Menurut ahli sastra Pierre Macherey, terikatnya teks pada ideologi tertentu bukan pada apa yang dikatakannya, tapi justru pada apa yang tidak dikatakannya. Suatu teks mengandung kebungkaman-kebungkaman (silences) tertentu, gaps tertentu dan absences tertentu. Tugas seorang kritikus adalah membuat kebungkaman-kebungkaman itu ’berbicara’. Macherey juga menolak gagasan bahwa pengarang (teks) merupakan seorang ’pencipta’ (creator). Buat dia, seorang pengarang pada hakekatnya adalah seorang produsen yang mengolah bahan-bahan tertentu menjadi suatu produk yang baru. Bentuk, nilai-nilai, mitos, simbol, ideologi-ideologi merupakan bahan siap jadi yang dapat diolah oleh sang seniman, seperti seorang pekerja di pabrik perakitan mobil membuat mobil dari bahan-bahan yang sudah diolah.
Pendapat di atas merupakan pendapat mengenai seorang sastrawan yang mengkonsep pada suatu teks (tidak harus teks sastra). Teks tersebut menurut Macherey tidak mencerminkan suatu keterbukaan materi yang terlihat secara eksplisit pada teks tersebut. Melainkan memperlihatkan suatu teks yang mempunyai maksud-maksud implisit. Maka dari itu, keimplisitan pada teks tersebut merupakan suatu hal yang harus dibuka secara eksplisit agar teks tersebut terlihat jelas tujuan yang ingin disampaikan.
Para pembaca yang mempunyai jiwa halus dan dapat menghayati arti teks tersebut secara keseluruhan atau disebut kritikus mempunyai tanggungjawab terkait dengan proses pengeksplisitan teks. Para kritikus mengkhususkan diri sendiri menjadi seorang yang benar-benar ahli dalam menilai maupun menghakimi karya. Sebagai orang yang hadir setelah suatu teks dimunculkan oleh pengarang, kritikus harus mempunyai dan meyakini tiga aspek yang diterapkan dalam proses kritik yaitu aspek historis teks, aspek rekreatif teks yang ingin disampaikan oleh pengarang, dan aspek penghakiman (nilai karya tersebut). Selanjutnya, karya tersebut merupakan hasil produksi dari seorang pengarang yang berorientasi pada latar belakang kehidupannya sendiri. Pengarang mampu menghasilkan suatu karya dengan bahan-bahan yang telah ada sekaligus dicampuri dengan pengalaman historisnya membaca suatu kehidupan. Sehingga kritikus diharapakan sejeli mungkin bisa membaca maskud dari pengarang pada suatu karya. Mulai dari latar kehidupan sang pengarang sampai pengaruh materi teks tersebut terhadap pembaca.
Dari uraian di atas jelas terlihat hubungan antara kritikus dan pengarang terjembatani oleh teks itu sendiri. Pengarang dengan pengalaman dan keahliannya menghasilkan suatu karya/teks yang baru, lalu oleh kritikus teks tersebut dijadikan sebagai suatu hal yang harus dinilai dan dihakimi dengan cara yang halus dan menghayati keseluruhan teks. Selanjutnya di antara kritikus dan pengarang timbul suatu simbiosis mutualisme, yang memang menguntungkan mereka secara timbal balik. Seorang kritikus haruslah selalu meningkatkan mutu kritiknya dengan mengkritik sejumlah karya-karya yang dihasilkan oleh pengarang, maka kritikus memerlukan konsistensi produktivitas karya oleh sang pengarang. Sebaliknya sang pengarang dapat meningkatkan mutu produktivitas karya-karyanya dengan melihat serta membaca hasil kritik dari sang kritikus. Seperti evaluasi, sehingga karya yang telah dikritik tersebut dapat digunakan sebagai pembanding untuk meningkatkan mutu karya-karya seorang pengarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar