Hear U'r God

Hear U'r God
Sebuah potret atas ilham-ilham yang akan Allah berikan pada kita untuk kekuatan kita menempuh hidup di dunia ini. Dengarkan baik-baik setiap dengungan nadanya, intonasinya, dan warnanya yang membentuk suatu kesatuan petunjuk kebenarannya..

Kamis, 30 Juni 2011

Sekilas Michael Foucault

Michael Foucault  dalam wacana kontemporer sangat berpengaruh, sehingga menimbulkan banyak kajian dan telaah, baik pro maupun kontra mengenai pemikirannya. Melalui diskusi atau perbincangan dan wawancara, Foucault  menilai bahwa hal itu merupakan cara yang terbaik, bagaimana dia masuk dalam pembahasan yang intens mengenai suatu topik serta kesempatan baginya untuk mengkoreksi dan mengemukakan bantahan, pembelaan tentang dirinya, atau meluruskan gagasan yang selama ini kadang keliru di interpretasikan dan banyak diserang oleh berbagai kalangan, yang menganggap kesalahan Foucault itu sendiri.
Memang pemikiran Michael Foucault dimulai dari sejarah, suatu sejarah yang dihubungkan dengan metode-metodenya (arkeologi dan genealogi). Di dalamnya banyak kita temukan 'trem-trem' seperti diskursus, statemen, formasi diskursif, arsip, episteme yang kemudian bergeser pada teknologi politis terhadap tubuh, bio-power, dan kuasa atau pengetahuan.

Pengaruh Postmodernisme.
Posmodernisme
Dalam topik mengenai pos-modernisme ini sebenanrnya hendak dipaparkan secara sekilas, ringkas dan padat. Pengertiannya dan juga dimanakah posisi serta sumbangan kecil pemikiran Michael Fuocault dalam belantara ide dan gagasan post-modernisme.
Ada tiga kata yang terkait dengan istilah tersebut, yang masing-masing memiliki makna dan arti yang tidak jauh, hanya dalam penggunaanya sangat melekat dengan kedudukannya dalam sebuah kalimat apakah menunjuk sebagai sebuah kata benda, sifat dan keterangan serta koteksnya pada ilmu yang diacu. Ketiganya adalah post-strukturalisme, Post-modern, dan Post-modernitas dan post-modernisme.
Post-modernitas adalah sebuah istilah yang penuh kontroversial. Isunya terdapat dalam antropologi, sosiologi, filsafat, Geografi, studi-studi teologis, Kritik sastra, seni, arsitektur dan ekonomi, hal ini untuk sekedar menyebutkan sedikit wilayah yang dirasukinya. Dipandang dari sudut masing-masing bidang ilmu, maka jelasalah tidak ada kesatuan pendapat mengenai istilah tersebut. Namun demikian dapat dideskripsikan keluasan arti dan maksudnya dengan merujuk pada bebrapa buku sebagai acuan untuk pendalaman lebih lanjut.
Meskipun demikian, konsepsi-konsepsi yang melekat pada Post-modernisme melulu tidak saja mengacu pada kerja kaum Post-strukturalis, namun juga tampil pula dalam karya dan pemikiran-pemikiran Richard Rorty dalam filsafat pragmatisme Amerika. Gagasan dan analisa Thomas Khun serta Paul Feyerabend dalam filsafat Pos-positivisme ilmu, dan juga eksplorasi serta temuan-temuan Clifford Geertz dan Herbert Marcuse mengenai gerakan tekstual dalam antropologi budaya.
Postmodernisme lebih dikenal sebagai gerakan pemikiran dan bukan merupakan suatu teori perubahan sosial, namun, analisis dan kritik Postmodernisme terhadap proyek modernisme termasuk kritik. Michael Foucault merupakan salah satu tokoh yang paling berpengaruh dalam gerakan Postmodernisme, yang menyumbangkan perkembangan teori kritik terhadap teori pembangunan dan modernisasi dari perspektif yang sangat berbeda dengan teori-teori kritik lainnya.
Pada tahun 1980, Foucault diidentikkan dengan gerakan Postmodernisme, yaitu ketika ia menuangkan pemikirannya dalam beberapa tulisan, yaitu diantaranya The Order of Things, The Archeology of Knowledge, Dicipline and Punish, Language, Counter Memory, Practise, The History of Sexuality dan Power Knowledge. Analisisnya yang terkait dengan discourse, power dan knowledge merupakan sumbangan yang besar terhadap kritik pembangunan. Selama empat dekade terakhir, diskursus pembangunan menjadi strategi yang dominan dan digunakan sebagai alasan untuk memecahkan masalah “keterbelakangan” yang dirancang setelah Perang Dunia Kedua. Tetapi, dalam kenyataannya keterbelakangan masyarakat tersebut adalah diakibatkan oleh kolonialisme yang berkepanjangan.
Pemikiran Foucault yang utama adalah penggunaan analisis diskursus untuk memahami kekuasaan yang tersembunyi di balik pengetahuan. Analisisnya terhadap kekuasaan dan pengetahuan memberikan pemahaman bahwa peran pengetahuan pembangunan telah mampu melanggengkan dominasi terhadap kaum marjinal. Dalam karyanya tentang A Critique of Our Historical Era (dalam Wahyudi, 2006), Foucault melihat ada problematika dalam bentuk modern pengetahuan, rasionalitas, institusi sosial, dan subyektivitas. Semua itu, menurutnya terkesan given and natural, tetapi dalam faktanya semua itu adalah “serombongan konstruk sosiokultural tentang kekuasaan dan dominasi”.
Menurut pemikirannya, bahwa setiap strategi yang mengabaikan berbagai bentuk power tersebut maka akan terjadi kegagalan. Untuk melipatgandakan power, harus berusaha bertahan dan melawan dengan jalan melipatgandakan resistensi dan kontra-ofensif. Localize-resistence tersebut haruslah bersifat radikal dan tanpa kompromi untuk melawan totalitas kekuasaan (daripada memakai cara revolusi massa), dengan strategi yang ditujukan untuk mengembangkan jaringan kerja perjuangan, kantong-kantong resistensi dan popular base. Yang perlu mendapatkan perhatian adalah analisis power tertentu (antar individu, kelompok, kegiatan dan lain-lain) dalam rangka mengembangkan knowledge strategies dan membawa skema baru politisi, intelektual, buruh dan kelompok tertindas lainnya, dimana power tersebut akan digugat.
Pemikiran Foucault tentang kontrol penciptaan diskursus dan bekerjanya kekuasaan (power) pada pengetahuan sangat membantu para teoritisi dan praktisi perubahan sosial untuk melakukan pembongkaran terhadap teori dan praktek pembangunan. Kecenderungan memandang bahwa kekuasaan hanya terpusat di negara ataupun kelas, bagi Foucault merupakan pengingkaran kenyataan, karena relasi kekuasaan terdapat pada setiap aspek kehidupan. Konsep tentang kekuasaan (power) ini memberikan pengaruh besar tentang bagaimana aspek dan pusat lokasi dari kekuasaan serta bentuk perjuangan untuk membatasi dan bagaimana berbagai kekuasaan.
Jika umumnya kekuasaan hanya tertuju pada negara dan kelas elit, pemikiran Foucault membuka kemungkinan untuk membongkar semua dominasi dan relasi kekuasaan, seperti kekuasaan dalam pengetahuan antara para pencipta diskursus, birokrat, akademisi, dan rakyat miskin jelata yang “tidak beradab” yang harus disiplinkan, diregulasi dan “dibina” (Mansour Fakih, 2002). Dalam artikelnya tentang relevansi karya Foucault bagi kajian Dunia Ketiga, Escobar (dalam Muhadi Sugiono, 1999) mencatat bahwa sekurang-kurangnya ada tiga strategi utama lewat mana doktrin dan teori pembangunan dianggap berfungsi sebagai mekanisme kontrol dan disiplin, yaitu normalisasi mekanisme. Strategi pertama disebut “inkorporasi progresif problem”, yaitu teori-teori dan doktrin-doktrin pembangunan memuat berbagai problem yang harus mereka sembuhkan, artinya munculnya teori dan doktrin tersebut didahului dengan penciptaan problem pembangunan, yaitu “abnormalisasi”, dan mereka selipkan dalam domain pembangunan, sehingga memberikan justifikasi bagi para penentu kebijakan. Strategi kedua disebut “profesionalisasi pembangunan”, yaitu problem pembangunan atau abnormalisasi setelah dimasukkan ke dalam domain pembangunan, maka menjadi masalah teknis dan terlepas dari persoalan politis, sehingga dianggap lebih bebas nilai dan merupakan bahan penelitian ilmiah. Dengan demikian problem pembangunan telah diprofesionalisasi melalui kontrol pengetahuan. Strategi ketiga disebut “institusionalisasi pembangunan”, yaitu doktrin-doktrin dan teori-teori pembangunan diberlakukan untuk berbagai level organisasi atau institusi, baik lokal, nasional maupun internasional, dan kesemua itu merupakan jaringan dimana hubungan baru kekuasaan pegetahuan telah terjalin dengan rapi dan sangat kuat. Ketiga strategi tersebut menunjukkan bagaimana pemberlakuan doktrin-doktrin dan teori-teori pembangunan sebenarnya hanya untuk melayani kepentingan Negara Barat (Amerika Serikat) sebagai kekuasaan hegemoni dalam tatanan internasional pasca Perang Dunia Kedua dan bukan untuk kepentingan negara-negara Dunia Ketiga yang menjadi sasaran doktrin-doktrin dan teori-teori pembangunan tersebut.
Ilmu pengetahuan dikatakan juga dapat menjadi alat kekuasaan dan berpeluang menjadi sumber kekerasan, ketika terjebak ke dalam kebenaran tunggal. Ketidak puasan terhadap kondisi tersebut kemudian melahirkan perkembangan dalam ilmu pengetahuan, dengan lahirnya para pemikir filsafat kontemporer. Filsafat kontemporer menolak dan meninggalkan gagasan tentang satu kebenaran tunggal atau pandangan holistik untuk memberi tempat pada pengkajian tentang hasrat menemukan kebenaran itu sendiri. Filsafat masa kini mengkaji pembentukan berbagai teori, berbagai hipotesis disusun kembali, pengujaran diperhitungkan; demikian pula jangkauan dari dampak berbagai wacana. Inilah tahapan perkembangan filsafat kontemporer yang cenderung melihat masyarakat sebagai pelaku pembentukannya sendiri, sebagai suatu sistem yang tidak direkayasa. Salah satu tokoh pemikir filsafat kontemporer Perancis yang penting adalah Michael Foucault.
Pemikiran filsafat yang dikategorikan ke dalam sejarah filsafat kontemporer sangat beragam, dan banyak ditekankan pada permasalahan yang dihadapi oleh manusia secara pribadi maupun kolektif. Dapat disebutkan bahwa permasalahan yang dihadapi oleh manusia secara pribadi dan kolektif dalam konteks ruang dan waktu pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari kerangka kekuasaan. Kekuasaan adalah elemen kunci dalam membahas diskursus yang berkembang dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Gagasan Michael Foucault tentang kekuasaan sangat penting, khususnya tentang ‘kekuasaan yang tersebar’, memungkinkan kelompok-kelompok marginal, termasuk kelompok perempuan diharapkan dapat menggunakan untuk mengeksplorasi dan membongkar permasalahan yang membelenggu kehidupan mereka.
Dalam buku yang berjudul Sejarah Seksualitas, Foucault menjelaskan relasi antara tubuh dan diskursus tentang seks, yang mengandung berbagai tabu dan larangan. Wacana tentang seksualitas manusia tertera pada dua tataran pengetahuan yang sangat berbeda: pertama, semacam biologi reproduksi, yang berkembang terus-menerus menurut norma-norma umum keilmuan, dan kedua, semacam ilmu kedokteran seks yang dibentuk berdasarkan kaidah-kaidah yang sama sekali berbeda. Di antara biologi reproduksi di satu pihak dan ilmu kedokteran seks di pihak lain, tak ada tanda pertukaran informasi satu pun sama sekali tak ada strukturisasi timbal balik; biologi reproduksi hanya memainkan peran penjamin dari jauh, dan secara fiktif, kebenaran-kebenaran yang diungkap oleh kedokteran seks; suatu jaminan umum yang di bawah naungannya berbagai hambatan moral, pilihan ekonomi atau politis, dan berbagai ketakutan tradisional, dapat diterakan kembali dalam suatu kosakata yang berwarna ilmiah.
Pemikiran tentang seksualitas dan kekuasaan merupakan kontribusi utama Foucault atas ilmu-ilmu sosial, di mana terdapat deskripsi mengenai pengaturan politik tubuh dalam, melalui, dan atas tubuh fisik. Kekuasaan berakar di dalam kekuasaan atas tubuh (biopower) dan di dalam setiap aktivitas kecil mikrokopik tubuh (mikrofisika, istilah yang diberikan Foucault) dalam setiap institusi politik tubuh.
Konstruksi politis dan filosofis mengenai tubuh tumbuh bersamaan dengan berbagai konstruksi ilmiah. Perkembangan mutakhir dalam ilmu kedokteran mendorong konstruksi atas tubuh menjadi mekanistik dan materialistik. Bedah plastik dan pencangkokan merupakan salah satu perkembangan paling cepat dalam kedokteran di Amerika Serikat, lebih dari dua juta operasi dilakukan setiap tahunnya.dengan kata lain, tubuh bukan lagi “pemberian” (secara tradisional hadiah dari Tuhan); ia bersifat plastis, dapat dibentuk dan dipilih berdasarkan kebutuhan atau tingkah lakunya. Meski makna tubuh diperdebatkan selama berabad-abad, tetap saja tidak ada tanda-tanda kesepakatan universal. Setiap abad terlihat menciptakan dan merekonstruksi tubuh menurut gambaran dan pendapatnya sendiri; karenanya sekarang terdapat banyak paradigma mengenai tubuh; yang saling bersaing, melengkapi, atau bertentangan. Tak diragukan lagi, redefinisi kebertubuhan akan terus berlanjut dalam abad dua puluh satu.
Tujuan utama Foucault adalah mengkritik cara masyarakat modern mengontrol dan mendisiplinkan anggota-anggotanya dengan mendukung klaim dan praktik pengetahuan ilmu manusia: kedokteran, psikiatri, psikologi, kriminologi dan sosiologi. Ilmu manusia telah menetapkan norma-norma tertentu dan noram tersebut direproduksi serta dilegitimasi secara terus-menerus melalui praktik para guru, pekerja sosial, dokter, hakim, polisi dan petugas administrasi. Ilmu manusia menempatkan manusia menjadi subyek studi dan subyek negara. Terjadi ekspansi sistem administrasi dan kontrol sosial yang dirasionalkan secara terus-menerus.
Pemikiran Foucault tentang seksualitas dan kekuasaan menjadi pemikiran penting untuk menganalisis kondisi ketimpangan serta relasi kuasa yang tidak seimbang dalam masyarakat. Termasuk juga tentang seksualitas dan kesehatan kaum perempuan. Sebagaimana tertulis dalam buku tentang Sejarah Seksualitas, Foucault mendiskusikan cara-cara perempuan dan kaum homoseksual melakukan perlawanan atas penolakan yang mereka terima dari masyarakat.
Dalam pemikiran filsafat kontemporer, seks dan seksualitas manusia adalah konstruksi sosial/kultural dari masyarakat yang bersangkutan, sebab kedua hal tersebut baru mendapat maknanya yang dibentuk oleh jaringan-jaringan sosial dalam kehidupan manusia. Dalam hal Foucault membangun konsep pemikiran mengenai pembentukan seksualitas dalam jaringan-jaringan kekuasaan. Foucault menolak pewacanaan seks dalam seksualitas yang merumuskan kedua hal tersebut dalam pengertian-pengertian yang negatif maupun destruktif. Sebagai konstruksi sosial, seksualitas mempunyai pluralitas makna yang menandakan bahwa adanya berbagai seksualitas dengan kebenarannya masing-masing. Makna-makna ini akan selalu berubah, bersifat cair, seiring dengan perubahan yang terjadi dalam nilai-nilai masyarakat.

2 komentar:

  1. Isi artikelnya menarik, tetapi kenapa tidak ada referensi sumber yang berkaitan dengan artikel yang ditulis ya? padahal bisa memberi rujukan bagi para pembaca yang tertarik kepada cara pandang Foucault tentang "power". :)

    BalasHapus
  2. Tetapi kembali lagi kepada kontradiksi dari filsafat itu sendiri karena fase post-modernisme adalah suatu peyempurnaan dari fase sebelumnya, dan di lihat dari perkembangan peradaban kehidupan pada kalanya manusia saling membutuhkan, satu sama lain. lambat laun sebuah teori-teori akan menjadi sebuah kiasan, dan menimbulkan spekulasi dan kontradiksi terus menerus sampai peradaban modernity ini,pada sampainya akhir zaman.

    BalasHapus