Hear U'r God

Hear U'r God
Sebuah potret atas ilham-ilham yang akan Allah berikan pada kita untuk kekuatan kita menempuh hidup di dunia ini. Dengarkan baik-baik setiap dengungan nadanya, intonasinya, dan warnanya yang membentuk suatu kesatuan petunjuk kebenarannya..

Selasa, 12 Juli 2011

Cerpen: PEKERJAAN ITU…


Aku masih melihat sepotong telor dadar tersebut diam di pinggir piring makanku. Aku sengaja melakukan itu untuk aku makan setelah nasi, sayur, dan dua potong tempe selesai aku makan. Di sela-sela aku mengunyah nasi yang bercampur sayur dan gigitan tempe tersebut, ada yang sedikit mengganggu pikiranku dalam mengunyah yaitu pekerjaan mengedit data pemasukan di bank tempat aku berkerja.
Benar, hal itu belum selesai aku kerjakan semenjak dua hari yang lalu pak Adi menyuruhku untuk menyelesaikannya. Jujur saja, aku merasa berat dalam mengerjakan hal seperti ini. Aku seorang IT yang tidak mau tahu urusan pemasukan uang di bank tempat aku berkerja. Bagiku, tugasku sebagai kepala IT di bank ini seharusnya berada dalam persoalan teknologi dan tidak boleh terbebani oleh pekerjaan seperti ini yang seharusnya dipegang oleh bawahanku yaitu Karno atau Wiwit. Seharusnya bagian yang pas untuk pekerjaan ini yaitu sekretaris dewan audit bank ini. Bukannnya aku. Kuakui di tempatku berkerja memang jarang aku berkerja setiap hari atau penuh dalam seminggu. Bahkan hampir tidak pernah, tapi dalam setahun maksimal aku berkerja yang sangat berat hanya 1-3 kali saja. Sisanya hanya mengecek, mengecek, dan mengecek ulang Informasi dan Teknologi di tempat itu.
Setelah kucuci piring dan gelasku. Aku segera mematikan televisi dan lampu-lampu yang masih menyala karena tadi malam. Selanjutnya aku beralih ke meja makan untuk mengambil tas kerja dan kunci mobilku. Kunci kosku yang menggantung di lubang kunci pintu kamar kosku segera aku cabut untuk ku pindah ke lubang kunci baliknya dan aku kunci pintu kosku. Setelah ku masukkan kunci itu di tasku dan baru berjalan beberapa langkah menuju parkiran, aku teringat kalau aku lupa tidak membawa notebook-ku. Perlu diketahui, barang itu benar-benar sangat aku butuhkan untuk mendapatkan duit dari blog-ku. Telah ada 4 perusahaan yang berada dalam bidang IT yang akan siap untuk memasangkan iklan di blog-ku itu. Untuk saat ini, hal itu aku prioritaskan sebagai hal yang utama ketimbang aku harus mengedit data pemasukan di tempatku berkerja yang tentu aku tidak mendapatkan tambahan gaji. Aku harus bijak dalam arti berpikiran pada akalnya untuk mendapatkan solusi yang tepat. Dan aku memilih mengurus blog-ku dengan giat daripada mengerjakan data pemasukan di bank. Terlihat mana yang menghasilkan duit dan tidak yang menghasilkan duit, bukan.
Aku mengendarai mobilku dalam kecepatan biasa saja, karena berbagai alasan yaitu yang jelas aku bukan orang yang ditunggu oleh para pegawai lainnya yang berkerja untuk dapat masuk kantor bank. Selain itu, aku bukan orang yang penting untuk ditunggu kehadirannya di kantor itu. Aku bukan bos, bukan sekretaris bos, dan bukan pembawa kunci berkas-berkas penting atau lemari tempat penyimpanan uang bank kami. Dalam mobil, aku tertawa sendiri membayangkan bagaimana mereka hidup dalam ketidaktenangan batinniah. Mereka selalu khawatir bila pergi kemana-mana, belum khawatir tentang bila ada kesalahan pengeditan data tentang uang, otomastis mereka harus mengganti, belum khawatir jika keluarga mereka mendapatkan masalah. Aku yakin aspek sekuritas dalam diri mereka lebih tebal dan ketat tidak seketat penjagaan sekuritas di bank kami atau setebal dinding pintu penyimpanan uang kami.
Dalam hatiku, tentu aku masih bersyukur mendapatkan pekerjaan yang masih bisa membuatku hidup tenang dan tidak terlalu berat dalam berkerja. Lagian, aku masih hidup membujang dan masih menunggu Mulan pulang dari studi teaternya di Belanda untuk kunikahi. Santai saja, hal itu yang masih kuyakini di umur 27 tahunku saat ini. Biarkan Mulan menempuh gelar teaternya di luar dulu baru aku akan kunikahi.
Tiba-tiba ada telpon dari Anji, sahabatku. Dia mengatakan kalau dia tengah menunggu kelahiran anak ke-duanya di RS Graha Amerta, Surabaya.
“Selamat kalau begitu Nji. Maaf aku belum bisa datang ke sana. Nanti saja jika ultahnya anakmu ini yang tahun pertama, aku pasti datang ke sana untuk melihatnya. hehehe.” responku setelah mendengar kabar tersebut.
“Dasar kamu hanya memikirkan duit-duit dan duit-duit, tiada lain selain duit-duit dan duit-duit.” Balas Anji dengan nada ledekannya.
“Nadamu berbicara sangat lucu untukku. Ya, aku bahkan harus berpura-pura tidak tahu atas maksud apa yang ada dalam perkataanmu itu.” Balasku.
“Tidak ada maksud apa-apa teman. Itu hanya kalimat bermakna undangan agar kamu dapat pulang ke Surabaya untuk melihat anak-anakku. Atau jika tidak bias datang, ya duitmu saja yang kau datangkan sebagai penggantinya. Hahahaha.” Anji terbahak-bahak.
“Oh ini bukan undangan berarti, hanya permohonan sumbangan? Seperti itukah?” balas atas ledekannya.
Setelah selesai menerima telpon itu, tentu aku berfikir jika duit dapat menggantikan kehadiran pemiliknya sesuai perkataan Anji tadi. Aku rasa tidak seperti itu, karena menurutku duit-duit tersebut sangat pantas untuk kuberikan kepadanya, sebagai rasa hormatku kepada mendiang kedua orangtuanya. Aku hidup dengan Anji dan orangtuanya semenjak umur 11 tahun karena kondisi orangtuaku yang tidak memungkinkan untuk hadirnya aku di keluargaku tersebut. Baiklah, sepulang dari kantor aku akan menstranfer duitku ini.
Konsentrasi menyetirku tiba-tiba pecah saat aku melihat amplop besar berwarna coklat di kursi belakang mobilku. Aku benar-benar tidak tahu perihal adanya benda tersebut. Apa itu salah satu berkas yang tertinggal saat mobilku dipakai oleh Pak Adi kemarin. Saat lampu merah menyala, aku coba untuk mengambil amplop tersebut, dan cukup berat ternyata. Tidak ada tulisan apapun maupun keterangan di dua sisi lembar amplop tersebut. Yang bias aku tebak saat itu jika amplop tersebut berisikan berkas yang sangat penting milik pak Adi. Karena kemarin pak Adi meminjam mobilku untuk membeli tiket pesawat ke Bali di bandara Adi Sucipto. Kalau iya.. Belum berhenti aku berfikir, tiba-tiba lampu hijau menyala dan beberapa mobil di belakangku menyalakan klaksonnya secara bergantian dan membuatku kaget hingga melempar amplop tersebut ke belakang dan cepat menjalankan mobilku.
Sesampainya di parkiran kantor bank. Aku sengaja tidak keluar dari mobilku untuk melihat apa yang ada di balik amplop tersebut, karena aku tadi tidak sengaja melemparnya secara tak terarah sewaktu mendapatkan peringatan klakson dari mobil-mobil belakangku. Kucoba untuk menerka apa yang ada dalam amplop tersebut, ku tekan-tekan isinya dan masih bingung dengan isi amplop tersebut. Aku ingin sekali membuka tali pengait amplop tersebut, namun urung kulakukan karena amplop tersebut memang bukan milikku. Tapi setelah aku raba-raba amplop tersebut, ternyata memang ada benda yang menurutku tidak asing lagi buatku, yaitu segepok duit. Setelah ku periksa lebih dalam lagi, ya isinya tidak segepok atau dua gepok, tapi lima sampai enam gepok. Jika ia, mengapa pak Adi meninggalkan secara sembarangan di mobilku ini. Apa benar pak Adi sebodoh itu untuk meninggalkan duit sebanyak itu di mobilku ini. Kalau iya, mengapa tadi malam atau pagi ini dia tidak segera menelponku. Memang benar pak Adi seorang yang kaya raya, namun kehilangan duit sebanyak ini kalau aku ya tentu saja menangis keras dan kebingungan.
Baiknya aku segera menelpon pak Adi perihal masalah ini, karena siapa tahu dia ternyata memang lupa dan jika ini begitu penting, dia bakal kesulitan di Bali saat ini karena lupa membawa amplop ini. Yang jelas dia tidak akan sengaja memberiku duit ini sebagai rasa terimakasihnya kepadaku atas peminjaman mobilku untuk membeli tiket pesawat ke bali. Saat aku ingin menelponnya, tiba-tiba ada panggilan datang dari pak Adi. Tentu aku sangat bahagia karena masalah ini bakal cepet selesai dan dapat segera menyelesaikan urusan blog-ku yang tengah diincar oleh banyak pihak IT Asia.
“Fer. Lagi dimana Fer?” Tanya pak Adi.
“Sudah di kantor bapak. Sedang mengerjakan pekerjaan yang dari bapak berikan kemarin itu.” Tukasku menjawab pertanyaannya.
“Segera cepat selesaikan ya pekerjaan itu Fer, setidaknya besok saya pulang dari Bali harus sudah jadi dan serahkan langsung kepada saya tidak yang lainnya. Ok.” Balas pak Adi.
“Iya, segera saya selesaikan tugas itu pak. Oh iya pak. Apa bapak tidak ketinggalan sesuatu di mobil saya sewaktu bapak meminjamnya untuk membeli tiket ke Bali?” tanyaku padanya.
“Karena saya melihat sebuah amplop besar berwarna coklat di jok belakang mobil saya.” Lanjutku.
“Oh tidak tahu saya mengenai itu, barang bawaan saya beserta berkas-berkas penting sudah saya cek dan tidak ada yang ketinggalan di mobilmu kemarin.” Balas pak Adi.
Setelah menutup pembicaraan dengan pak Adi, kepalaku langsung pusing. Bukan karena adanya beban yang harus menyelesaikan pekerjaan darinya tersebut, melainkan amplop tersebut yang berisikan beberapa gepok duit atau apalah isinya aku capek memikirkannya. Karena pak Adi telah berbicara jika dia tidak tahu menahu tentang adanya duit tersebut. Baiklah saya akan membukanya karena saya sudah tidak tahan dengan masalah ini. Ternyata memang benar isinya enam gepok pecahan duit lima-puluh ribuan. Senang iya karena pak Adi sendiri tidak mengakuinya, bingung iya karena siapa yang memberinya, makhluk halus? Hingga aku terpecah kebingunganku saat itu juga karena melihat kertas yang berisikan tulisan terimakasih tertanda nama Adi Susilo. Nama lengkap pak Adi.
Tapi buat apa terimakasih seharga tiga juta ini. Padahal mobilku bukan ku sewakan kemarin kepadanya. Tentu timbul pikiranku untuk segera menelponnya, padahal dia saat menelponku tadi tidak berbicara atas duit ini. Ada apa tentang duit ini. Ada apa dibalik semua ini. Jelas ada ikan besar di balik semuanya ini. Tidak mungkin dia berbaik hati karena telah kupinjamkan mobil selama tidak lebih dari satengah jam saat dia meminjam kemarin.
Selain tertera nama lengkap pak Adi, juga terdapat sebuah kalimat di balik kertas tersebut. Mungkin tertera nama tujuan pak Adi mengirimkan duit-duit ini. Tapi aku mendapatkan tulisan berbeda dari yang kukira yaitu tulisan: “Tenang Fer, ini hanya permulaan saja. Tentu duit tiga juta ini terlalu sedikit untukmu dan untuk pekerjaan yang sedang kau kerjakan ini. Sisanya aku akan kirim setelah semuanya selesai. Janjiku, Fer.” Pekerjaan apa yang sedang kukerjakan saat ini? Apa yang dia maksudkan semuanya? Pikiranku terus memutar-mutar untuk mencari tahu semuanya. Hingga aku tertuju pada suatu tulisan di lorong tempatku berkerja: “DILARANG KERAS BERKORUPSI DI BANK INI.” Tentu tidak akan seperti itu pak Adi. Dia sebagai kepala bidang Keuangan jelas telah mendapatkan cipratan air dari bank ini. Apa dia mau diguyur air dari bank ini. Apa dia seorang yang ambisius untuk itu? Segera aku telpon pak Adi untuk mengkonfirmasi hal yang baru saja kutemukan. Tapi, ternyata telponnya tidak aktif dan jelas aku merasa bingung atas hal ini.
Aku sedikit merasa sakit kepala sesampainya di tempat dudukku. Aku ambil air putih untuk sedikit menenangkan pikiranku dan membasahi kerongkonganku yang kering akibat shock mendapatkan duit ini. Amplop itu aku masukkan ke dalam laci meja kerjaku yang agak penuh oleh berkas-berkas pekerjaanku. Segera aku menyalakan komputer kantorku dan segera masuk ke Mozilla Firefox untuk segera mengirim ke emailnya pak Adi dan bertanya tentang hal itu. Selesai aku kirim ke emailnya, aku segera mencari file yang berisikan data-data pemasukan di bank ini untuk segera aku kerjakan. Karena saat ini, aku hanya akan fokus untuk mengerjakan pekerjaan yang pak Adi berikan. Agar segera selesai dan aku akan bertanya semua maksud dari semua ini saat aku menyelesaikan pekerjaanku ini kepadanya.
Malamnya, aku menelpon Mulan di Belanda untuk menceritakan semuanya pada hari ini. Karena yang jelas beberapa hariku ke depan bakal terasa lebih berat, dan aku butuh sedikit hiburan untuk itu. Menurutku Mulan bukanlah tempat sampah saat ku mempunyai masalah, tapi dia seorang teman yang bisa di ajak ngobrol dengan senang hati.
“Cepat pulang hai kekasih yang jauh di sana” kalimat pembukaku kepadanya.
“Hmm.. anda menyuruh saya cepat pulang untuk apa? Saya masih betah di sini untuk sengaja membuat anda benar-benar kangen terhadap saya.” Balasnya.
“Ya saya perintahkan anda untuk segera pulang, karena saya telah memesan gaun berwarna ungu beserta tempat tujuan berbulan madu ke Singapore.” Tukasku kepadanya.
“Hahaha… kamu sok romantis, cungkring. Tenang saja, 2 bulan ini laporan akhirku segera di verifikasi untuk proses lulusanku di sini. Apalagi aku telah tampil menjadi sutradara pertunjukanku di daerah Den Haag seminggu lalu.”
“Sebetulnya aku ada 3 pentas lagi di Rotterdam dan di Alkmaar, tapi aku akan mengambil 2 saja di Rotterdam semuanya. Sebentar dulu, mengapa kau tiba-tiba hanya jadi pendengar saja saat aku bicara, gak semestinya kamu jadi pendiam begini. Ada problemkah?” Tanya Mulan.
“Maaf, aku harus tidak seperti biasanya, karena iya memang ada problem di hari ini. Dan aku harus bercerita kepadamu.” Jawabku.
“Aku mendapatkan duit dari atasanku, namun dia saat kutanyai tidak mengakuinya. Dia hanya menyuruhku untuk segera menyelesaikan pekerjaan yang dia berikan kepadaku. Memang pekerjaan itu dapat mengarah ke arah korupsi, namun aku yakinkan padamu aku tidak akan melakukan pekerjaan seperti itu.” Lanjutku kepadanya.
“Berdoalah kepadaNya, cungkring. Aku yakin semuanya akan terlihat dengan jelas di beberapa hari ke depan. Yakinlah tentang itu.” Balasnya.
Setelah aku menutup pembicaraan denganya, aku segera mulai mengerjakan pekerjaan misterius ini. Di meja ini, aku akan mulai berkerja yang tidak tahu perkerjaan yang bertujuan ke arah mana ini akan bermuara. Ditemani oleh beberapa teman seperti biasanya, mulai dari secangkir kopi susu, lampu untuk sedikit menerangkan meja ini dan untuk membatasiku dalam kefokusanku, berkas-berkas berisi data pemasukan bank tempat ku berkerja yang agak berserakan, dan tak lupa bingkai kecil yang berisi mozaik fotoku bersama Mulan. Dalam notebook-ku aku memutar lagu-lagu Muse untuk ikut serta hadir menemaniku seperti penampilan secara live karena aku setting seperti itu suaranya dalam speaker notebook-ku. Seolah Matthew Bellamy hadir meneriakkan lagu mulai Neutron Stars Collision sampai New Born. Yah sedikit semangat dari vokalis ini. Tuts-tuts notebook ini mulai ku tekan secara terus -menerus dan beracak-acakan hingga membentuk suatu tulisan yang jelas isinya, namun tetap saja terus menimbulkan pikiran-pikiran aneh di otakku, karena ketidakjelasan yang mengelilingi pekerjaan yang sedang ke kerjakan sekarang. Sebentar aku melihat ke arah amplop yang ku letakkan di pojok meja ini. Karena letakknya sedikit dibelakangi oleh lampu penerangnya, amplop ini hanya terlihat sedikit saja, tentu warna coklat gelap yang terpantul dalam mataku. Namun aku tetap memaksa untuk melihat benda yang tidak bercahaya terang tersebut dan tengah melihat enam gepok duit tiga juta rupiah di dalamnya. Duit itu memang jelas punyaku, tapi karena apa aku harus mendapatkan duit tersebut. Hanya itu yang kupikirkan tentang duit itu, andai semuanya telah jelas, aku akan segera tabungkan duit-duit tersebut ke rekening bank-ku. Atau sedikitnya akan kupakai untuk membeli kebutuhan-kebutuhan yang kuperlukan saat ini.
Saat hari Senin.
“Maaf pak, saya baru selesai makan siang dengan Wiwit dan Seno di cafeteria. Saya harap tidak ada yang salah dengan laporan yang telah saya kerjakan dan saya letakkan di meja anda tadi pagi.” Ujarku sewaktu menemuinya setelah makan siang.
“Tidak ada yang salah dengan laporanmu. Pokoknya kamu kerjakan sesuai dengan data-data yang saya berikan bukan?”
“Tapi mengapa harus saya yang mengerjakan pak? Bukannya ini pekerjaan sekretaris bapak?” tanyaku balik.
“Anda itu seorang kepala IT di bank ini, apa tidak mengerti tentang data-data yang saya berikan pada waktu itu? Saya maklumi, karena pekerjaan anda di sini tidak seberapa mengerti tentang itu. Mengenai saya mengapa memilih anda adalah karena saya yakin anda orang yang sangat pintar dan tidak perlu dipertanyakan lagi mengenai persoalan IT, bukan?”
Aku mengerutkan dahi mendengar apa yang diujarkannya, mengapa bukan sekretarisnya saja kalau hanya persoalan seperti ini yang perlu dikerjakan. Apa istimewanya aku sehingga orang ini mempercayaiku, masa cuma karena pekerjaanku tidak seberapa berat di bank ini, lalu dia menyuruhku?
“Jujur saja, aku menginginkan anda untuk mengerjakan ini karena pekerjaan ini membutuhkan anda sebagai ahlinya. Dan yang perlu anda ketahui jika pekerjaan ini belum selesai dan anda hanya butuh merubah susunan angka-angka tersebut menjadi nominal yang lebih besar dari data originalnya.”
Aku menjadi shock mendengar perkataan tersebut: “merubah susunan angka-angka tersebut menjadi nominal yang lebih besar dari data originalnya.” Ini tidak sesuai dengan keyakinanku agar hidup bersih dari permasalahan-permaslahan duit tersebut. Menurutku aku sudah hidup berlebihan dan mempunyai duit untuk hidup maupun menikahi Mulan dan melanjutkan kedepannya. Tapi jika aku tidak mempunyai duit sedikitpun mungkin aku tidak memikirkannya juga untuk membuang waktuku. Hingga dia men-deadline aku untuk segera menyerahkan editan tersebut, dan aku hanya terdiam dan mengangguk saja. Bukan untuk mengiyakan suruhannya tersebut, namun untuk segera pergi dari ruang tersebut, ya ruang yang dipenuhi setan-setan yang berkomitmen dan berada di pinggir telinga kami saat berbicara.
Sesampainya di kos aku segera meletakkannya, bukan karena aku malas untuk mengerjakan dua kali atau berapa kali. Tapi aku ingin diam sejenak untuk berpikir bagaimana enaknya agar aku  bisa bebas dari pekerjaan ini. Untuk merubah hal tersebut, maksudku hanya merubah angka dan aku bisa mendapatkan duit milyaran rupiah tiap bulan. Ternyata ini jawaban dari duit-duit dalam amplop coklat tesebut berasal. Ya, aku coba menutup mataku untuk berfikir sejenak sesambil mendengarkan Conspiracy dan Turn It Off-nya Paramore. Aku putar secara berulang-ulang agar menenangkan pikiranku yang hampir terkuasai oleh setan di ruang tersebut. Aku diam, meletakkan pergelangan tangan kananku menutup kedua mataku. Aku hembuskan nafasku untuk membantu menenangkan diri. Tiba-tiba listrik kosku padam, dan menutup mulut Hayley William untuk bernyanyi padaku. Dan aku sangat suka ketenangan seperti ini..

****************

Cahaya matahari kurasakan mencoba membangunkan mataku yang tengah terlelap. Namun mataku akhirnya terbuka juga karena teriakan kedua anakku yang tengah bermain di halaman depan rumahku. Ya, seperti biasanya Dina dan Ibnu bermain pada hari minggu pagi ini di taman, hal itu mereka lakukan jika tidak berjalan-jalan denganku dan istriku namun aku tertidur sangat lelap sehingga tidak memperdulikan mereka. Aku buka mataku yang tidak sepenuhnya terbuka, karena silau matahari. Dasar Mulan. Memang ini yang akan dilakukannya untuk membangunkanku jika aku tertidur lelap di pagi hari. Aku beranjak dari ranjangku dan menuju ke dapur untuk mengambil air putih. Saat aku meneguk segelas air putih ini aku melihat istriku tengah menggerakkan jari-jemarinya ke tuts-tuts notebook-nya. Aku menghampirinya dan memberi kecupan di keningnya.
“Sudah bangunkah dari mimpi indahmu?” tanyanya padaku sambil tetap menatap notebook-nya.
“Bagiku kau yang terindah, kau nyata, bukan mimpiku lagi.” Balasku sambil mendekap kepalanya.
“Penampilan teatermu di Cak Durasim kemarin mendapat sanjungan dari berbagai pihak, dan Kedutaan Besar Belanda akan mengundangmu bermain di sana. Dan aku minta agar kau tidak terlalu emosi menghadapi para pemainmu yang tidak begitu ahli berakting itu. oke..” lanjutku.
“Ah, kemarin hanya aku takut saja, dia terlihat terlalu menyepelekan skripnya. Tapi aku janji padamu agar terlihat lebih sabar menghadapi mereka. Tenang saja.” Balasnya.
“Kejadian itu hadir kembali di mimpiku. Ini terlihat seperti flashback dari masa laluku. Aku tidak tahu makna dari hadirnya mimpi itu lagi.”
Aku menceritakan hal tersebut kepada Mulan, dia beranggapan bahwa itu hanya bunga tidur saja yang setia menemaniku. Toh, mimpi itu tidak menunjukan bahwa aku seorang yang gelap mata dan mau menerima duit-duit panas tersebut saat itu. Karena memang ini sudah tujuh tahun yang lalu dan pantas aku lupakan. Kejadian itu hadir hanya untuk mengingatkanku sebuah memori yang berisikan fenomenaku dalam memutar otak dari ketakutan menjadi kesenangan dan kuterima sampai saat ini. Setidaknya hal itu yang selalu dikatakan Mulan untuk menyenangkanku saat menerima mimpi tersebut.
“Kau sangat pintar, cungkring. Kau seorang yang brilian karena tetap mengerjakan pekerjaan yang pak Adi suruh, namun kau juga secara diam-diam melaporkan hal itu ke pemilik bank tersebut. Jelas saja, pemilik bank tersebut suka dan mewariskan beberapa saham bank-nya kepadamu. Karena jika tidak, maka habislah duit-duit di bank tersebut dan dia akan terkena tuntutan oleh para nasabah di bank tersebut. Saat polisi menyium persoalan tersebut, kau terlihat tenang saja meskipun kau ikut dilaporkan oleh pak Adi. Ya karena pemilik bank tersebut telah membelamu dan kau bebas serta mendapatkan saham atas kepemilikan bank itu. Hingga ya, apa yang kita miliki sekarang, sebuah kondominium, sebuah gedung perusahaan IT-mu, dan gedung teaterku, dan sebuah rumah kecil untuk anak-anak terlantar benar-benar membuatku bangga menikah denganmu.” Mulan berujar sebegitu panjangnya.
Aku mengiyakan saja, karena menurutku Mulan seorang yang tepat dan selalu menuntunku saat tidak berjalan pada jalan yang seharusnya. Selanjutnya, aku akan coba terus membahagiakannya beserta kedua anakku. Janjiku,…

Batasan dan konsep Jenis-jenis Sastra

Sastra Serius merupakan jenis sastra yang mempunyai karya sastra yang tidak berhenti pada gejala permukaan saja, tetapi selalu mencoba memahami secara mendalam dan mendasar suatu masalah, hal ini dengan sendirinya berhubungan dengan kematangan pribadi si sastrawan sebagai seorang intelektual.
-          Sastra Populer merupakan jenis sastra yang biasanya cerita disampaikan dengan gaya emosional. Cerita disusun dengan tujuan meruntuhkan air mata pembaca, akibatnya novel demikian hanya mengungkapkan permukaan kehidupan, dangkal, tanpa pendalaman. Masalah yang dibahas kadang-kadang juga artifisial, tidak hanya dalam kehidupan ini. Isi cerita hanya mungkin terjadi dalam cerita itu sendiri, tidak dalam kehidupan nyata.

-          Sastra Nasional merupakan jenis sastra yang mempunyai karya sastra yang berkembang dan berkebudayaan dalam skala nasional suatu negara.
-          Sastra Daerah merupakan jenis sastra yang mempunyai karya sastra yang berkembang dan berkebudayaan di suatu daerah dan diungkapkan dengan menggunakan atau tidak bahasa daerah.

-          Sastra Mainstream merupakan jenis sastra yang mempunyai karya sastra yang dihadirkan atau mempunyai media penyampaian dalam bentuk baku yaitu penjilidan sebuah buku
-          Sastra Alternatif merupakan jenis sastra yang mempunyai karya sastra yang dihadirkan atau mempunyai media penyampaian dalam bentuk yang berbeda dari bentuk penjilidan sebuah buku seperti koran dan internet.

-          Sastra Konvensional merupakan jenis sastra yang mempunyai karya sastra bertema sesuai kesepakatan bersama yang telah disepakati dalam peraturan suatu kehidupan.
-          Sastra Avant Garde merupakan jenis sastra yang mempunyai karya sastra berperan sebagai evaluator yang akan mengevaluasi suatu peraturan dalam kehidupan beserta kesepakatan-kesepakatan yang telah disepakati.

Mekanisme pertahanan ego tokoh Sri dalam Drama “Sri” (Sample Penelitian KIK)

TOPIK : Psikologi Sastra (Psikoanalisa Sigmund Freud - Mekanisme pertahanan ego)
JUDUL: Mekanisme pertahanan ego tokoh Sri dalam Drama “Sri”
PENDAHULUAN
   Kesan dan kesadaran kita tentang drama sangat khusus. Drama adalah perasaan manusia yang beraksi di depan mata kita. Itu berarti bahwa aksi dari suatu perasaan mendasari keseluruhan drama. Setidaknya hal di atas merupakan alasan menggunakan objek kajian berupa teks drama ini. Apalagi drama “Sumur Tanpa Dasar” merupakan drama penuh dengan aspek psikologis tokoh-tokohnya. Sehingga teori yang digunakan merupakan teori yang meminjam dari ilmu psikologi. Dalam tulisan ini menggunakan teori psikoanalisa milik Sigmund Freud yang sering dipakai oleh banyak sastrawan. Karena memang teori ini dari ilmu psikologi yang mempunyai garis merah dengan ilmu sastra. Teori ini dapat digunakan untuk menelaah sikap-sikap tokoh pada drama tersebut berikut latar belakang atas tindak laku.
Mekanisme pertahahan ego termasuk dalam teori psikoanalisis Sigmund Freud. Timbulnya mekanisme pertahanan ego tersebut, karena adanya kecemasan-kecemasan yang dirasakan individu. Aspek kejiwaan yang diteliti ini merupakan suatu hal yang menarik karena dalam drama tersebut tokoh mempunyai berbagai macam sikap berikut mekanisme-mekanisme pertahanan atas egonya. Hal itu dihidupkan untuk mereduksi ketegangan-ketegangan yang dihadapi sang tokoh Sri. Sehingga penelitian ini bertujuan agar mengingatkan kita kepada perilaku manusia yang mungkin seperti tokoh dalam drama tersebut berikut mekanisme pertahanan yang digunakan jika menghadapi suatu masalah.
LANDASAN TEORI
Teori Psikonalisa Sigmund Freud, psikoanalisis ialah sebuah metode perawatan medis bagi orang-orang yang menderita gangguan syaraf. Psikoanalisis merupakan suatu jenis terapi yang bertujuan untuk mengobati seseorang yang mengalami penyimpangan mental dan syaraf. Teori Mekanisme Pertahanan Ego. Sigmund Freud (dalam Koeswara, 1991:46) sendiri mengartikan mekanisme pertahanan ego sebagai strategi yang digunakan individu untuk mencegah kemunculan terbuka dari dorongan-dorongan id maupun untuk menghadapi tekanan superego atas ego, dengan tujuan agar kecemasan bisa dikurangi atau diredakan, yakni: (1) represi, (2) sublimasi, (3) proyeksi, (4) displacement, (5) rasionalisasi, (6) pembentukan reaksi atau reaksi formasi, (7) melakonkan, (8) nomadisme, dan (9) simpatisme.
METODE PENELITIAN
Pada tahap penelitian data ini, peneliti melakukan beberapa tahap, yaitu:
(1)   membaca dan memahami Drama ‘Sri’ karya Gunawan Mohammad.
(2)   mengidentifikasikan peristiwa atau perilaku tokoh utama yang berhubungan dengan teori psikoanalisis Sigmund Freud, terutama mekanisme pertahanan ego.
(3)   mengklasifikasikan hasil identifikasi sesuai dengan arah penelitian dan menganalisisnya.
(4)   mendeskripsikan hasil analisis berdasarkan rumusan masalah.
(5)   menyimpulkan hasil penelitian.

PEMBAHASAN
Dalam drama tersebut. Sri banyak melakukan mekanisme pertahanan egonya. Hal itu wajar ia lakukan, karena hal itu dapat mengurangi perasaan takut dan kecemasan yang jelas terlihat karena tidak mempunyai anak. Mekanisme pertahanan ego yang ia lakukan meliputi Melakonkan (membiarkan ekspresi keluar), Rasionalisasi (pembelaan diri dengan argumen-argumen), Represi (memendam dan mengakibatkan emosi besar), Simpatisme (meminta nasihat dalam menghadapi tekanan), Proyeksi (menimpahkan kesalahan kepada orang lain), Sublimasi (melakukan hal yang dapat diterima orang lain dalam melawan tekanan), dan Identifikasi (mengimitasi perilaku orang lain).
Dimulai dari bentuk pertahanan Identifikasi, Sri melakukan pertahanan tersebut dengan nyanyian seperti seorang yang mirip ibu menggendong anaknya. Padahal dia saat itu tidak mempunyai anak. Hal itu dilakukan agar mendorong Sri secara emosi untuk mempunyai anak. Selanjutnya bentuk pertahanan Sublimasi, Sri terlihat menyanyikan sebuah lagu atau bersajak dengan isi memohon kepada Tuhan agar diberi anak. Hal itu merupakan hal yang wajar dilakukan oleh seorang ibu yang tidak mempunyai anak untuk menekan balik tekanan untuk memiliki anak. Selanjutnya bentuk pertahanan Proyeksi, bentuk pertahanan ini merupakan bentuk pertahanan yang sangat merugikan orang lain sebagai pengalihan kesalahan. Pada saat Sri berbicara dengan Wening, Sri menyalahkan ibu-ibu yang beranggapan kalau anak hanya membuat susah. Sri sangat menolak keras pernyataan tersebut dan menyalahkan balik bahwa ibu-ibu tersebut merupakan ibu yang lemah. Hal itu dilakukan untuk menutupi kelemahan Sri yang sejatinya tidak mempunyai anak. Untuk selanjutnya, proyeksi hadir pada diri Sri tertuju untuk Bondan, suaminya. Saat bertemu dengan Nyi Ladrang maupun Perempuan Tua, Sri cenderung menyalahkan Bondan sebagai kesalahan puncak atas hal tidak mempunyai anak. Padahal masalah tersebut tidak hanya Bondan yang salah dan seharusnya Sri tidak menyalahkan Bondan seutuhnya.
Selanjutnya beralih pada bentuk pertahanan Simpatisme dan Represi. Bentuk pertahanan Simpatisme merupakan bentuk yang dilakukan Sri dengan meminta nasihat kepada orang lain, dalam hal ini orang yang lebih tua menjadi sasaran atas bentuk pertahanan ini. Masalah Sri tentang tidak mempunyai anak segera dihilangkan kadar tekanannya oleh Sri. Dalam hal ini, tokoh Perempuan Tua dan Nyi Ladrang adalah tokoh yang ditanyai oleh Sri untuk mencari tahu mengapa dirinya tidak bisa mempunyai anak dan meminta tolong bagaimana jalan keluarnya. Selanjutnya bentuk pertahanan represi, bentuk pertahanan ini dilakukan oleh Sri saat bertemu dengan orang-orang yang sedikit menyinggung persoalan anak dalam keluarganya. Sri melakukan ini untuk memendam amarahnya. Lebih-lebih bertemu dengan Bondan, suaminya. Terlihat saat Bondan tiba-tiba muncul ketika Sri pura-pura menggendong anak. Namun Sri menggunakan Represi untuk tidak memancing amarahnya serta melanjutkan dengan bicara topik lainnya. Terlihat saat Sri bertemu dengan Damar, ketika Damar mengira bahwa barang bawaan Sri untuk anak Sri. Sri saat itu menolak jika ini untuk anaknya, tetapi Damar mengalihkan pembicaraannya dengan menyuruh Sri agar bersabar dan menjadikan contoh Wening sebagai dorongan terhadap anaknya. Namun Sri hanya meng-iya-kan saja.

Wahdatul Wujud ala Syekh Siti Jenar dalam drama Syekh Siti Jenar Babad Geger Pengging

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Setiap masyarakat bahasa, setiap suku, atau kelompok tertentu sering memiliki spesifikasi di bidang kesastraan. karya sastra merupakan bangunan bahasa yang didasarkan pada konvensi tertentu. Dari konvensi itu timbulah jenis sastra yang beraneka ragam, yang di antara keanekaragaman jenis sastra itu terdapatlah sastra sufi, yang merupakan bagian dari sastra keagamaan.
Istilah sufi berasal darl bahasa Arab dengan arti menunjuk kepada pelakunya, yaitu orang yang melakukan kegiatan tasawuf. Sedangkan mistik dapat berarti ‘batin’, ‘gaib’, dan dalam perkembangan selanjutnya, dapat disamaartikan dengan tasawuf. Bertolak dari pemakaian katanya, sastra sufi menuntut adanya relevansi penulis dengan hasil karyanya, sedangkan sastra mistik dapat hanya berorientasi kepada hasil karyanya, tanpa ada konsekuensi bahwa si penulis harus sebagai pelaku kegiatan mistik atau "mistikus"?. Dalam "pembukaan" Adam Makrifatnya Danarto terdapat pengakuan dari penulis bahwa sesuatu karya dapat saja bertentangan seratus persen dengan kemauan penulisnya (1982:9). Kecuali itu, sastra sufi lebih bersifat khusus, sedangkan sastra mistik bersifat umum, karena istilah sufi menunjukkan aktivitas kerohanian yang dilakukan oleh orang yang beragama Islam, sedangkan istilah mistik berhubungan dengan aktivitas kerohanian yang dilakukan tidak terbatas pada kalangan orang Islam saja melainkan juga dilaksanakan oleh orang-orang yang beragama Nasrani, Hindu, Budha, dan sebagainya.
Menurut Hamka, tasawuf adalah pembersihan jiwa dari pengaruh benda dan alam, agar lebih mudah untuk mendekat kepada Allah (Hamka,1952: 77). Abul Qasim Qusairy mengatakan bahwa tasawuf adalah penerapan secara konsekuen terhadap ajaran Al Qur’an dan Sunah Nabi berjuang untuk mengendalikan hawa nafsu, menjauhi perbuatan bid’ah, dan tidak meringan-ringankan ibadah (Asjwadie Sjukur,1978: 7). Al-Ghazali mengatakan bahwa tasawuf adalah memakan yang halal, mengikuti akhlak, perbuatan dan perintah rasul yang tercantum di dalam sunahnya. Berdasar definisi-definisi di atas dapatlah disimpulkan bahwa arti taswuf adalah suatu usaha pendekatan diri kepada Allah secara bersungguh-sungguh berdasarkan Al Qur’an dan Hadis. Cara pendekatan yang ditempuh adalah dengan membersihkan diri dari segala dosa dan perbuatan tercela, serta menghiasi perbuatannya itu dengan budi pekerti yang terpuji, kadang-kadang jalan yang ditempuhnya dengan cara hidup sederhana dan menghindarkan diri dari tempat-tempat yang ramai agar dapat dengan mudah berkomunikasi terhadap Allah.
Fenomena Syekh Siti Jenar merupakan salah satu peristiwa yang masih diperdebatkan di kalangan ilmuwan saat ini. Konsep tasawufnya tentu sangat mengagetkan banyak orang tentang hidup-mati dan manunggaling kawula gusti. Hadir dalam teks drama yang berjudul ‘Syekh Siti Jenar Babad Geger Pengging’ karya Saini K.M. Bentuk drama mempunyai dialog yang berperan untuk menjelaskan watak dan perasaan tokoh dalam drama itu. Dengan adanya dialog maka tergambar bagaimana watak, atau sikap serta perasaan tokoh. Seorang tokoh yang keras kepala terlihat dari bagaimana ia berbahasa dan bertutur dengan orang lain, begitu juga terlihat ketika ada tokoh melankolik dari caranya berbicara dengan orang lain. Seperti pada lakon drama ini yang kami telaah perwatakan tokohnya dari segi psikologis dan sosiologisnya terhadap lingkungan sekitarnya.
Rumusan Masalah
Dalam menganalisis sebuah karya sastra, tentunya penulis selaku pelaku analisis akan dihadapkan dengan berbagai masalah akan penafsiran yang ada pada suatu karya sastra yang dalam hal ini adalah drama “Syekh Siti Jenar Babad Geger Pengging” karya Saini K.M. Oleh karena itu, dalam menganalisis penulis tentunya akan berhadapan dengan masalah-masalah mengenai pemaknaan dan penafsiran tasawuf naskah drama “Syekh Siti Jenar Babad Geger Pengging” karya Saini K.M. Adapun masalah yang akan dibahas oleh penulis dalam makalah ini adalah:
-          Corak ajaran tasawuf yang terlihat di naskah drama tersebut, dan cenderung mengacu pada salah satu ajaran Al-Hallaj.

Tujuan
Alasan-alasan yang telah dikemukakan pada latar belakang merupakan faktor pendorong dibuatnya makalah ini dan setelah mengungkapkan masalah dalam makalah ini, maka tentunya penulis memiliki tujuan yang ingin dicapai dalam membuat makalah ini. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam yakni terdapat masalah, maka sehubungan dengan itu penulis ingin menyelesaikan masalah tersebut. Adapun tujuannya adalah sebegai berikut:
-    Untuk mengetahui Corak ajaran tasawuf yang terlihat di naskah drama tersebut, dan cenderung mengacu pada salah satu ajaran Al-Hallaj.
PEMBAHASAN
Dalam teks drama ini tentu terdapat banyak tanda-tanda yang menghiasinya. Dalam tanda-tanda tersebut tentu terdapat muatan-muatan makna yang di dalamnya saling berorganisasi dan bertujuan yang sama, yaitu menyajikan kesan-kesan ilmiah dalam kesusastraan religi Indonesia. Syekh Siti Jenar merupakan tokoh sufi yang hadir dalam drama ini dan mengeluarkan pernyataan-pernyataan simbolisnya terkait dengan sufisme yang dianutnya. Karena memang sejatinya, karya sastra sufi terkenal akan alegori-alegori yang hadir untuk membuat para pembacanya menjadi mengerti tentang hakikat mencintai Tuhan
Maka dari itu, dalam menanggapi persoalan tanda-tanda tersebut, penggunaan teori semiotik dari Ferdinand De Saussure yang digunakan. Ahli bahasa ini tentu mempunyai konsep semiotik yang terkenal dengan petanda dan penandanya. Konsep tersebut merupakan konsep yang memetakan antara hubungan sistem bunyi/lambang dengan aspek semantis/acuan makna.
Ferdinand de Saussure mengemukakan teori bahwa setiap tanda atau tanda linguistik dibentuk oleh dua buah komponen yang tidak terpisahkan, yaitu komponen penanda dan komponen petanda. Yang dimaksud dengan penanda adalah citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam pikiran. Sedangkan petanda adalah pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran. Selanjutnya, ada yang menyamakan signe itu sama dengan kata; petanda sama dengan ‘makna’; dan penanda sama dengan bunyi bahasa dalam bentuk urutan fonem-fonem tertentu. Hubungan antara penanda dengan petanda sangat erat, karena keduanya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Dalam drama ini terdapat pernyataan-pernyataan yang sekiranya menurut masyarakat muslim pada umumnya sangatlah memalukan, namun tentu apa yang dikatakan pada lakon drama ini bukanlah tanpa arti. Makna peribadatan Syekh Siti Jenar tentu terlihat dalam lakon drama ini. Yaitu peribadatan yang memabukkan sehingga tidak menyadarkan dirinya dan pasti berada di antara dosa dan pahala.
Pernyataan-pernyataan itu yaitu:
S.S. Jenar: Berbahagialah yang mati, karena mereka kembali ke hadirat Tuhan, busa yang terombang-ambing di angin kembali pada samudera.
Santri 1: Kasihan mereka yang hidup Sunan.
S.S. Jenar: Tak ada derita bagi mereka yang tawakal                    (1986:3)

Dari percakapan antara Syekh Siti Jenar dan santrinya saat dalam keadaan melihat para warga masyarakat lalu-lalang dalam kebingungan dan tak lepas dari kesedihan para masyarakatnya. Secara keseluruhan, percakapan tersebut merupakan penanda atau lambang. Syekh Siti Jenar mengucapkan “Berbahagialah yang mati, karena mereka kembali ke hadirat Tuhan”. Hal tersebut mengindikasikan jika manusia yang mati mendapatkan kebahagiaan karena dapat kembali ke rumah Tuhan dengan nyaman dan telah bebas dalam membuat dosa. Selama hidup di dunia, manusia pasti dan selalu membuat dosa. Ketika telah meninggalkan dunia, dia berada di akhirat dan tidak akan berbuat dosa lagi, melainkan menmbus dosa-dosa yang dibuat selama hidup di dunia. Syekh Siti Jenar memaksudkan “bahagia” yaitu pada hidup setelah kematian karena tidak lagi berbuat dosa.
Selanjutnya Syekh Siti Jenar menyampaikan “busa yang terombang-ambing di angin kembali pada samudera”. Hal ini merupakan penanda. Petanda yang dimaksud yaitu berupa acuan yaitu lambang simbolis yang mengindikasikan manusia yang diibaratkan sebuah busa yang kecil tengah berombang-ambing oleh angin. Berombang-ambing oleh angin yaitu di pengaruhi oleh banyak hal selama hidup di dunia, tanpa tujuan dan arah. Hingga kembali pada samudra yang dimaksud yaitu dalam skala lebih besar manusia yaitu Tuhan.
Selanjutnya, sang santri mencoba menanggapi pernyataan Syekh Siti Jenar dengan kesimpulan yaitu jika bahagia yang telah mati, maka yang masih hidup kasihan. Pernyataan simbolis santrinya tersebut untuk menyimpulkan pernyataan gurunya mengenai kebahagiaan saat manusia meninggal. Karena hidup di dunia ini hidup yang penuh dengan berbuat dosa. Maka dari itu, manusia yang masih hdiup merupakan manusia yang berkesedihan akan dosa-dosa. Namun sang guru segera memperbaiki pernyataan muridnya yaitu dengan menyatakan hidup yang bertawakkal tidak akan membuat kita menjadi menderita karena dosa-dosa. Hal tersebut juga sangat berguna karena selama kita masih hidup dan selalu tawakkal kita akan menjemput kematian dengan tenang dan tersenyum karena terbebas dari penebusan dosa dan mendapatkan penebusan atas pahala-pahala yang manusia lakukan saat masih hidup di dunia ini.
S.S. Jenar: Betapa rapuh air ketika bernama gelembung, tanpa arah di angkasa diterbangkan angin. Betapa terbatas dan fana air ketika ia bernama percik dan tidak bernama samudera.
Betapa rapuh engkau ketika kau bernama manusia dan terlunta-lunta di muka bumi, betapa hina ketika kau bernama mahluk dan bukan khalik.
Betapa kecil dan menderita engkau ketika kau bernama Siti Jenar dan tidak bernama Tuhan dan lupa bahwa tiada batas antara kau dan Aku, antara aku dan Kau, antara Kau dan aku.
Karena tiada engkau kecuali Aku. Kecuali Engkau kecuali Aku, kecuali Engkau, kecuali aku. Lailahailallah, Lailahailallah, Lailahailallah.                                                              (1986: 7)

Dari penanda tersebut, dapat disimpulkan bahwa petandanya mengindikasikan sebuah manifestasi dari Syekh Siti Jenar yang sangat alegoris dalam perkataannya. Syekh Siti Jenar mengibaratkan dirinya sebagai hal yang sangat kecil dalam bentuknya, seperti gelembung air yang tentu sangat mudah untuk dapat diterbangkan ke mana saja. Seperti dirinya dapat dipengaruhi oleh berbagai hal yang tentu pula dapat merubah dirinya menjadi sesuatu yang lain dari sifat lahiriahnya. Selanjutnya ia dipercaya sebagai suatu hal yang sangat perlu dikasihani karena bukan merupakan suatu yang dominan dan dianggap pemegang kuasa.
“Betapa rapuh engkau ketika kau bernama manusia dan terlunta-lunta di muka bumi, betapa hina ketika kau bernama mahluk dan bukan khalik”. Penanda tersebut merupakan petanda karena manusia memang rapuh dan sangat tidak terkontrol hidupnya selama hidup di muka bumi ini. Seolah dia sangat membutuhkan nama Sang Khalik sebagai pemilik kuasa atas dirinya sendiri.
Pernyataan di atas tentu sangat berguna bagi kemoralan manusia. Karena nama kita hanya sebagai sebuah manifestasi kehidupan. Untuk skala pemegang kuasa luar tertentu. Manusia diharapkan menjadi sebuah daging yang berisi dalam terjemahan pahala. Maka dari itu, Syekh Siti Jenar terkena dosa-dosa alamiah karena mencoba menjadi sesuatu yang sejati dan Maha ideal. Seolah tiada batas antara Syekh Siti Jenar dengan Tuhan. Sehingga muncul anggapan bahwa Syekh Siti Jenar menganggap dirinya pada Tuhan sebagai hidup dan matinya.
Wujud Aku bersama aku, tetapi juga terpisah dengan aku. Sifat-sifat-Nya menyusup dalam aku. (Sudardi, 2003:103). Ajaran Syekh Siti Jenar terdapat suatu ajaran yang  menggemparkan yaitu: Dalam diri manusia ada Aku yang sejati yang dianggap sebagai Tuhan sejati. (Sudardi, 2003: 104). Dari dua kutipan tersebut, dapat disimpulkan jika Syekh Siti Jenar memang ingin benar-benar menerapkan konsep Manunggaling Kawula Gusti. Maksud “Aku” yaitu merujuk pada Tuhan. Karena ajaran tasawufnya menjadikan dirinya menjadi satu padu dengan Tuhan sebagai pemilik kuasa dirinya.
S. S. Jenar: Benar, kalau yang dimaksud adalah sembahyang biasa, sembahyang lahiriah. Tidak benar, kalau yang dimaksud adalah upaya yang terus menerus menjelmakan sifat-sifat ilahi yang ada pada diri kita. Rakyat Pengging melakukan sembahyang yang kedua ini, sembahyang rohaniah dan jasmaniah. Mereka senantias bertanya pada diri mereka setiap kali mereka akan melakukan sesuatu, apakah perbuatan mereka merupakan penjelmaan dari sifat keilahian yang ada pada diri mereka? Kiranya jelas sembahyang yang demikian itu tidak mengenal waktu.                      (1986: 28)

Penanda tersebut merupakan pernyataan yang dikeluarkan saat Sunan Giri bertanya kepada Syekh Siti Jenar tentang perihal rakyat Pengging yang telah meninggalkan sholat / sembahyang. Jadi petanda menurut Syekh Siti Jenar sesuai pernyataan tersebut, dia mengajarkan untuk mengganggap tidak penting terhadap sholat lima waktu, karena menurutnya sholat tidak mengenal waktu dan boleh kapan saja saat manusia mempunyai waktu luang. Dia juga tidak perlu melakukan sholat lima waktu seperti biasanya, karena terlalu duniawi, dia menginginkan sholat yang menjelmakan sifat-sifat ilahi pada dirinya.
Tuntunan agama Islam tidak perlu lagi karena dalam Aku sejati tersebut tidak ada yang disembah dan menyembah. Aku adalah Tuhan yang mempunyai 20 sifat. (Sudardi, 2003: 104). Kutipan tesebut menunjukan bahwa Syekh Siti Jenar tidak ingin melakukan bentuk penyembahan kepada Tuhan, karena dia menganggap Tuhan telah ada dalam dirinya. Jadi tidak perlu diadakan bentuk penyembahan dalam bentuk sholat atau sembahyang seperti  biasanya, karena akan tercipta ketidakbergunaan dan pembuangan waktu untuk yang tidak perlu.
KESIMPULAN
Dari uraian atau pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan sesuai dengan tujuan makalah ini yaitu corak tasawuf yang muncul dalam drama / lakon Syekh Siti Jenar Babad Geger Pengging merupakan salah satu dari ajaran Al Hallaj yaitu Wahdatul Wujud. Ajaran tasawuf tersebut yaitu ajaran yang menginginkan manusia menjadi satu wujud dengan Tuhan dalam diri manusia itu.
Sesuai dengan ajaran yang dapat diambil dari Syekh Siti Jenar pada lakon tersebut yaitu: Dalam diri manusia ada Aku yang sejati yang dianggap sebagai Tuhan sejati dan tuntunan agama Islam tidak perlu lagi karena dalam Aku sejati tersebut tidak ada yang disembah dan menyembah. Aku adalah Tuhan yang mempunyai 20 sifat. Tuhan telah bersemayam dalam diri setiap manusia, Tuhan disebut sebagai Aku sejati. Sehingga tidak perlu melakukan perintah wali sanga untuk sholat dan lain-lain. Ada satu hal lagi yang dapat dikemukakan yaitu hidup di dunia ini adalah kematian, tujuan utamanya ialah mencapai kehidupan dengan Aku sejati. Jadi tidak perlu kita sebagai manusia mencari hidup yang senang dan nyaman, karena kehidupan yang mempunyai kesenangan sejati yaitu saat kehidupan bersama Tuhan setelah manusia meninggal. Menurutnya, raga ini hanya sebuah bangkai yang tidak berarti dan akan berarti jika manusia meninggalkan hidup ini.

Daftar Pustaka
- Aminuddin. 1988. Semantik. Pengantar tentang Studi Makna. Bandung: Sinar Baru.
- K.M, Saini. 1986. Syekh Siti Jenar. Babad Geger Pengging. Bandung.
- Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
- Salam, Aprinus. 2004. Oposisi Sastra Sufi. Yogyakarta: LKiS
- Sudardi, Beni. 2003. Sastra Sufistik. Internalisasi Ajaran-ajaran Sufi dalam Sastra Indonesia. Surakarta: PT. Tiga Serangkai.
- W.M, Abdul Hadi. 1999. Kembali ke Akar Kembali ke Sumur. Esai-Esai Sastra Profetik dan Sufistik. Jakarta: Pustaka Firdaus.

Fakta Sosial-Religi dalam Drama “Sebelum Sembahyang” Analisis Sosilogi Sastra

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Karya sastra adalah sebuah hasil ciptaan manusia yang mengandung nilai keindahan yang tinggi karena semua bentuk dari karya sastra dibuat berdasarkan dengan hati dan pemikiran yang jernih. Dengan kata lain karya sastra adalah cerminan dari hati seseorang dalam hal ini pengarang. Sehingga dalam memaknai suatu karya sastra memerlukan banyak pertimbangan dalam menentukan apa maksud dan tujuan dari karya sastra ini. Dengan kata lain bahwa suatu karya sastra adalah dunia kemungkinan, jadi jika pembaca berhadapan dengan sebuah karya sastra, maka pembaca akan dihadapkan dengan banyak kemungkinan atas suatu penafsiran.
Secara utuh karya sastra terbagi atas tiga macam, yakni puisi, prosa dan drama. Ketiga jenis karya sastra tersebut memiliki bentuk yang berbeda-beda, namun ketiganya juga memiliki kesamaan yang tidak bisa terpisahkan, yakni sama-sama memiliki makna yang terpendam jauh di dalam sehingga tidak tampak jelas jika kita melihatnya secara kasat mata, kasat mata yang dimaksud adalah cara memaknai sebuah karya sastra tanpa mengacu pada sebuah pendekatan atau teori-teori sastra.
Oleh karena itu, untuk memaknai sebuah karya sastra tentunya harus digunakan dan mengacu pada sebuah pendekatan, ibaratnya jika ingin memotong sesuatu tentunya kita harus menggunakan alat pemotong bukan alat transportasi.
 Dalam makalah singkat ini akan dianalisis sebuah karya sastra yang berjenis drama. Dan drama yang akan dianalisis adalah drama yang berjudul “Sebelum Sembahyang” karya Kecuk Ismadi C.R. Adapun pendekatan yang akan digunakan adalah penulis akan menggunakan sebuah pendekatan yang disebut pendekatan sosiologi sastra dan untuk lebih mendetailkan hasil analisis, penulis akan menggunakan pendekatan sosiologi sastra yang mengacu pada sosiologi karya sastra.
Menurut Wellek dan Warren (1993: 111), salah satu pendekatan sosiologi sastra yaitu sosiologi karya sastra: yakni mempermasalahkan tentang suatu karya sastra; yang menjadi pokok telaah adalah tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan atau  amanat yang hendak disampaikannya;
Diharapkan dari hasil analisis ini akan tercipta sebuah literatur yang bisa berguna bagi pembaca nantinya mengenai pendekatan sosiologi dan menambah pengetahuan bagi pembaca makalah ini nantinya.
B.  Rumusan Masalah
Dalam menganalisis sebuah karya sastra, tentunya penulis selaku pelaku analisis akan dihadapkan dengan berbagai masalah akan penafsiran yang ada pada suatu karya sastra yang dalam hal ini adalah drama “Sebelum Sembahyang” karya Kecuk Ismadi C.R. Oleh karena itu, dalam menganalisis penulis tentunya akan berhadapan dengan masalah-masalah mengenai pemaknaan dan penafsiran naskah drama “Sebelum Sembahyang” karya Kecuk Ismadi C.R. Adapun masalah yang akan dibahas oleh penulis dalam makalah ini adalah:
  1. Menentukan konflik sosial yang terdapat dalam naskah drama “Sebelum Sembahyang” karya Kecuk Ismadi?
  2. Menentukan apakah hubungan antara konflik yang terdapat dalam naskah dengan kenyataan dalam masyarakat?
C.  Tujuan
Alasan-alasan yang telah dikemukakan pada latar belakang merupakan faktor pendorong dibuatnya makalah ini dan setelah mengungkapkan masalah dalam makalah ini, maka tentunya penulis memiliki tujuan yang ingin dicapai dalam membuat makalah ini. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam poin B yakni terdapat masalah, maka sehubungan dengan itu penulis ingin menyelesaikan masalah tersebut. Adapun tujuannya adalah sebegai berikut:
  1. Untuk mengetahui konflik yang terdapat dalam naskah drama, dalam hal ini masalah yang diangkat oleh pengarang untuk disampaikan pada pembaca.
  2. Untuk menentukan hubungan atau korelasi antara konflik dengan kenyataan yang ada dalam kehidupan.
D. Manfaat
Adapun dalam membuat suatu hasil analisis dalam hal ini menganalisis suatu karya sastra  tentunya secara otomatis memiliki manfaat yang akan didapat, baik itu untuk penulis maupun untuk pembaca makalah ini nantinya. Manfaat yang akan didapat setelah pembuatan makalah ini, yakni:
  1. Dengan diketahuinya konflik yang terdapat dalam naskah drama, maka kita sebagai pembaca tentunya akan mendapat cerminan diri dari naskah drama ini dan akan membuat kita untuk melakukan introspeksi terhadap diri sendiri.
  2. Setelah mengetahui hubungan yang terdapat antara konflik yang terdapat dalam drama, maka sebagai pembaca kita akan mengetahui maksud dan tujuan dari pengarang dalam membuat naskah tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Konflik Sosial Dalam Naskah Drama “Sebelum Sembahyang” Karya Kecuk Ismadi C.R
Setelah membaca dengan teliti naskah drama “Sebelum Sembahyang” karya Kecuk Ismadi C.R, maka kita dapat menentukan konflik yang terdapat dalam naskah drama tersebut. Konflik yang terdapat dalam drama “Sebelum Sembahyang” karya Kecuk Ismadi C.R adalah mengangkat tentang konflik sosial yang membahas tentang kehidupan religi masyarakat yang dalam naskah drama ini diperankan oleh empat orang pencopet. Dalam naskah drama “Sebelum Sembahyang” karya Kecuk Ismadi C.R dikisahkan tentang empat orang pencopet yang jarang sekali mendengar adzan, malahan salah satu dari mereka ada yang belum pernah mendengar adzan sama sekali. Ini dikarenakan mereka selalu hidup di lingkungan yang sangat buruk dan jauh dari kehidupan agama. Hal ini tergambar dalam dialog antara pencopet, yakni sebagai berikut:
Copet III: Suara apa itu?
Copet II : Suara orang adzan.
Copet I  : Apa? Suara orang edan?
Copet II : Adzan, Goblok!
            Dari dialog di atas terdapat gambaran bahwa ketiga orang ini sama sekali jauh dari agama, sehingga suara adzan sama sekali tidak dikenal oleh salah satu dari mereka. Selain itu, keempat orang ini yang juga pencopet yang selalu berbuat kriminal dengan melakukan penodongan tanpa peduli siapa yang ditodong walaupun si korbannya adalah seorang wanita sekalipun. Hal ini dimunculkan dalam naskah dengan adegan penodongan yang mereka lakukan pada sorang wanita yang hendak ke mesjid untuk melaksanakan shalat. Lebih parahnya lagi mereka memiliki niat yang lebih buruk. Tidak cuma mencopet dan mengambil barang-barang milik perempuan tersebut, mereka juga memiliki niat untuk memperkosa wanita tersebut. Hal ini terdapat dalam dialog dalam drama  yaitu sebagai berikut:
Copet I :   Sudah, sudah perkara sepele saja diributkan. Kan sekarang ada perkara yang lebih menarik dan menguntungkan. Tuh, tuh lihat dia mau pergi. Heh, heh mau pergi ke mana, nih. Ayo, Kawan. Kita gasak dia. Kita preteli perhiasannya. Kita perkosa orangnya. (Tiba-tiba datang seorang kiai).
Dari dialog di atas nampak dengan jelas bahwa keempat pencopet ini adalah orang-orang yang buruk dalam bersosialisasi dan sangat kurang ajar. Hal ini dikarenakan kehidupan mereka telah terjerumus dalam lembah kenistaan, mereka tidak lagi mengenal Tuhan sehingga membuat mereka tidak ditanggung-tanggung untuk melakukan perbuatan dosa yang sebenarnya adalah dosa yang sangat besar. Namun, di samping sifat-sifat jahat dan nakal yang mereka miliki, mereka ternyata masih memiliki sifat baik dan mau bertobat. Hal ini tergambar dalam dialog mereka dengan tokoh Kiai yang telah berhasil mengalahkan mereka pada saat si Kiai menolong wanita tersebut. Adapun dialog tersebut adalah sebagai berikut:
Copet II :   Kawan-kawan alangkah baiknya tawaran Pak Kiai. Kita telah ditaklukkannya. Dan jadi berandal pun lama-lama bosan juga. Pikiran selalu tidak tenang dan khawatir. Oh, aku jadi ingat sebuah nasihat.
“Bahwa Tuhan tidak akan mengubah nasib seseorang jika orang itu sendiri tidak mau mengubah”. Betul begitu bukan, Pak Kiai?
Dari dialog di atas dapat disimpulkan  bahwa sebenarnya keempat pencopet ini adalah orang-orang yang masih mempunyai akal dan kesadaran layaknya manusia. Yang terjadi dalam diri mereka hanyalah suatu kehilafan yang  mereka sendiri tidak menyadarinya.
Dari segi sosiologi, perilaku tersebut merupakan perilaku menyimpang dalam dunia sosial yang menyangkut kehidupan masyarakat banyak. Dalam arti konflik yang disebabkan oleh para pencopet merupakan perilaku yang mengganggu kehidupan orang banyak di lingkungan pencopet tersebut. Menurut Budirahayu dalam Narwoko dan Suyanto (2004), perilaku menyimpang mempunyai dua definisi, yaitu definisi objektif dan definisi subjektif. Definisi objektif yaitu perilaku menyimpang diartikan sebagai perilaku dari para warga masyarakat yang dianggap tidak sesuai dengan dengan kebiasaan, tata aturan atau norma sosial yang berlaku. Sedangkan definisi subjektif mengacu pada aggapan besar masyarakat (minimal di suatu kelompok atau komunitas tertentu) perilaku atau tindakan tersebut di luar kebiasaan, tata aturan, adat istiadat, nilai-nilai, atau norma sosial yang berlaku.
Dari penjelasan di atas, para pencopet tersebut melakukan perilaku menyimpang menurut definisi objektif maupun definisi subjektif. Secara objektif, perbuatan yang mereka lakukan yaitu perbuatan yang memang melanggar norma yang sudah ada, tata aturan yang tentu telah dikomunikasikan dan disosialisasikan kepada masyarakat pada umumnya. Sedangkan secara subjektif, perilaku menyimpang mereka ditentukan bersalah oleh masyarakat yang memang memegang kontrol kendali penuh terhadap nilai sosial di lingkungan tersebut seperti tokoh Kiai dalam cerita tersebut.
Selanjutnya, perilaku menyimpang tersebut digolongkan dalam perilaku menyimpang yang berupa tindakan-tindakan kriminal. Menurut Budiyanti (2004), Tindakan kriminal yaitu tindakan yang nyata-nyata telah melanggar aturan-aturan hukum tertulis dan mengancam jiwa atau keselamatan orang lain. Tindakan kriminal yang sering kita temui itu misalnya: pencurian, perampokan, pembunuhan, korupsi, perkosaan, dan berbagai bentuk tindak kejahatan lainnya, baik yang tercatat di kepolisian maupun yang tidak karena tidak dilaporkan oleh masyarakat, tetapi nyata-nyata mengancam ketentraman masyarakat. Para pencopet tersebut dalam drama “Sebelum Sembahyang” telah nyata-nyata melanggar aturan hukum tertulis pada peraturan keamanan yaitu mengancam jiwa seorang wanita yang akan hendak pergi ke masjid. Tindakan yang dilakukan para pencopet tersebut yaitu perampokan dan perkosaan meskipun hal itu belum terjadi, namun para pencopet tersebut telah meresahkan ketentraman masyarakat.
B.     Hubungan Konflik Sosial Dengan Kenyataan Dalam Kehidupan
Menurut Ian Watt, telaah suatu karya sastra salah satunya yaitu sastra sebagai cermin masyarakat, yang ditelaah adalah sampai sejauh mana sastra dianggap sebagai pencerminan keadaan masyarakat. Sehingga drama di atas merupakan fenomena-fenomena yang mencerminkan kejadian yang sesungguhnya dan terjadi di kehidupan masyarakat. Mungkin memang tidak sama persis seperti fenomena yang terjadi di masyarakat. Hal itu disebabkan karena penciptaan karya sastra yang mengacu pada kehidupan masyarakat tentu diciptakan dengan dibumbui seni-seni dalam berkarya agar lebih mengena pada dunia pembaca sebagai kritik sosial atau lainnya.
Fenomena perilaku menyimpang dalam kehidupan bermasyarakat memang menarik untuk dibicarakan. Sisi yang menarik bukan saja karena pemberitaan tentang berbagai perilaku manusia yang ganjil itu dapat mendongkrak rating media massa dan media elektronik, tetapi juga karena tindakan-tindakan tersebut dianggap dapat menganggu kehidupan dan ketertiban masyarakat. Kasus-kasus pelanggaran norma susila dan berbagai tindakan kriminal yang ditayangkan oleh berbagai stasiun televisi, atau gosip-gosip  gaya hidup selebritis yang terkesan jauh berbeda dengan kehidupan nyata masyarakat, meskipun dicari penontonnya karena dapat memenuhi hasrat ingin tahu mereka, juga sering kali dicaci karena perilaku yang dianggap tak layak. Hal tersebut yang merupakan cerminan dari kehidupan sosial dunia nyata terhadap kehidupan sosial drama “Sebelum Sembahyang” karya Kecuk Ismadi C.R.
Dalam penjelasan mengenai konflik sosial yang terdapat dalam drama “Sebelum Sembahyang” karya Kecuk Ismadi C.R, dijelaskan bahwa konflik sosial yang terdapat dalam drama adalah membahas mengenai kehidupan manusia. Kehidupan manusia yang dimaksud adalah kehidupan yang sangat jauh dari agama disebabkan karena kehidupan mereka yang salah letak dalam artian mereka berada pada lingkungan yang sangat buruk dan tidak mendukung dalam kehidupan beragama. Sehingga akibatnya mereka tidak terlalu takut akan adanya dosa dan perbuatan buruk sehingga mendorong mereka untuk selalu berbuat sesuka hati tanpa adanya hukum agama yang mengikat atau setidaknya menahan mereka untuk tidak berbuat jahat.
Dari isi yang terkandung dalam drama “Sebelum Sembahyang” karya Kecuk Ismadi C.R, jika dihubungkan dengan dunia nyata, maka kita bisa mengambil dan menarik benang merah antara konflik yang terdapat dalam drama dengan kehidupan yang sesungguhnya. Bahwa sebagian besar manusia pada zaman sekarang terutama generasi muda yang seharusnya dipersiapkan untuk menjadi pemimpin-pemimpin masa depan telah menjadi generasi yang sudah tidak bisa diharapkan lagi. Hal ini disebabkan oleh mental yang sudah rusak dan jauh dari harapan untuk dijadikan sebagai pemimpin bangsa kelak. Hal ini disebabkan karena mereka sudah jauh dari kehidupan religi yang merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam perkembangan anak.
Oleh karena itu, dalam drama ini pengarang menghadirkan isu yakni buruknya mental anak-anak muda yang jauh sekali dari kepribadian yang diharapkan oleh kita semua yakni sebagai generasi penerus bangsa. Hal ini dimaksudkan oleh pengarang adalah untuk menyadarkan kita semua sebagai warga masyarakat bahwa penting bagi kita semua untuk terus berpegang kepada agama karena sesungguhnya hukum yang paling tinggi adalah agama tanpa adanya agama hidup kita kurang sempurna. Selain dari maksud dan tujuan yang ingin disampaikan oleh pengarang bahwa kita harus selalu berpegang kepada agama, ada juga pesan lain yang ingin disampaikan kepada orang-orang yang memiliki peran dalam perkembangan anak, yakni orang tua. Pengarang ingin menyampaikan kepada para orang tua bahwa sesungguhnya perkembangan anak adalah tidak lepas dari orang tuanya juga,, jika didikan yang diberikan kepada anak adalah didikan yang baik, maka kelakuan anak juga akan menjadi baik dan begitu juga sebaliknya. Hal ini dimunculkan dalam drama yaitu pada dialog Pak Kiai, yakni sebagai berikut:
Kiai : Pada mulanya kalian ini  adalah fitrah. Namun, orang tuamu telah salah dalam menjuruskan kalian. Di samping kalian sendiri yang salah dalam memilih teman bergaul. Saya tidak akan berkata panjang lebar. Hanya saya akan menawarkan pada kalian. Jika kalian ingin meluruskan jalan kalian, saya sanggup memberi petunjuk. Jika tidak toh itu urusan kalian juga. Aku akan segera meneruskan perjalanan.
Dari dialog di atas jelaslah bahwa orang tua juga memegang peranan penting dalam perkembangan anak sehingga di sini perlu juga diperhatikan kelakuan dari orang tua dalam hal mendidik anak karena ada pepatah mengatakan bahwa “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dipaparkan di atas mengenai hasil analisis terhadap naskah drama “Sebelum Sembahyang” karya Kecuk Ismadi C.R dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Yaitu dengan sosiologi karya sastra yakni mengamati apa konflik sosial yang terdapat dalam karya sastra itu sendiri, maka kita dapat menyimpulkan bahwa isi dari drama “Sebelum Sembahyang” karya Kecuk Ismadi C.R adalah mengangkat tentang isu-isu sosial dan keagamaan yang di mana dalam drama ini terdapat konflik yang memaparkan tentang kenakalan anak manusia yang telah salah memilih jalan hidup, yakni keempat orang ini memilih untuk menjadi pencopet yang di mana perbuatan seperti itu adalah perbuatan yang salah dan melanggar hukum. Dan terjerumusnya keempat orang pencopet ini  salah satu faktornya adalah karena mereka jauh dari agama yang disebabkan oleh didikan orang tua yang telah salah serta faktor-faktor lingkungan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta.
Escarpit, Robert. Ida Sindari Husen (ed). 2005. Sosiologi Sastra. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Narwoko, J. Dwi dan Bagong Suyanto. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Salden, Ramah. 1991. Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Warren, Austin dan Rene Wellek. 1993. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.