Hear U'r God

Hear U'r God
Sebuah potret atas ilham-ilham yang akan Allah berikan pada kita untuk kekuatan kita menempuh hidup di dunia ini. Dengarkan baik-baik setiap dengungan nadanya, intonasinya, dan warnanya yang membentuk suatu kesatuan petunjuk kebenarannya..

Kamis, 30 Juni 2011

Penolakan Konsep Langue Saussure oleh Kristeva

Pendahuluan
Seperti konsep makna dalam linguistik Saussure bahwa kritik makna dapat dipahami karena adanya posisi diferensial dalam struktur bahasa, dan sifat bahasa yang arbitrer; yang berarti tanda memperentasikan sesuatu berdasarkan kesepakatan dan kebiasaan penggunaan, bukan berdasarkan keharusan. Dalam konsep Saussure ini, keseimbangan antara penanda dan petanda senantiasa berada pada posisi genting. Ini berbeda dari konsep posstrukturalis, secara umum, petanda direndahkan dan penanda diposisikan dominan. Ini berarti tidak ada hubungan satu-satu antara proposisi dan realitas. Ini sesuai dengan konsep Lacan tentang ‘’selalu terpelesetnya petanda di bahwa penanda’’.
Ciri yang mendasar dan perbedaan postrukturalisme dengan strukturalis yang melihat kebenaran berada ‘’di balik’’ atau ‘’di dalam’’ teks. Postrukturalisme menekankan interaksi pembaca dan teks sebagai produktivitas. Dengan kata lain aktivitas membaca kehilangan status sebagai tindakan konsumsi suatu produk secara pasif dan diubah menjadi tindakan aktif.

Pembahasan
A.    KONSEP STRUKTURALIS SAUSSURE
Bahasa adalah sistem tanda yang paling lengkap. Menurut De Saussure ada kemiskinan dalam sistem tanda lainnya, sehingga untuk masuk ke dalam analisis semiotik, sering digunakan pola ilmu bahasa. De Saussure mengatakan bahwa bahasa adalah sistem tanda yang mengungkapkan gagasan, dengan demikian dapat dibandingkan dengan tulisan, abjad orang-orang bisu-tuli, upacara simbolik, bentuk sopan santun, tanda-tanda kemiliteran dan lain sebagainya. Bahasa hanyalah yang paling penting dari sistem-sistem ini. Jadi kita dapat menanamkan benih suatu ilmu yang mempelajari tanda-tanda di tengah-tengah kehidupan kemasyarakatan; ia akan menjadi bagian dari psikologi umum, yang nantinya dinamakan oleh De Saussure sebagai semiologi.
Strukturalisme termasuk dalam teori kebudayaan yang idealistik karena strukturalisme mengkaji pikiran-pikiran yang terjadi dalam diri manusia. Strukturalisme menganalisa proses berfikir manusia dari mulai konsep hingga munculnya simbol-simbol atau tanda-tanda  (termasuk didalmnya upacara-upacara, tanda-tanda kemiliteran dan sebagainya) sehingga membentuk sistem bahasa. Bahasa yang diungkapkan dalam percakapan sehari-hari juga mengenai proses kehidupan yang ada dalam kehidupan manusia, dianalisa berdasarkan strukturnya melalui petanda dan penanda, langue dan parole, sintagmatik dan paradikmatik serta diakronis dan sinkronis. Semua realitas sosial dapat dianalisa berdasarkan analisa struktural yang tidak terlepas dari kebahasaan.
Membaca pemikiran Saussure tentang strukturalisme, seolah-olah kita diajak untuk berdialog sistemik yang dapat mengantarkan kita pada wilayah linguistik dan gramatikal. Mengingat landasan filosofis yang digagas Saussure lebih menekankan pada aspek kajian bahasa yang merupakan nilai filosofis terpenting dalam memahami arus strukturalisme. Kajian Saussure memang tak lepas dari aspek linguistik, sehingga analisis strukturalisme yang digagasnya mempunyai relevansi dengan sistem tanda maupun bahasa. Itulah kenapa, strukturalisme berupaya mengisolasi struktur umum aktivitas manusia dengan mengaplikasikan analogi pertamanya dalam bidang linguistik. Seperti yang kita ketahui, bahwa linguistik struktural melakukan empat perubahan dasar. Pertama, linguistik struktural bergeser dari kajian fenomena linguistik sadar ke kajian infratuktur tak sadarnya. Kedua, linguistik struktural tidak melihat pengertian sebagai identitas independen, dan menempatkan hubungan antar pengertian sebagai landasan analisisnya. Ketiga, linguistik struktural memperkenalkan konsep sistem. Keempat, berusaha menemukan sistem hukum umum.Walaupun melakukan perubahan secara mendasar, strukturalisme yang digagas Saussure banyak mendapatkan kritik pedas dari berbagai filosofis yang kompeten dalam bidang strukturalisme.

B.     FEMINISME POSTMODERN & POSTSTRUKTURALIS
Feminisme posmodern (postmodern feminism) adalah sebuah pendekatan terhadap teori feminis yang memadukan teori posmodern dan postrukturalisme. Para tokoh feminisme ini menghindari istilah-istilah yang mengisyaratkan adanya suatu kesatuan yang membatasi perbedaan. Mereka menolak untuk mengembangkan penjelasan dan penyelesaian yang menyeluruh mengenai opresi terhadap perempuan. Meskipun hal ini menghadirkan masalah besar bagi teori feminis, namun penolakan ini juga memperkaya pluralitas dalam feminisme.
Para feminis postmodern seperti Helene Cixous, Luce Irigaray, dan Julia Kristeva menawarkan pandangan masing-masing mengenai bahasa. Misalkan saja dengan mengadopsi konsep différance milik Derrida, Helene Cixous mengkontraskan tulisan feminin (l’écriture feminine) dan tulisan maskulin. Tulisan yang berkualitas adalah tulisan yang mengandung ‘gairah’ sebagaimana yang terdapat dalam tulisan feminin, bukan mengandung rasio (reason) seperti pada tulisan maskulin. Ia mengajak untuk menulis jenis tulisan feminin dengan terus mengeksplorasi seksualitas, erotisme, dan femininitas. Menurutnya seksualitas feminin dan tubuh perempuan adalah sumber dari tulisan perempuan.

C.     KRITIK KRISTEVA TERHADAP KONSEP LANGUE SAUSSURE
Ciri-ciri pasca strukturalis: pertama, tanda tidak stabil, sebuah penanda tidak mengacu pada sebuah makna yang pasti. Dalam hal tertentu terjadi ambiguitas, yakni sesuatu yang dianggap sah. Kedua, membongkar hirarki makna. Pada oposisi biner, hirarki makna itu dibongkar. Ketiga, menciptakan heterogenitas makna, terbentuk pluralitas makna, pluralitas tanda yaitu persamaan hak dalam pertandaan. Dalam postmodernisme menggunakan prinsip Form Follows Fun dengan model semiotik penanda dan makna ironis.
Salah satunya adalah Derrida yang secara tegas mengkritik landasan filosofis strukturalisme Saussure. Pertama, ia meragukan kemungkinan hukum umum. Kedua, ia mempertanyakan oposisi antara subjek dan objek, yang menjadi dasar diskripsi yang objektif. Menurut Derrida, diskripsi objek tidak dapat dilepaskan dari pola hasrat subjek. Ketiga, ia mempertanyakan struktur oposisi biner. Ia mengajak kita untuk memahami oposisi bukan dalam pengertian lain, tetapi harus didasarkan pada pemahaman yang holistik mengenai persamaan yang seimbang, sehingga tidak terjadi pertentangan gagasan yang hanya akan melahirkan kejenuhan dalam ranah filsafat.
Mengacu pada kritik Derrida terhadap landasan filosofis strukturalisme Saussure, Kristeva menolak konsep langue Saussure yang mengenai sistem penandaan dengan menjelaskan intertektualitas sebagai pelintasan dari satu sistem tanda ke sistem tanda lainnya. Ia menggunakan istilah 'transposisi' untuk menjelaskan perlintasan di dalam ruang pasca sejarah ini, yang di dalamnya satu atau beberapa sistem tanda digunakan untuk menginterogasi satu atau beberapa sistem tanda yang ada sebelumnya. Interogasi tekstual ini dapat menghasilkan ungkapan-ungkapan baru yang sangat kaya dalam bentuk maupun makna.
 
Penutup dan Kesimpulan
Dalam konsep Saussure keseimbangan antara penanda dan petanda senantiasa berada pada posisi genting. Ini berbeda dari konsep postrukturalis, secara umum, petanda direndahkan dan penanda diposisikan dominan. Ini berarti tidak ada hubungan satu-satu antara proposisi dan realitas.
Strukturalisme termasuk dalam teori kebudayaan yang idealistik karena strukturalisme mengkaji pikiran-pikiran yang terjadi dalam diri manusia. Strukturalisme menganalisa proses berfikir manusia dari mulai konsep hingga munculnya simbol-simbol atau tanda-tanda  (termasuk didalmnya upacara-upacara, tanda-tanda kemiliteran dan sebagainya) sehingga membentuk sistem bahasa.
Ciri-ciri pasca strukturalis: pertama, tanda tidak stabil, sebuah penanda tidak mengacu pada sebuah makna yang pasti. Dalam hal tertentu terjadi ambiguitas, yakni sesuatu yang dianggap sah. Kedua, membongkar hirarki makna. Pada oposisi biner, hirarki makna itu dibongkar. Ketiga, menciptakan heterogenitas makna, terbentuk pluralitas makna, pluralitas tanda yaitu persamaan hak dalam pertandaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar