Hear U'r God

Hear U'r God
Sebuah potret atas ilham-ilham yang akan Allah berikan pada kita untuk kekuatan kita menempuh hidup di dunia ini. Dengarkan baik-baik setiap dengungan nadanya, intonasinya, dan warnanya yang membentuk suatu kesatuan petunjuk kebenarannya..

Minggu, 03 Juli 2011

Mekanisme pertahanan ego tokoh Sri dalam Drama “Sri”


Teori psikologi yang paling banyak diacu dalam pendekatan psikologi atau yang paling dominan dalam analisis karya sastra adalah teori Psikoanalisis Sigmund Freud (Ratna, 2004:62 dan 344). Tentu hal itu cukup beralasan. Karena dari segi fungsi teori ini mampu menjelaskan dan manjabarkan secara jelas perilaku-perilaku manusia yang terkadang di luar batas normal. Berbagai alasan yang terlihat dan terekam melatarbelakangi perilaku manusia ini.
Dalam drama tersebut, tokoh Sri merupakan tokoh utama yang sekaligus paling banyak disoroti masalah kejiwaannya. Hal ini terlihat ketika tokoh Sri tidak mampu menyembunyikan kekecewaan pada Suaminya yang tidak peduli akan anak serta tidak mampu memberikan anak padanya. Intinya, tekanan-tekanan terus mendatangi Sri dalam perihal eksistensi seorang anak. Selain dari rumah tangganya sendiri, Sri mendapatkan tekanan dari para kerabat-kerabatnya. Bahkan budaya-pun ikut menekan Sri. Budaya yang ia tempati mengandung probabilitas mengenai kebahagiaan hidup seseorang ialah harus mempunyai keturunan. Jika tidak, seseorang tersebut akan mendapatkan cap memalukan, karena tidak dapat memenuhi ukuran hidup bahagia.
Tokoh Sri dalam drama ini tentu mempunyai ketiga sistem kepribadian menurut Freud. Untuk sistem Id terlihat saat Sri membunuh Bondan karena merasa telah capek terhadap omongan Bondan yang selalu tidak masalah untuk tidak mempunyai anak. Karena hal itulah, naluri yang tidak melihat kenyataan dan baik-buruknya terjadi pada diri Sri. Sistem Ego terlihat saat Sri mencoba sabar terhadap omongan-omongan orang lain mengenai anak pada dirinya. Hal itu terjadi karena dia ingin realitis menghadapi persoalan tersebut. Sedangkan sistem superego terlihat saat Sri merasa kebingungan dan mencoba meminta saran pada tokoh Perempuan Tua dan Nyi Ladrang. Hal itu terjadi karena Sri merasa idealisme hidupnya yaitu mempunyai anak.
Sigmund Freud (dalam Koeswara, 1991:46) sendiri mengartikan mekanisme pertahanan ego sebagai strategi yang digunakan individu untuk mencegah kemunculan terbuka dari dorongan-dorongan id maupun untuk menghadapi tekanan superego atas ego, dengan tujuan agar kecemasan bisa dikurangi atau diredakan. Mekanisme-mekanisme pertahanan ego itu tidak selalu patologis, dan bisa memiliki nilai penyesuaian jika tidak menjadi suatu gaya hidup untuk menghindari kenyataan. Timbulnya mekanisme pertahanan ego tersebut, karena adanya kecemasan-kecemasan yang dirasakan individu.
Dalam drama tersebut. Sri banyak melakukan mekanisme pertahanan egonya. Hal itu wajar ia lakukan, karena hal itu dapat mengurangi perasaan takut dan kecemasan yang jelas terlihat karena tidak mempunyai anak. Mekanisme pertahanan ego yang ia lakukan meliputi Melakonkan (membiarkan ekspresi keluar), Rasionalisasi (pembelaan diri dengan argumen-argumen), Represi (memendam dan mengakibatkan emosi besar), Simpatisme (meminta nasihat dalam menghadapi tekanan), Proyeksi (menimpahkan kesalahan kepada orang lain), Sublimasi (melakukan hal yang dapat diterima orang lain dalam melawan tekanan), dan Identifikasi (mengimitasi perilaku orang lain).
Dimulai dari bentuk pertahanan Identifikasi, Sri melakukan pertahanan tersebut dengan nyanyian seperti seorang yang mirip ibu menggendong anaknya. Padahal dia saat itu tidak mempunyai anak. Hal itu dilakukan agar mendorong Sri secara emosi untuk mempunyai anak. Selanjutnya bentuk pertahanan Sublimasi, Sri terlihat menyanyikan sebuah lagu atau bersajak dengan isi memohon kepada Tuhan agar diberi anak. Hal itu merupakan hal yang wajar dilakukan oleh seorang ibu yang tidak mempunyai anak untuk menekan balik tekanan untuk memiliki anak. Selanjutnya bentuk pertahanan Proyeksi, bentuk pertahanan ini merupakan bentuk pertahanan yang sangat merugikan orang lain sebagai pengalihan kesalahan. Pada saat Sri berbicara dengan Wening, Sri menyalahkan ibu-ibu yang beranggapan kalau anak hanya membuat susah. Sri sangat menolak keras pernyataan tersebut dan menyalahkan balik bahwa ibu-ibu tersebut merupakan ibu yang lemah. Hal itu dilakukan untuk menutupi kelemahan Sri yang sejatinya tidak mempunyai anak. Untuk selanjutnya, proyeksi hadir pada diri Sri tertuju untuk Bondan, suaminya. Saat bertemu dengan Nyi Ladrang maupun Perempuan Tua, Sri cenderung menyalahkan Bondan sebagai kesalahan puncak atas hal tidak mempunyai anak. Padahal masalah tersebut tidak hanya Bondan yang salah dan seharusnya Sri tidak menyalahkan Bondan seutuhnya.
Selanjutnya beralih pada bentuk pertahanan Simpatisme dan Represi. Bentuk pertahanan Simpatisme merupakan bentuk yang dilakukan Sri dengan meminta nasihat kepada orang lain, dalam hal ini orang yang lebih tua menjadi sasaran atas bentuk pertahanan ini. Masalah Sri tentang tidak mempunyai anak segera dihilangkan kadar tekanannya oleh Sri. Dalam hal ini, tokoh Perempuan Tua dan Nyi Ladrang adalah tokoh yang ditanyai oleh Sri untuk mencari tahu mengapa dirinya tidak bisa mempunyai anak dan meminta tolong bagaimana jalan keluarnya. Selanjutnya bentuk pertahanan represi, bentuk pertahanan ini dilakukan oleh Sri saat bertemu dengan orang-orang yang sedikit menyinggung persoalan anak dalam keluarganya. Sri melakukan ini untuk memendam amarahnya. Lebih-lebih bertemu dengan Bondan, suaminya. Terlihat saat Bondan tiba-tiba muncul ketika Sri pura-pura menggendong anak. Namun Sri menggunakan Represi untuk tidak memancing amarahnya serta melanjutkan dengan bicara topik lainnya. Terlihat saat Sri bertemu dengan Damar, ketika Damar mengira bahwa barang bawaan Sri untuk anak Sri. Sri saat itu menolak jika ini untuk anaknya, tetapi Damar mengalihkan pembicaraannya dengan menyuruh Sri agar bersabar dan menjadikan contoh Wening sebagai dorongan terhadap anaknya. Namun Sri hanya meng-iya-kan saja.
Bentuk pertahanan yang paling banyak muncul dalam cerita tersebut yaitu Melakonkan dan Rasionalisme. Kedua bentuk pertahanan ini merupakan bentuk yang paling banyak keluar saat akhir cerita atau sering digunakan sebagai klimaks cerita tersebut. Diyakini kedua bentuk tersebut merupakan emosi Sri yang meledak-ledak. Rasionalisasi merupakan bentuk pertahanan Sri dengan melakukan pembelaan diri terhadap sesuatu yang menyudutkan dirinya. Sedangkan Melakonkan merupakan bentuk pertahanan Sri dengan membiarkan ekspresinya yang selama ini terpendam keluar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar