Hear U'r God

Hear U'r God
Sebuah potret atas ilham-ilham yang akan Allah berikan pada kita untuk kekuatan kita menempuh hidup di dunia ini. Dengarkan baik-baik setiap dengungan nadanya, intonasinya, dan warnanya yang membentuk suatu kesatuan petunjuk kebenarannya..

Kamis, 30 Juni 2011

Kakawin Arjunawiwaha

SASTRA JAWA
 
A.    RANGKUMAN CERITA KAKAWIN ARJUNAWIWAHA
Seorang raksasa yang bernama Niwātakawaca bersiap menghancurkan surga batara Indra. Batar Indra meminta bantuan manusia untuk mengalahkan raksasa tersebut. Karena baik dewa maupun raksasa sendiri tak bisa mengalahkannya. Pilihan di tujukan kepada sang Arjuna yang sedang bertapa di gunung Indrakīla. Sebelum Arjuna diminta bantuannya, Arjuna di uji kemampuan yoganya sebelum menghadapi sang raksasa yang kuat tersebut.
Dua di antara tujuh bidadari di panggil. Kedua bidadari yang terpenting bernama Suprabhā dan Tilottamā, Mereka semua diperintahkan untuk mengunjungi Arjuna lalu mempergunakan kecantikan mereka untuk merayunya. Maka berjalanlah para bidadari melalui keindahan alam di gunung Indrakīla menuju tempat bertapanya sang Arjuna. Mereka beristirahat di sebuah sungai lalu menghias diri dan membicarakan bagaimana cara terbaik untuk mencapai tujuan mereka. Segenap kekuatan dan kecantikan, mereka gunakan untuk merayu Arjuna. Namun, Arjuna sama sekali tak tergoyahkan dan kedua bidadari tersebut pulang ke khayangan dengan rasa kecewa dan melapor kepada batara Indra. Namun bagi para dewa kegagalan mereka merupakan suatu sumber kegembiraan, karena dengan demikian terbuktilah kesaktian Arjuna.
Tertinggal sebuah teka-teki: apakah tujuan Arjuna dengan mengadakan yoga semata-mata untuk memperoleh kebahagiaan dan kekuasaan bagi dirinya sendiri, sehingga ia tidak menghiraukan keselamatan orang lain? Agar mendapat kepastian, Indra sendiri yang menjenguk Arjuna dengan menyamar sebagai seorang resi tua yang telah pikun dan bungkuk. Sang resi tua ini berpura-pura batuk dan lalu disambut dengan penuh hormat oleh sang Arjuna yang sebentar menghentikan tapanya dan dalam diskusi falsafi yang menyusul terpaparlah suatu uraian mengenai kekuasaan dan kenikmatan dalam makna yang sejati.
Dalam segala wujudnya, termasuk kebahagiaan di surga, kekuasaan dan nikmat termasuk dunia semu dan ilusi; karena hanya bersifat sementara dan tidak mutlak, maka tetap jauh dari Yang Mutlak. Barangsiapa ingin mencapai kesempurnaan dan moksa, harus menerobos dunia wujud dan bayang-bayang yang menyesatkan, jangan sampai terbelenggu olehnya. Hal seperti ini dimengerti oleh Arjuna. Ia menegaskan, bahwa satu-satunya tujuannya dalam melakukan tapa brata ialah memenuhi kewajibannya selaku seorang ksatria serta membantu kakaknya Yudistira untuk merebut kembali kerajaannya demi kesejahteraan seluruh dunia. Indra merasa puas, mengungkapkan siapakah dia sebenarnya dan meramalkan, bahwa batara Siwa akan berkenan kepada Arjuna, lalu pulang. Arjuna meneruskan tapa-bratanya.
Raksasa mendengar berita yang terjadi di gunung Indrakila. Ia mengutus seorang raksasa lain yang bernama Mūka untuk membunuh Arjuna. Dalam wujud seekor babi hutan ia mengacaukan hutan-hutan di sekitarnya. Arjuna, terkejut oleh segala hiruk-pikuk, mengangkat senjatanya dan keluar dari guanya. Pada saat yang sama, Dewa Siwa, yang telah mendengar bagaimana Arjuna melakukan yoga dengan baik sekali tiba dalam wujud seorang pemburu dari salah satu suku terasing, yaitu suku Kirāta. Pada saat yang sama masing-masing melepaskan panah dan babi hutan tewas karena lukanya. Kedua anak panah ternyata menjadi satu. Terjadilah perselisihan antara Arjuna dan orang Kirāta itu, siapa yang telah membunuh binatang itu. Perselisihan memuncak menjadi perdebatan sengit. Panah-panah Siwa yang penuh sakti itu semuanya ditanggalkan kekuatannya dan akhirnya busurnya pun dihancurkan. Mereka lalu mulai berkelahi. Arjuna yang hampir kalah, memegang kaki lawannya, tetapi pada saat itu wujud si pemburu lenyap dan Siwa menampakkan diri.
Batara Siwa bersemayam selaku ardhanarīśwara 'setengah pria, setengah wanita' di atas bunga padma. Arjuna memujanya dengan suatu madah pujian dan yang mengungkapkan pengakuannya terhadap Siwa yang hadir dalam segala sesuatu. Siwa menghadiahkan kepada Arjuna sepucuk panah yang kesaktiannya tak dapat dipatahkan; namanya Pasopati. Sekaligus diberikan kepadanya pengetahuan gaib bagaimana mempergunakan panah itu. Sesudah itu Siwa lenyap.
Ketika Arjuna mengalami kebimbangan, apakah sebaiknya ia kembali ke sanak saudaranya, datanglah dua apsara ‘setengah dewa dan manusia’, yang membawa sepucuk surat dari Indra; ia minta agar Arjuna bersedia menghadap, membantu para dewa dalam rencana mereka untuk membunuh Niwatakawaca. Arjuna merasa ragu-ragu, karena ini berarti bahwa ia lebih lama lagi terpisah dari saudara-saudaranya. Namun, setelah di pertimbangkan dalam-dalam, akhirnya Arjuna menerima perintah Indra tersebut. Ia mengenakan sebuah kemeja ajaib bersama sepasang sandal yang dibawa oleh kedua apsara dan lewat udara mereka menemani Arjuna ke kahyangan batara Indra. Ia disambut dengan riang gembira dan para bidadari merasa tergila-gila. Indra menerangkan keadaan yang tidak begitu menguntungkan bagi para dewa akibat niat jahat Niwatakawaca. Raksasa itu hanya dapat ditewaskan oleh seorang manusia, tetapi terlebih dahulu mereka harus menemukan titik lemahnya. Sang bidadari Suprabha yang sudah lama diincar oleh raksasa itu, akan mengunjunginya dan akan berusaha untuk mengetahui rahasianya dengan ditemani oleh Arjuna. Arjuna menerima tugas itu dan mereka turun ke bumi. Suprabha pura-pura malu karena hubungan mereka nampak begitu akrab, akibat tugas yang dibebankan kepada mereka.
Dalam kepolosannya Suprabha tidak menghiraukan kata-kata manis Arjuna dan berusaha membelokkan percakapan mereka ke hal-hal lain. Pada sore hari mereka sampai ke tempat kediaman si raja raksasa. Di sana diadakan persiapan perang melawan para dewata. Sang Suprabha, sambil membayangkan bagaimana ia akan diperlakukan oleh Niwatakawaca, merasa tidak berani melaksanakan apa yang ditugaskan kepadanya, tetapi ia diberi semangat oleh Arjuna. Ia pasti akan berhasil asal ia mempergunakan segala rayuan seperti yang diperlihatkan ketika Arjuna sedang bertapa di dalam gua, biarpun pada waktu itu tidak membuahkan hasil.
Suprabha menuju sebuah sanggar mestika (balai kristal murni), di tengah-tengah halaman istana. Sementara itu Arjuna menyusul dari dekat. Namun Arjuna memiliki aji supaya ia tidak dapat dilihat orang. Itulah sebabnya mengapa para dayang-dayang yang sedang bercengkerama di bawah sinar bulan purnama, hanya melihat Suprabha. Beberapa dayang-dayang yang dulu diboyong ke mari dari istana Indra, mengenalinya dan menyambutnya dengan gembira sambil menanyakan bagaimana keadaan di kahyangan. Suprabha menceritakan, bagaimana ia meninggalkan kahyangan atas kemauannya sendiri, karena tahu bahwa itu akan dihancurkan; sebelum ia bersama dengan segala barang rampasan ditawan, ia menyeberang ke Niwatakawaca.
Dua orang dayang menghadap raja dan membawa berita yang sudah sekian lama dirindukannya. Seketika ia bangun dan menuju ke taman sari. Niwatakawaca pun menimang dan memangku sang Suprabha. Suprabha menolak segala desakannya yang penuh nafsu birahi dan memohon agar sang raja bersabar sampai fajar menyingsing. Ia merayunya sambil memuji-muji kekuatan raja yang tak terkalahkan itu, lalu bertanya tapa macam apa yang mengakibatkan ia dianugerahi kesaktian yang luar biasa oleh Rudra. Niwatakawaca terjebak oleh bujukan Suprabha dan membeberkan rahasianya. Ujung lidahnya merupakan tempat kesaktiannya. Ketika Arjuna mendengar itu ia meninggalkan tempat persembunyiannya dan menghancurkan gapura istana. Niwatakawaca terkejut oleh kegaduhan yang dahsyat itu; Suprabha mempergunakan saat itu dan melarikan diri bersama Arjuna.
Meluaplah angkara murka sang raja yang menyadari bahwa ia telah tertipu; ia memerintahkan pasukan-pasukannya agar seketika berangkat dan berbaris melawan para dewa-dewa. Kahyangan diliputi suasana gembira karena Arjuna dan Suprabha telah pulang dengan selamat. Dalam suatu rapat umum oleh para dewa diperbincangkan taktik untuk memukul mundur si musuh, tetapi hanya Indra dan Arjuna yang mengetahui senjata apa telah mereka miliki karena ucapan Niwatakawaca yang kurang hati-hati. Bala tentara para dewa, apsara dan gandharwa menuju ke medan pertempuran di lereng selatan pegunungan Himalaya.
Datanglah pertempuran sengit yang tidak menentu, sampai Niwatakawaca terjun ke medan laga dan mencerai-beraikan barisan para dewa yang dengan rasa malu terpaksa mundur. Arjuna yang bertempur di belakang barisan tentara yang sedang mundur, berusaha menarik perhatian Niwatakawaca. Pura-pura ia terhanyut oleh tentara yang lari terbirit-birit, tetapi busur telah disiapkannya. Ketika raja para raksasa mulai mengejarnya dan berteriak-teriak dengan amarahnya, Arjuna menarik busurnya, anak panah melesat masuk ke mulut sang raja dan menembus ujung lidahnya. Ia jatuh tersungkur dan mati. Para raksasa melarikan diri atau dibunuh, dan para dewa yang semula mengundurkan diri, kini kembali sebagai pemenang. Mereka yang tewas dihidupkan dengan air amrta dan semua pulang ke sorga. Di sana para istri menunggu kedatangan mereka dengan rasa was-was jangan-jangan suami mereka lebih suka kepada wanita-wanita yang ditawan, ketika mereka merampas harta para musuh. Inilah satu-satunya awan yang meredupkan kegembiraan mereka.
Kini Arjuna menerima penghargaan atas semua kerjanya yang membantu Indra. Selama tujuh hari (menurut perhitungan di sorga, dan ini sama lama dengan tujuh bulan di bumi manusia) ia akan menikmati buah hasil dari kelakuannya yang penuh kejantanan itu. Ia akan bersemayam bagaikan seorang raja di atas singgasana Indra. Setelah ia dinobatkan, menyusulah upacara pernikahan sampai tujuh kali dengan ketujuh bidadari. Satu per satu, dengan diantar oleh Menaka, mereka memasuki ruang mempelai. Yang pertama datang ialah Suprabha, sesudah perjalanan mereka yang penuh bahaya, dialah yang mempunyai hak pertama. Kemudian Tilottama lalu ke lima yang lain, satu per satu nama mereka tidak disebut. Hari berganti hari dan Arjuna mulai menjadi gelisah. Ia rindu akan sanak saudaranya yang ditinggalkannya. Ia mengurung diri dalam sebuah balai di taman dan mencoba menyalurkan perasaannya lewat sebuah syair. Hal ini tidak luput dari perhatian Menaka dan Tilottama. Yang terakhir ini berdiri di balik sebatang pohon dan mendengar, bagaimana Arjuna menemui kesukaran dalam mengubah baris penutup bait kedua. Tilottama lalu menamatkannya dengan sebuah baris yang lucu. Maka setelah tujuh bulan itu sudah lewat, Arjuna berpamit kepada Indra. Ia diantar kembali ke bumi oleh Matali dengan sebuah kereta sorgawi. Kakawin ini ditutup dengan keluh kesah para bidadari yang ditinggalkan di sorga dan sebuah kolofon mpu Kanwa.

B.     ANALISIS KAKAWIN ARJUNAWIWAHA
Arjunawiwaha merupakan awal dari sastra puitis Jawa Timur. Termasuk dalam karya sastra Jawa kuna. Di lihat dari sudut komposisi pada umumnya, serta gaya bahasanya, maka dalam syair ini kita menemukan sebuah puisi kakawin yang mengalami puncak kesempurnaan. Semuanya yang dapat kita harapkan dari sebuah kakawin terdapat di sini, termasuk adegan-adegan pertempuran yang mampu membatasi diri dalam sebuah cerita.
Lain halnya dengan cerita kakawin yang lainnya, dialognya hidup, tema-temanya juga beraneka ragam, dari permenungan mendalam mengenai dunia yang maya ini seperti dalam percakapan antara Indra dan Arjuna, sampai kisah percintaan yang nyata dengan Niwātakawaca selaku tokoh utama. Di gambarkan dengan surgawi sebagai Arjuna dan para bidadari sebagai pelakunya. Bahasa dan gayanya relatif polos serta lugu dan tidak dibuat-buat (sesuai dengan apa adanya). Ini tidak berarti bahwa kakawin ini mudah diterjemahkan maupun ditafsirkan.
Bila kita membandingkan cerita seperti disajikan dalam epos Mahabharata dengan cerita yang kita dapati dalam kakawin, maka kemiripan hanya kita jumpai dalam kisah mengenai pertemuan dengan bathara Siwa. Tetapi selain itu kemiripan hanya terbatas pada beberapa tema umum biasa, seperti kunjungan Indra yang menyamar sebagai seorang Brahmin, tinggalnya Arjuna di surga dan perlawanannya terhadap para raksasa, tetapi konteksnya lain dan seluk beluknya memperlihatkan perbedaan yang besar.
Hasil analisis kakawin Arjunawiwaha menceritakan bahwa Kakawin Arjunawiwaha secara padat menjelmakan nilai estetik, yang berpusat pada perasaan dan yoga. Rasa yang dominan adalah rasa kepahlawanan yang diselimuti oleh rasa damai dengan mengikuti Arjuna sebagai ksatria. Yoga, yang bertujuan mencapai persatuan dengan kesatuan Siwa Sakti berporos pada paham sakti daya, kesaktian dan maya. Untuk mencapai sebuah kesaktian,  orang harus bergulat dengan maya nya sendiri dan harus bisa mengatasi semuanya. Dengan mengatasi segala macam godaan dan ujian, Arjuna telah mencapai persatuan dan kesatuan Siwa-Sakti. Arjuna adalah manusia sakti yang berhasil membunuh Niwatakawaca,sebuah raksasa yang sakti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar