Salah satu kasus ulah majikan yang mungkin pernah dikatakan oleh warga Malaysia sebagai kasus terbrutal di negaranya yaitu masalah Nirmala Bonat. Saya kira Nirmala Bonat merupakan klimaks dari drama ini, tetapi rupanya kata “Meninggal Dunia” merupakan kata yang harus dicapai oleh pemerintah kita agar lebih berkerja dengan giat lagi. Tidak salah berita-berita penyiksaan tiap bulan selalu hadir di setiap media. Meskipun tidak menjadi berita utama, namun tetap menggugah kita sebagai masyarakat sosial yang masih peduli. Sehingga dapat dikatakan jika mereka (TKI) pergi berkerja tidak mencari harta, tetapi mencari siksaan bahkan maut.
Sumiati misalnya, berangkat ke Arab Saudi demi mengumpulkan uang agar cita-citanya menjadi guru terwujud. Sedianya gaji sebagai TKI digunakan untuk membayar biaya kuliah kelak. Namun, belum sampai cita-citanya itu justru tubuhnya harus meregang sakit dihajar majikan. Bibir sumbing karena digunting, kulit kepala terkelupas, tubuh disetrika, muka rusak, kaki lumpuh dan berbagai penderitaan lain, karena kejamnya perilaku majikan. Belum reda tragedi Sumiati, muncul lagi kasus yang tak kalah sadis. Kikim Komalasari, TKI asal Cianjur, Jawa Barat, ditemukan meninggal di sebuah tong sampah.
Pemerintah seharusnya mampu berpikir bijak akan tuntutan para TKI yang menginginkan kesejahteraan hidup pada dirinya. Para TKI sebelumnya telah menerima fakta dengan ikhlas tentang naiknya harga-harga kebutuhan hidup seperti makanan pokok, tarif listrik dan air, serta pajak. Hal itu merupakan salah satu cerminan lemahnya sistem sosial yang ada di masyarakat kita antara orang atas dan kaum bawahan serta jauh dari kata sejahtera.
Di luar negeri saudara setanah air kita tengah berjuang sekuat tenaga untuk dapat bertahan hidup. Tidak hanya bertahan hidup dengan memperoleh harta bermata uang luar negeri, tetapi juga bertahan hidup demi keselamatan hidupnya. Untuk alasan kedua di atas, dapat dispekulasikan sebagai hal yang tidak pernah disangka oleh para tenaga kerja kita yang ada di luar negeri. Penganiayaan marak terjadi pada buruh Indonesia, mulai dari luka kecil hingga menyebabkan kematian. Hal itu juga didukung oleh alasan para majikan tempat mereka berkerja dengan alasan yang tidak disengaja sampai secara terang-terangan disengaja. Tidak hanya itu, kita juga sering disajikan oleh berita di televisi mengenai pulangnya TKW karena tidak tahan oleh penganiayaan majikannya. Maka dia tidak pantas disebut sebagai pahlawan devisa negara, karena dia pulang dengan fisik terluka dan tanpa sepersen pun harta bermata uang luar negeri.
Data Kementrian Luar Negeri Mengenai Kematian Tenaga Kerja yang Berkerja di Luar Negeri | |
Tahun | Jumlah Jiwa |
2007 | 2081 jiwa |
2008 | 494 jiwa |
2009 | 1107 jiwa |
2010 | 908 jiwa |
Source: Deplu Republik Indonesia
Dari data di atas terlihat jumlah jiwa yang sempat turun drastis pada tahun 2008 malah naik 124% pada tahun berikutnya. Sedangkan sampai pada bulan November 2010 ini, jumlah jiwa yang meninggal yaitu 908 jiwa. Bahkan ini belum terhitung korban yang meninggal pada bulan Desember atau yang hanya mengalami luka kecil/psikologis dan cacat permanen. Tentu kita sangat mengharapkan jumlah korban jiwa tersebut jatuh hingga 100% dengan angka 0 jiwa. Tapi hal itu sangat tidak mudah. Alasan terkuatnya yaitu masyarakat kita yang tergolong ekonomi ke bawah mayoritas pengangguran. Tanpa disadari pengaruh dari teman-teman mereka yang telah pulang sanggup meyakinkan mereka untuk berkerja di luar negeri. Teman-teman mereka sanggup memberi bukti dengan fakta-fakta yang cukup meyakinkan seperti pembangunan rumah, pembelian sepeda motor, bahkan sampai naik haji. Wacana tersebut membutakan mereka akan ketidaksamaan sikap manusia yang ada pada majikannya kelak di tempat ia berkerja.
Andai pemerintah kita lebih menghormati ketenagakerjaan, hal-hal tersebut dapat diminimalisir. Setidaknya perbanyak lapangan kerja di negeri sendiri merupakan langkah awal yang konkret demi mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Selanjutnya perlindungan tenaga kerja yang harus diperketat. Dengan membuat nota kesepahaman perlindungan tenaga kerja kita dengan negara tempat TKI/TKW berkerja, maka TKI/TKW yang berkerja dapat terlindungi.
Berbagai contoh kasus di atas merupakan pembenaran atas persepsi tentang lemahnya sosial kita. Pemerintah, apakah mereka mau disalahkan atas kejadian-kejadian ini? Sebenarnya pemerintah mampu menunjukan rasa sosial mereka kepada para tenaga kerja kita. Lindungi secara tegas dan ketat saudara kita, antar mereka hingga rumah majikannya, jemput mereka dari rumah majikannya. Namun jika egoisme telah merasuk dalam tiap nurani para tokoh kita, akan banyak kiriman mayat TKI yang datang dari luar negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar