatanya. Padahal kehidupan nyatanya lebih baik jika ditelusuri lebih mendalam. Seperti hadirnya istri yang jauh lebih muda ketimbang umurnya dan masih cantik jelita. Bahkan istrinya sedang mengandung anaknya yang selama ini sangat dinantikan oleh Jumena sebelum ajal menjemputnya. Jumena tetap mempertahankan pikiran yang sangat diagungkan selama ini ketimbang kenyataannya. Jadi, buaian istrinya bahkan kabar hamilnya istrinya tak berarti apa-apa baginya. Hal itu hanya disikapi dingin dan rasa ketidak-percayaan.
Pemvisualisasian isi pikiran Jumena yang buruk sangat mempengaruhi psikologis Jumena. Hal itu berakibat pada timbulnya rasa ketidak-percayaan terhadap semua orang di sekitarnya. Psikologis Jumena seharusnya mampu ia gunakan sebaik-baiknya dalam rangka persiapan menghadapi kematiannya. Karena pada saat itu juga dia sedang sakit parah. Bukan ia gunakan untuk selalu berperangsaka buruk terhadap hal yang tidak terjadi dianggap terjadi. Hal itu secara tidak langsung membuat psikologis istrinya menjadi lemah dan sedih terus menerus.
Hal yang menarik lainnya yaitu adanya simbol-simbol dalam drama ini yang mengartikan suatu problema kehidupan. Problema kehidupan itu melingkupi kejadian-kejadian serta akibat dari kejadian itu. Simbol-simbol itu sangat berguna untuk drama ini agar lebih terlihat segi psikologisnya.
Drama psikologis ini benar-benar memberikan efek yang baik serta cerita yang baik pada pembaca/penontonnya. Aspek piskologis menjadi menu utama dalam drama ini. Bahkan hingga kematian menjemput Jumena, tokoh utama tersebut masih mempertanyakan apakah dirinya telah mati atau tidak. Amanat yang akan disampaikan berupa perilaku yang meninggalkan perilaku Jumena.
Kesimpulan
Sumur tanpa dasar. Suatu judul yang bermakna tersirat untuk mencerminkan kehidupan Jumena sebagai tokoh utamanya. Seolah-olah Jumena berada dalam sumur yang tidak berdasar, sehingga jatuh dan tenggelam untuk selama-lamanya. Seperti halnya pikiran buruknya yang selalu menenggelamkan dirinya pada asumsi serta penilaian buruk terhadap semua orang di sekitarnya.
Aspek historis dalam drama ini yaitu Arifin (pengarang) sesuai dengan tema kebanyakan yang hadir pada saat periode 66-70-an yaitu tema beraliran surrealisme dan membahas hal-hal mengenai kesadaran jiwa serta absurditas. Problem-problem psikologis ini bagi banyak orang sering kemudian disebut ‘absurd’. Tokoh-tokoh tersebut banyak memberikan pergulatan pikiran sang tokoh utama.
Aspek rekreatif dalam drama ini yaitu tema berupa ketidakmampuan sisi kehidupan psikologis menghadapi suatu realitas. Sisi psikologis itu tak berdaya melawan suatu keadaan yang tak bersahabat dan begitu berat untuk dijalani. Suatu keadaan yang tidak bisa berdamai, karena egois dan emosi telah sampai pada titik nadir.
Aspek penghakiman dalam drama ini yaitu bernilai baik untuk para khalayak pembaca. Drama ini menunjukan lemahnya manusia ketika menghadapi ajal yang mendekatinya. Bagaimana seharusnya manusia yang telah tua lebih ke arah Tuhan untuk memohon ampun, namun Jumena malah masih berkutat pada pikiran buruknya mengenai keluarganya dan hartanya.
Daftar Pustaka
Hardjana, Andre. 1982. Kritik Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia
Semi, Atar. 1985. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa
Jatman, Darmanto. 1985. Sastra, Psikologi dan Masyarakat. Bandung: Alumni.
Luxemburg, Jan van, Mieke Bal, dan Williem G. Weststeijn. 1989. Pengantar                                                                    Ilmu Sastra, terj. Dick Hartoko. Jakarta: Gramedia.

Pendiktatoran yang sehat ala iklan AXIS

Analisis semiotika pada iklan pada umumnya dapat dikaji melalui semiotika milik Pierce maupun milik Barthes. Namun tulisan ini menggunakan analisis semiotika yang tertera pada karya Arthur Asa Berger yang telah diterjemahkan dan berjudul Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer. Penggunaan analisis ini dengan alasan kejelasan serta kemudahan, karena analisis ini pada awalnya menghadirkan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan penganalisisan iklan.
Analisis ini dimulai dari makna keseluruhan iklan tersebut. Iklan pada umumnya sebagai alat promosi terhadap suatu produknya. Begitu juga yang terjadi pada iklan Axis ini. Iklan ini mempunyai makna keseluruhan sebagai alat promosi dengan tanda-tanda yang dihadirkan berupa, objek visual dan objek tidak visual. Desain iklan tersebut yaitu berupa promosi dengan kehidupan rumah tangga sebagai contoh penerapannya serta interaksi di dalamnya. Mood yang digunakan pada iklan ini yaitu adanya kesenangan sepihak yang menimbulkan kecemburuan dari pihak lainnya.
Iklan ini berjalan dengan alur maju dan memperlihatkan suatu kondisi pada umumnya dalam kehidupan rumah tangga dengan adanya Si Nyonya Besar sebagai penguasa rumah. Iklan ini didahului oleh kejadian-kejadian penghematan sepihak seperti adegan Si Nyonya Besar yang melarang seorang kerabatnya untuk menyiram halaman rumah mereka, lalu adegan Si Nyonya Besar tersebut melarang kerabatnya mencuci baju dengan menggunakan mesin, dan adegan Si Nyonya Besar tersebut dengan mencabut listrik TV yang tengah disaksikan oleh para kerabatnya. Hal itu dilakukannya dengan alasan “hemat” jika ditanya oleh para kerabatnya. Selanjutnya salah satu kerabatnya menanyakan alasan hemat dengan perilaku Si Nyonya Besar yang selalu menelpon sepanjang waktu. Hingga dibeberakan alasan oleh Si Nyonya Besar mengapa ia berpenampilan dengan memegang telepon genggam.
Iklan pada umumnya, menggunakan elemen gambar, suara, dan teks tertulis sebagai suatu kesatuan koneksivitas untuk alat promosi. Semua elemen tersebut merupakan elemen pendukung antara yang satu dengan yang lainnya agar dapat jelas tersampaikan pesan yang terkandungnya. Pemilihan gambar yang di dalamnya terdapat simbol-simbol menarik serta dipadukan dengan suara maupun teks tertulis merupakan suatu estetika yang hadir agar iklan ini berpenampilan bagus. Namun tetap, suatu iklan selain mengandung niatan promosi juga mengandung ideologi di dalamnya. Setidaknya muatan politik hadir dalam iklan tersebut dengan dibungkus oleh humor. Humor tersebut menggunakan kejadian dan bahasa sehari-hari dalam rumah tangga. Sehingga humor tersebut sangat menarik, karena selain memberikan suatu informasi iklan ini juga memberikan suatu responsif emosional bagi para penontonnya. Sedangkan ideologi yang dikandungnya yaitu ideologi berupa sindiran politik.
Tentu ideologi di atas hadir dengan tanda-tanda pada iklan tersebut. Si Nyonya Besar dengan identitas berupa wanita yang berbadan besar merupakan suatu penanda bahwa wanita tersebut merupakan wanita yang hidup dengan sejahtera dan bahagia. Apalagi hal ini didukung oleh penampilan wanita tersebut dengan penampilan deluxe berpakaian anggun warna ungu yang menyimbolkan bahwa dia seorang yang elegant. Ekspresi dari wanita tersebut selalu bahagia, tersenyum, dan sombong dengan memegang telepon genggam tanpa memperdulikan kerabatnya yang merasa dirugikan. Hal ini merupakan ciri dari seorang diktator.
Sedangkan para kerabatnya yang merupakan anggota keluarga juga digambarkan dengan ekspresi sedih karena seolah hidupnya dirugikan oleh diktator tersebut. Penampilan dari mereka-pun tergolong masyarakat biasa seperti kata-kata kusam, muram, dan payah. Mereka yaitu lelaki tua bersuku Jawa, lelaki berumur sekitar 40-50, dan dua anak kecil. Hidup mereka seolah dirugikan, seperti adegan saat lelaki tua tengah menyiram halaman dengan menyanyikan lagu berbahasa Jawa, tiba-tiba dimatikan keran airnya oleh Si Nyonya Besar tersebut. Orang Jawa pada umumnya sangat kulturalis, dan berpandangan hidup pada kebudayaannya termasuk menyanyikan lagu. Selanjutnya saat adegan para kerabatnya tengah menonton siaran televisi sepakbola, tiba-tiba dicabut listrik oleh Si Nyonya Besar. Padahal modern ini sepakbola juga merupakan gaya hidup.
Hal di atas juga ditambahkan dengan peng-close-up-an kepada wajah tokoh-tokoh tersebut yang dimaksudkan dengan memperjelas kesombongan pada Si Nyonya Besar sebagai diktator dan kekecewaan oleh para kerabatnya yang tengah dirugikan oleh Si Nyonya Besar tersebut.
Sesuai dengan judul analisis ini. “Pendiktatoran yang Sehat” dalam hal ini mengacu pada tanda-tanda untuk memproyeksikan suatu ideologi. Setidaknya ada dua penerapan ideologi politik yang terkandung. Pertama, terlepas dari ihwal asli merek provider ini. Iklan ini dapat disimpulkan sebagai suatu dukungan atas pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Seolah SBY digambarkan sebagai Si Nyonya Besar dengan kesombongan serta kediktatoran yang beralasan dalam memimpin rakyatnya. Rakyat yang marah atas kepimimpinan SBY karena fasilitas-fasilitas rakyat yang dikurangi digambarkan dengan simbol para kerabat Si Nyonya Besar. Padahal SBY melakukan hal tersebut karena ingin mengajarkan berhemat atas kebutuhan-kebutuhan pada rakyatnya. Hal itu dilakukan karena dunia juga tengah mengalami permaslahan-permasalahan seperti Global Warming sehingga diwajibkan untuk berhemat. Karena berhemat pada umumnya juga mempunyai banyak keuntungan. Setidaknya hal itu yang diperlihatkan iklan tersebut dengan menyajikan keuntungan-keuntungan penggunaan kartu AXIS menjelang berakhirnya iklan tersebut.
Sedangkan yang Kedua, Iklan ini berpolitik pada tujuan logis umumnya. Yaitu ingin lebih unggul dari merek provider lainnya. Seperti merek provider AXIS yang disimbolkan oleh Si Nyonya Besar dengan tampilan mewah, deluxe, elegant dan berhemat. Sedangkan merek provider lainnya disimbolkan kepada para kerabatnya yang tidak berpenampilan mewah, kusam, muram, payah, dan cenderung tidak berhemat. Hal ini diperkuat oleh adegan-adegan yang Si Nyonya Besar yang mencegah setiap kegiatan para kerabatnya. Sehingga dapat diindikasikan jika AXIS ingin mematikan pasaran merek provider lainnya.
Dapat disimpulkan jika iklan ini mengandung muatan politik untuk pemerintahan dan terkait dengan persaingan provider. Pesan yang terkandung mengindikasikan sebuah wacana mengenai Pendiktatoran yang sehat, dimana ada niat baik atau sehat dibalik suatu pendikatatoran yang selama ini dianggap sebagai suatu fenomena yang merugikan bagi rakyat.

Analisis Semiotika Film Across To Universe.

Film itu mengambil lagu-lagu The Beatles sebagai menu utama. Julie Taymor, sang sutradara meracik menu utama itu jadi film musikal yang tak biasa. Bisa dikatakan kalau film ini merupakan sebuah tribute yang amat berkesan bagi John, Paul, George, dan Ringo. Hal di atas merupakan suatu praktik atas sistem penandaan atau kegiatan memproduksi tanda dalam film ini. Lagu-lagu The Beatles yang menghiasi film ini merupakan sebuah penanda yang bersifat universal atas sebuah petanda juga yang bersifat universal pula. Petanda dalam film ini atas penanda tersebut yaitu konsep untuk mengenang The Beatles melalui karya-karyanya berupa lagu.
Lagu-lagu The Beatles dipakai Teymor sebagai pijakan untuk bercerita. sebagai pengantar suasana hati para tokohnya pada cerita, maupun semangat dari lagu-lagu itu. Hal itu merupakan suatu indeksitas yang tertera di dalam film tersebut. Karena hal itu merujuk pada suatu kejadian sebab-akibat atau gejala-penyakit. Adegan-adegan berupa nyanyian oleh para aktor dan aktris dalam film tersebut merupakan suatu akibat yang dikarenakan oleh sebab-sebab suasana hati yang bisa senang atau tengah sedih. Tentu dalam penggarapan film ini, Teymor memilih lagu-lagu The Beatles yang sesuai adegan film tersebut.
Termasuk kejelian Treymor untuk mengintrepetasi ulang makna dari lagu-lagu The Beatles. Saat lagu I Want to Hold Your Hand yang aslinya riang oleh The Beatles dinyanyikan dengan nada sendu penuh kesedihan. Keinginan “menggenggam tangan sang pujaan” bisa jadi sebuah jeritan hati bila sang pujaan tak bisa diraih. Hal ini bisa mengacu pada suatu gejala dekontruksi yang di dalamnya terdapat suatu intertekstual. Dapat dilihat dari kata “Keinginan” yang sejatinya memang hal yang belum terwujudkan.
Sebuah adegan saat Max (Joe Anderson) mesti ikut wajib militer misalnya, disajikan dalam gaya teatrikal megah dengan tentara-tentara berwajah kotak berjoged kompak. Film ini merupakan sebuah tontonan visual yang indah. Film ini tak lagi patuh pada visualiasi realis. Adegan simbolis tersebut merupakan sebuah kritik sosial atas pemerintahan Amerika pada saat itu yang mewajibkan wajib militer bagi masyarakatnya. Sehingga simbol yang digunakan yaitu berupa tentara-tentara bentukan yang mempunyai gerak dan suara/nada yang sama. Hal itu merupakan suatu gejala konvensional para tentara pada umumnya. Mereka diwajibkan menjunjung kebersamaan dalam setiap hal yang mereka lakukan.
Sistem semiotik yang lain terdapat pada film ini yaitu mengacu pada dunia musik saat itu. Entah itu mengacu pada The Beatles maupun lainnya. Tokoh utama (lelaki) yaitu Jude. Jude merupakan kata yang diambil dari judul lagu The Beatles yang berjudul Hey, Jude. Selanjutnya kota asal Jude yaitu Liverpool, kota tersebut juga merupakan kota asal dari Band The Beatles. Tak boleh lupa, ada pasangan putus-sambung Sadie (Dana Fuchs) dan Jo-Jo (Luther McCoy). Penampilan Sadie mengingatkan kita pada Janis Joplin; sedang Jo-Jo mirip Jimi Hendrix.
Selanjutnya beralih pada komposisi warna film ini. Komposisi warna yang tepat dan menandakan kalau film ini bersetting tahun 60-an, hal itu didukung oleh perang USA dengan Vietnam yang menjadi penanda kalau hal itu bersetting tahun 60-an. Lalu muncul komposisi warna yang tidak beraturan saat para tokoh utama tersebut pergi dengan bus. Warna-warni yang muncul lalu berpola spiral. Hal itu menunjukan semua rasa yang bercampur pada tokoh-tokoh saat berpergian menggunakan bus. Mereka menjadi tidak sadar akan hal yang dilakukan dan membawa mereka ke suatu tempat asing.

Sekilas Semantik 2

Jenis-jenis Tindak Tutur
1.)    Tindak Tutur Langsung
Contoh : a.) Erna membuka toko baju di depan rumahnya.
               b.) Kapan mobil itu akan diperbaiki?
2.)    Tindak Tutur Tidak Langsung
Contoh : a.) Kamu mau pergi kemana petang hari ini dan hujan deras begini? Maksud dari kalimat tersebut yaitu sang penutur memerintahkan rekannya agar tidak pergi kemanapun secara tidak langsung dengan menanyakan mau pergi kemana mereka.
                b.) Komputer ini rusak dan aku tidak bisa mengerjakan tugas-tugas. Maksud dari kalimat tersebut yaitu sang penutur memerintahkan rekannya agar memperbaiki komputernya yang rusak secara tidak langsung.
3.)    Tindak Tutur Literal
Contoh : a.) Meja makan ini benar-benar kotor.
               b.) Jalan ini sangat sepi.
4.)    Tindak Tutur Tidak Literal
Contoh : a.) Rumahnya bagus sekali, (tapi lebih bagus kandang ayam saya). Maksud dari kalimat tersebut yaitu sang penutur ingin mengutarakan bahwa kandang ayamnya lebih bagus daripada rumah rekannya.
                  b.) Pakaian anda rapi sekali, (tapi tidak cocok dengan orangnya). Maksud dari kalimat ini yaitu sang penutur ingin mengutarakan bahwa pakaian yang dipakai rekannya tidak cocok dengan pemakainya.
5.)    Tindak Tutur Langsung Literal
Contoh : a.) Tutup pintunya!
               b.) Dimana rumah pak Sanusi?

6.)    Tindak Tutur Tidak Langsung Literal
Contoh : a.) Televisi ini rusak. Maksud dari kalimat tersebut yaitu sang penutur ingin menyuruh rekannya yang diajak bicara agar memperbaiki televisi itu.
                b.) Kenapa anda tidak pulang dari tadi? Maksud dari kalimat tersebut yaitu sang penutur (atasan) ingin menyuruh rekannya (bawahan) agar segera pulang dari kantor.
7.)    Tindak Tutur Langsung Tidak Literal
Contoh : a.) Celanamu terlalu keren, teman. Maksud dari kalimat tersebut yaitu sang penutur ingin menyuruh rekannya agar mengganti celananya yang sebenarnya tidak keren.
                b.) Kalau ingin mandi yang bersih, tidak usah pakai sabun. Maksud dari kalimat tersebut yaitu sang penutur (ibu) sebenarnya ingin menyuruh rekannya (anak) agar kalau mandi pakai sabun biar bersih.
8.)    Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal
Contoh : a.) Badanmu baik-baik saja, tidak perlu ke dokter. Maksud dari kalimat tersebut yaitu sang penutur (ayah) ingin mengutarakan kepada rekannya (anak) agar pergi ke dokter untuk berobat karena sakit.
               b.) Apakah mobilmu yang lamban ini dapat mengantarkan kita sampai ke sekolah tepat waktu? Maksud dari kalimat ini yaitu sang penutur ingin menyuruh mempercepat laju mobil rekannya agar tidak terlambat sampai ke sekolah.

Sekilas Semantik

Prinsip Kesopanan
A.)  Maksim Kebijaksanaan
Contoh : 1.) Makan nasi goreng saya ini!
               2.) Makanlah nasi goreng saya ini!
               3.) Silahkan (anda) makan nasi goreng saya ini!
               4.) Sudihkan kiranya (anda) makan nasi goreng saya!
               5.) Kalau tidak keberatan, sudilah anda makan nasi goreng saya!

B.)  Maksim Penerimaan
Contoh : 1.) Saya akan memberi anda uang untuk membeli rumah.
               2.) Saya akan membelikan anda buah-buahan.

C.)  Maksim Kemurahan
Contoh : A : Anda sangat pintar dalam berkata-kata
                B : Tidak. Justru dari anda saya belajar

D.)  Maksim Kerendahan Hati
Contoh : A : Hebat. Kau memang ahli dalam berpidato
                B: Ah, tidak. Saya masih jauh dari sempurna

E.)   Maksim Kecocokan
Contoh : A : Bu Bea kalau mengajar sangat galak, ya?
                B : Ya, tetapi beliau juga pintar secara akademis dalam berkata-kata

F.)   Maksim Kesimpatian
Contoh : 1.) A : Aku baru saja mendapatkan undian berhadiah mobil
                     B : Oh iya? Selamat atas hadiah itu ya.
               2.) A : Cuaca hari ini hujan deras. Aku tidak bisa bermain sepak bola.
                    B : Tidak apa-apa. Toh masih ada hari esok.

Prinsip Kerja Sama
A.)  Maksim Kuantitas
Contoh : A : Adik kelas berapa?
                B : Kelas 3 SMA, mas.
               A : Sekolah dimana, dik?
               B : Di SMA Trimurti, mas.
               A : Sudah siap dengan UNAS?
               B : Ya, insya Allah saja.

B.)  Maksim Kualitas
Contoh : A : Kas, siapa grup lawak paling lucu sepanjang masa?
                B : Ya warkop DKI, Ndro.
                A : Lho kok mereka yang paling lucu, Kas?
                B : Iya Ndro. Soalnya materi kelucuannya natural dari diri mereka.

C.)  Maksim Relevansi
Contoh : A : Kita besok sudah UTS. Tapi aku belum lihat catatanku.
                B : Ya sudah. Lihat dulu catatanmu, lengkap atau tidak.
                A : Tapi kayaknya catatanku kurang lengkap.
                B : Tenang. Aku kasih pinjam catatanku buat kamu.

D.)  Maksim Pelaksanaan
Contoh : A : Tugas kelompok kita Semantik belum jadi.
               B : Ya sudah. Sekarang aku akan cari bahan-bahannya di internet.
               A : Segera ya. Aku akan cari bahan dari buku-buku di perpustakaan.
               B : Oke. Kalau begitu nanti sore kita kerjakan di rumahku saja.