Hear U'r God

Hear U'r God
Sebuah potret atas ilham-ilham yang akan Allah berikan pada kita untuk kekuatan kita menempuh hidup di dunia ini. Dengarkan baik-baik setiap dengungan nadanya, intonasinya, dan warnanya yang membentuk suatu kesatuan petunjuk kebenarannya..

Jumat, 06 Januari 2012

Perihal Mitos dalam novel Cantik Itu Luka dan Seratus Tahun Kesunyian


Salah satu yang paling kentara adalah kedua novel ini menyertakan pohon silsilah. STK (Seratus Tahun Kesunyian) tentang silsilah keluarga Buendia sedangkan CIL (Cinta Itu Luka) silsilah keturunan Ted Stammler. Keduanya mengambil latar tempat kota imajiner, seperti yang diungkapkan pada awal tulisan ini. Peristiwa moksa terdapat pada keduanya; Maman Gendeng di CIL dan Si Cantik Remedios dalam STK. Perlindungan terhadap keperawananpun terdapat pada keduanya; Ursula dengan “…celana dalam yang panjang buatan ibunya dari kain layar yang diperkuat dengan tali kulit yang disiliang-menyilang dan bagian depannya ditutup dengan gesper besi tebal.” (STK, hal.27). Sedangkan Alamanda dalam CIL menggunakan “…celana dalam terbuat dari logam dengan kunci gembok yang tampaknya tak memiliki lubang anak kunci untuk membukanya.” (CIL, hal. 248) Bahkan, Alamanda menggunakan semacam mantra khusus.
Ragam Mitos
Dalam novel Gabriel Garcia Marquez yang berjudul Seratus Tahun Kesunyian ia menghadirkan cerita tentang perjalanan hidup keluarga Buendia sampai keturunannya yang ketujuh. Kisah perjalanan keluarga ini dipenuhi dengan percintaan, tragedi, kutukan-kutukan (ketakutan Ursula) hingga sampai pada kekosongan, punahnya keluarga Buendia. Dia sebagai pelopor aliran realisme magis dalam karya sastra mampu menghadirkan peleburan antara hal-hal yang bersifat magis, mistis, atau supranatural dengan realitas yang ada dalam masyarakat.
Kisah serupa juga terdapat pada novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan. Dalam Cantik Itu Luka juga terdapat pohon keluarga dengan segala kisahnya pada masing-masing tokoh. Tokoh sentralnya ialah Dewi Ayu. Eka Kurniawan menceritakan Dewi Ayu mendengar kisah cinta kakek neneknya yang putus di tengah jalan karena sang nenek menjadi gundik seorang Belanda. Selanjutnya ia menceritakan dilahirkan dari ayah dan ibu yang sebenarnya saudara kandung. Dan kemudian menceritakan perjalanan panjang Dewi Ayu menjadi tahanan perang yang kemudian berakhir sebagai seorang pelacur.
Di dalam kedua novel di atas isu tentang mitos kutukan sama-sama muncul. Di dalam Seratus Tahun Kesunyian mitos kutukan itu menghantui Ursula. Kutukan yang konon pernah terjadi pada keluarganya, yakni pamannya. Kutukan itu muncul ketika bibi Ursula melahirkan seorang bayi. Bayi tersebut berbeda dengan bayi normal biasanya, tampak sangat mengerikan. Kejadian ini menjadi buah bibir diantara keluarga Ursula, yang pada akhirnya menjadi cerita turun temurun pada keluarga Ursula dan menjadi mitos.
Akibat mitos yang tercipta dari kejadian aneh tersebut, Ursula dihantui terus. Pasalnya dari garis keturunannya  apabila melahirkan anak pertama laki-laki maka anak tersebut akan serupa bayi pamannya yang mengerikan tersebut. Sehingga muncullah ketakutan dalam benak Ursula untuk mempunyai anak. Selama beberapa bulan setelah menikah, Ursula masih saja tidak melakukan hubungan intip dengan suaminya, bukan karena ingin menjaga keperawanannya namun takut akan kutukan yang mengincar garis keturunan dari keluarganya tersebut.
Dalam Cantik Itu Luka, kutukan yang muncul justru apa yang dipuja kebanyakan orang, kecantikan. Kecantikan yang banyak diinginkan sebagian besar wanita justru dianggap sebagai sebuah kutukan. Pasalnya, kecantikannya tersebut memaksanya untuk menjadi pelacur. Dewi Ayu menjadi pelacur professional yang pernah tidur hampir seluruh lelaki di kota Halimunda. Hal ini mungkin akan berbeda apabila Dewi Ayu memiliki paras yang jelek. Mungkin pelacur tidak akan menjadi jalan hidupnya. Mungkin ia akan memilih pekerjaan lain yang sesuai dengan kemampuannya di luar sebagai pelacur.
Seringkali kecantikan tersebut juga membawa ancaman bahaya yang lebih besar. Bagaimana kecantikan tersebut selalu menggoda setiap mata yang melihatnya dan yang terjadi adalah timbul keinginan untuk terus melihat kecantikan itu, yang lebih ekstrm untuk memilikinya dengan cara apapun. Dengan begitu terkadang kecantikan tersebut dapat menjadi boomerang bagi pemiliknya. Demikianlah sehingga kemungkinan Eka Kurniawan mengambil judul Cantik Itu Luka.
Dalam bagian akhir novelnya terdapat semacam penjelasan mengenai hal ini.
'Sebab “kenapa” selalu sulit untuk dijawab, maka ia tak menjawab. Ia hanya bisa menjawab “bagaimana” dan itu mudah. Untuk menunjukkan cintanya, maka ia terus mencumbunya, tak peduli betapa buruk rupa dirinya, betapa menjijikan, betapa menakutkan. Semua terasa baik-baik saja, dan ia memperoleh kebahagiaan yang nyaris tak pernah diperolehnya selama hidupnya. Si Cantik selalu mengejarnya, setiap kali mereka bertemu dan bercinta, dengan pertanyaan “kenapa?” Krisan tetap membungkam, bahkan meskipun ia tahu jawabannya, ia tak mau menjawab. Tapi di malam sebelum ia terbunuh, ia akhirnya menjawab.
Pengakuan keempat: “Sebab cantik itu luka.”
Sebab cantik itu luka.' (Cantik Itu Luka – Eka Kurniawan)

Mitos kutukan sama-sama muncul dalam kedua novel tersebut. Namun mitos itu muncul berbaur dalam realitas dengan cara yang berbeda. Dalam Seratus Tahun Kesunyian mitos tentang kutukan tersebut muncul dari kejadian aneh (entah kebetulan atau tidak) yang kemudian menjadi pembicaraan dari mulut ke mulut sehingga dianggap abash kebenarannya. Sedangkan dalam Cantik Itu Luka, mitos tersebut muncul dari keadaan tokoh itu sendiri. Mitos itu diciptakan sendiri. Bahwa kecantikan adalah kutukan karena dapat membawa ancaman atau luka-luka pada penyandang kecantikan tersebut. Mitos dalam novel ini tidak muncul secara konvensional dari mulut ke mulut, namun ada usaha dari sang tokoh untuk memunculkan mitos baru tersebut dengan bertolak pada realitas kecantikan yang ada pada dirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar