Hear U'r God

Hear U'r God
Sebuah potret atas ilham-ilham yang akan Allah berikan pada kita untuk kekuatan kita menempuh hidup di dunia ini. Dengarkan baik-baik setiap dengungan nadanya, intonasinya, dan warnanya yang membentuk suatu kesatuan petunjuk kebenarannya..

Jumat, 01 Juli 2011

Sejarah Kajian Lingusitik

SEJARAH KAJIAN LINGUISTIK
Istilah Linguistics baru muncul sekitar awal abad 19.
Kajian berkenaan dengan masalah seluk beluk bahasa pada awalnya dikenal dengan istilah:
Rhetoric à Grammar à Comparative Philology à Linguistics
Ferdinand de Saussure membagi tiga tahap perkembangan kajian linguistik:
1. Tahap Grama
Yaitu periode kajian yang dilakukan oleh filosof-filosof Yunani yang kemudian dilanjutkan oleh ahli-ahli Perancis. Kajian yang dilakukan lebih bersifat Preskriptif.
2. Tahap Filologi
 Yaitu mencakup kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang Alexandria. Tokoh utamanya Friedrich August Wolf. Kegiatan yang dilakukan seperti membuat penafsiran pada teks-teks dan naskah yang ada. Fokus studi pada persoalan sastra dan adat-budaya.
3. Tahap Perbandingan (Comparative philology)
Kegiatan yang dilakukan lebih banyak memperbandingkan bahasa satu dengan bahasa lain, terutama untuk mencari aspek perbedaan maupun persamaan, bahkan kekerabatan atau keserumpunan.


MASA INDIA
Kajian bahasa di India menurut Buchler telah ada sejak abad ke-5 SM. Brahmana ketika itu telah berhasil menciptakan abjad terdiri dari 46 huruf yang kemudian oleh Panini (± 400 SM) digunakan sebagai dasar dalam menyusun tata bahasa Sansekerta. Panini, sarjana Hindu itu telah membuat ± 4.000 pemerian (statement) tentang struktur bahasa Sansekerta dengan prinsip dan gagasan yang diantaranya masih dipakai dalam kajian linguistik modern.
Leonard Bloomfield (1887-1949), menyebut Panini sebagai One of the greatest monuments of human intelligence. Tata bahasa karangannya tersebut merupakan yang pertama kali diciptakan manusia (khususnya dalam bahasa Sanskerta).
Kajian bahasa di India lebih ditujukan untuk kepentingan Agama Hindu. Bunyi-bunyi bahasa dipelajari dengan detail dan seksama, terutama untuk menjaga hikmah yang terdapat dalam kitab Veda.

MASA YUNANI
Sejarah kajian bahasa bermula dari kegiatan pemikir Yunani seperti: Gorgias, Socrates, Plato, Aristoteles.

Plato (429-347 SM) dikenal sebagai tatabahasawan pertama. Plato sudah menganalisis bahasa dengan menguraikannya atas actor (pelaku) dan action (tindakan). Mengenai hubungan antara lambang dan acuannya, menurut Plato, antara keduanya terdapat hubungan yang logis. Pendapat tersebut sejalan dengan pandangan Socrates yang berpendapat bahwa lambang harus sesuai dengan acuan.
Plato dianggap sebagai yang pertama menemukan potensi tata bahasa. Gagasannya tentang logos (ujaran) yang pada pokoknya terdiri atas katagori kata benda dan kata kerja, yaitu: onoma (nomen) dan rhema (verbum), yang bisa ditentukan secara logis (unsur yang diberi predikat dan predikatnya). Analisis dikotomis ini telah menjadi perintis dari segala analisis tata bahasa.

Aristoteles (384-322 SM), murid Plato, secara lebih rinci telah membagi ujaran menjadi beberapa unsur, serta telah melakukan penggolongan kata (parts of speech) lebih kompleks. Kelas kata menurut versi Aristoteles: Onoma, rhema, dan syndesmoy (kt sambung). Katagori penggolongannya yang lain adalah: subject, predicate, gender, number, case, person, tense, mood. Aristoteles juga menekuni masalah Retorika dan fonologi.

Mengenai hubungan antara bentuk bahasa dan maknanya, Aristoteles tampaknya tidak sependapat dengan sang guru. Aristoteles lebih berkeyakinan jika makna dari bentuk bahasa merupakan persoalan konvensi  dan persetujuan antara para pemakainya.

Pemikiran Aristoteles mendapatkan penyempurnaan pada masa-masa sesudahnya. Sekitar 100 tahun kemudian, Kaum Stoa (Stoik) berusaha memisahkan issue grammar dengan persoalan filsafat. Mereka juga mulai memperkenalkan kajian baru yang disebut etymology (etyma= roots = akar), yaitu ilmu yang mempelajari asal-usul dan sejarah perkembangan kata. Mereka juga memberikan  penambahan katagori kata yang sebelumnya hanya 3 (Onoma, rhema, dan syndesmoi) menjadi 4 (Onoma, rhema,  syndesmoy, dan arthron (kt sandang).
Kaum Alexandrian, lewat tokohnya Dionysius Thrax (100 SM), memperluas pembagiannya menjadi 8 katagori:
1. onoma, kata benda
2. rhema, kata kerja
3. metosche, partisiple
4. arthron, kata sandang
5. antonymia, kata ganti
6. prothesis, kata depan
7. epirrhema, kata keterangan
8. syndesmoi, kata sambung

Karya fenomenal Dionysius Thrax yang berpengaruh di dunia kajian linguistik adalah “Grammar”. Thrax secara fonologis telah melakukan pemerian vokal dan konsonan. Batasannya tentang kalimat yang hingga kini masih berpengaruh berbunyi: “A sentence is a combination of words .... making complete sence”.  Istilah-istilah seperti: noun, verb, participle, article, pronoun, preposition, adverb, conjunction, merupakan hasil adopsi pemikirannya.

Sifat kajian pada masa itu umumnya masih  Linguistic Chauvinism, yaitu merasa bahwa bahasa lain  lebih rendah dari bahasa Greek. Sehingga kajian bahasa hanya sebatas pada kajian bahasa Greek saja, dan belum merambah pada bahasa-bahasa asing sekitar. Mereka mengira kalau bahasa Greek dapat mewakili seluruh bahasa manusia di dunia. Terminologi yang digunakan dalam observasi bahasa masih menggunakan istilah-istilah filsafat yang abstrak.
Namun, banyak gagasan mereka yang menjadi inspirasi kajian linguistik modern. Bahkan pemikiran  meraka tentang katagori kata, subjek-predikat, katagori infleksi seperti gender, number, case, person, tense, dan mood, masih disetujui dan dipakai dalam kajian linguistik modern.




MASA ROMAWI
Pada masa Romawi berkembang pula kebudayaan Yunani yang dianggap sebagai budaya agung. Trend ini disebut Hellinisme.
Kajian bahasa masa Romawi pada dasarnya merupakan penerapan hasil pemikiran masa Yunani yang kemudian dimodifikasi dan diterapkan pada bahasa Latin. Dalam katagori kata, selain ke-8 katagori Thrax, muncul satu katagori lagi yaitu numeralia (kata bilangan).

Tokoh Romawi yang membahas linguistik bahasa latin adalah Varro (116-27 SM). Varro menulis buku berjudul De Lingua latina (25 jilid), yang di dalamnya telah mengupas persoalan etimologi, morfologi, dan sintaksis.
Tokoh lainnya adalah Priscia,  yang kemudian dikenal sebagai peletak dasar tata bahasa Priscia, menghasilkan karya Grammatical Catagoris. Karya ini berisi  analisis kutipan-kutipan yang dikumpulkan dari pidato para orator ternama.
Issue yang dibahas dalam tata bahasa meliputi: fonologi, morfologi, dan sintaksis. Pada bidang katagori kata dibagi menjadi: nomen, verbum, participium, pronomen, adverbiu, praepositio, interjectio, dan conjuntio. 
Setelah kekaisaran Romawi jatuh, bahasa Latin selama berabad-abad masih dipakai sebagai bahasa akademis di Eropa. Pendekatan kajian kebahasaannya pun akhirnya  menjadi kiblat perkembangan linguistik dunia barat.

 MASA PERTENGAHAN
Pada era ini sistem pendidikan Latin masih mendominasi ranah  keilmuan, termasuk bidang kajian bahasa. Bahasa Latin dianggap sebagai bahasa yang bernilai tinggi. Digunakan sebagai bahasa di kalangan akademik, untuk diplomasi, dan bahasa gereja.
Muncul era Skolastik, yaitu cara belajar ilmu di lingkungan biara, ahli agama, di sekolah-sekolah lingkungan istana.
Perhatian lebih banyak ditujukan pada bahasa Latin klasik, walaupun realitasnya bahasa tersebut sudah lama tidak dipakai sebagai sarana komunikasi.
Dua hal menonjol di bidang linguistik adalah: munculnya kaum modistae dan tata bahasa spekulatif.
Kaum Modistae lebih mengedepankan kajian makna bahasa. Menurut mereka, setiap benda mempunyai beberapa ciri berbeda yang disebut dengan modi essendi. Pikiran manusia dapat menangkap pengertian secara aktif yang disebut modi itellegendi activi, maupun secara pasif yang disebut modi intellegendi passivi.
Dalam bidang kajian bahasa, mereka juga membuat katagori-katagori  yang disebut modi significandi, misalnya bentuk kata mereka sebut dengan (dictionis), bagian ujaran (partes orationis). Menurut kaum Modistae, modi significandi itulah yang dijadikan sebagai kunci analisis bahasa.
Tata bahasa Spekulativa lebih banyak membicarakan persoalan kata dalam hubungannya dengan referensi dan konsepsi pikiran manusia.
Menurut tata bahasa Spekulativa, kata tidak secara langsung mewakili reference. Kata hanya mewakili hal adanya benda dalam berbagai cara, inodus, substansi, aksi, kualita. Mereka juga berpendapat jika secara substansial semua bahasa pada dasarnya sama. Setiap bahasa akan memiliki konsep yang sama tentang kata-kata  dan memiliki katagori-katagori gramatika dan jenis kata yang sama.
Tokoh terkenal di era ini adalah Petrus Hispanus yang menulis buku berjudul Sumemulae Logicales.

MASA RENAISSANCE    
Renaissance dari kata renaitre ‘lahir kembali’, yaitu era menghidupkan kembali usaha mempelajari seni, budaya,  maupun keilmuan di masa Yunani dan Romawi.
Momen-Momen Masa Renaisance:
1. Munculnya penolakan terhadap hasil tradisi Skolastik dan muncul gerakan humanisme (kemanusiaan). Di Florence berdiri Platonic Academy yang mengkaji dan memperkenalkan kembali bahasa Grik dan Latin Klasik.
2. Johan Gutenberg pada pertengahan abad XV menemukan mesin cetak, sehingga buku-buku mulai banyak dicetak.
3. Colombus menemukan benua baru. Di sisi lain mobilitas perdagangan yang semakin luas mendorong orang untuk belajar bahasa bangsa lain.
4. Timbul hasrat mempelajari bahasa daerah, terutama untuk kepentingan menterjemahkan Injil yang ketika itu hanya ditulis dalam bahasa Yunani dan Ibrani.

Kekerabatan bahasa mulai menjadi issue dalam kajian bahasa. Josephus tercatat sebagai sarjana terkenal yang membicarakan kekerabatan bahasa.
Sarjana lain, Sealiger (1540-1609) juga tertarik mengkaji kekerabatan bahasa. Dia berpendapat jika di Eropa terdapat 11 bahasa induk, 4 di antaranya merupakan bahasa besar, yaitu: Yunani, Jerman, Romawi, dan Slavia.
Keberadaan bahasa di luar benua Eropa juga mulai menjadi perhatian. Misionaris-misionaris Eropa memberikan laporan mengenai keberadaan bahasa wilayah Asia, yaitu: China, Jepang, India, dan Melayu.
Linguistic Chaufinism juga masih mewarnai kajian bahasa era ini. Ada kecenderungan memandang bahwa bahasa sendiri lebih baik dibandingkan bahasa lainnya.
Ahli filologi Swedia, Kemke menyatakan jika Tuhan berbicara bahasa Swedia, Adam berbahasa Denmark, dan Naga (ular naga) berbahasa Perancis. Seorang Belanda Goropius Becanus dengan berani berteori jika bahasa di Surga adalah bahasa Belanda. Raja Psammetichus dari Mesir (abad XVII) berkesimpulan jika bahasa manusia pertama adalah bahasa Mesir Kuno.

 PERIODE PERKEMBANGAN
Era Renaisance hingga  abad ke-17 ditandai dengan mulai ditinggalkannya Eropasentris dalam kajian bahasa. Kegiatan tersebut semakin berlanjut pada masa-masa sesudahnya. Di era ini dilakukan pengumpulan bahasa dari seluruh dunia secara besar-besaran, baik oleh para misionaris Eropa maupun para sarjana pengkaji bahasa. P.S. Pallas dengan bantuan Ratu Rusia, Katharina II berhasil mengumpulkan kata-kata dari 272 bahasa di Eropa, Asia, dan Amerika.
Lorenzo Hervasy Panduro membuat ikhtisar tata bahasa dari 300 bahasa, 40 di antaranya adalah bahasa Indian Amerika.
G.W. Liebnitz (1646-1716) menguraikan hubungan kekeluargaan bahasa-bahasa yang  terdapat di Eropa dan Asia.
Lambert ten Kate (1674-1731) menyatakan “Segala hukum bahasa tidak boleh ditetapkan secara apriori, tetapi harus berdasarkan pada penyelidikan berdasarkan data-data atau kenyataan empiris”.
Abad ke-18 dikenal dengan era Age of Reason, atau era mengedepankan rasio pikiran. Era ini dianggap sebagai era kemenangan akal terhadap kepercayaan. Linguistik mulai menjadi kajian ilmu baru. 
Sir William Jones (1746-1794) dari East India Company, seorang pegawai perpustakaan bangsa Inggris di India (1786) mengemukakan hasil kajiannya terhadap bahasa India kuno. Di forum The Royal Asiatic Society di Kalkuta, Jones memaparkan hubungan antara bahasa Sanskerta, Yunani, Latin, dan bahasa Indo-Jerman lainnya.
Paparan Jones tersebut memicu semakin maraknya kajian perbandingan bahasa di Eropa.

Pandangan para sarjana terkait dengan teori asal-usul bahasa.

E.B. Condillac (1746) berpendapat bahwa asal mula bahasa berpangkal pada bunyi-bunyi alamiah berupa teriakan-teriakan karena adanya emosi yang kuat. Teriakan-teriakan tersebut dihubungkan dengan perasaan sederhana yang menyertainya, diulang-ulang, akhirnya menjadi bunyi-bunyi bermakna. Seiring dengan semakin banyaknya perasaan yang ingin diungkapkan pembicara, maka bunyi-bunyi bahasa itu akhirnya menjadi semakin banyak.

Johann Gotfried Herder (1744-1804) menyatakan: “Bahasa tidak mungkin dari Tuhan, sebab bahasa terlalu tidak sempurna dan tidak sesuai dengan logika. Bahasa timbul semata-mata karena dorongan kesadaran dan kecerdasan yang dimiliki manusia. Berkat kesadaran dan kecerdasan tersebut manusia akhirnya mampu meniru berbagai bunyi untuk menyertai kesan, gerak, dan emosi. Mereka secara langsung atau tidak langsung akan menirukan bunyi-bunyi yang ada di sekitarnya sehingga menjadi bahasa. Menurutnya manusia adalah ensorium commure, yaitu dipenuhi dengan kesan-kesan, analogi perasaan dan kesadaran. Misalnya, akibat berjalan, berburu, akhirnya merasa sakit. Dari analogi tersebut timbullah kata-kata capek, sakit, dll. Sehingga menurutnya, kata-kata kerjalah yang lebih dulu muncul. 

Friedrich von Schlegel (1772-1829) dan A.W. Schlegel (1767-1845).
F. von Schlegel sejak tahun 1803 mempelajari bahasa Sanskerta berkat bantuan orang Inggris bernama Hamilton. Tahun 1808 menulis buku Ueber die Sprache und Weisheit der Indier, berisi tentang perbandingan infleksi dan derivasi bahasa Sanskerta, Yunani, Latin, dan bahasa-bahasa Indo-Eropa. Dia menyimpulkan jika persamaan yang ada bukan karena peminjaman, melainkan karena persamaan asal. Bahasa Sanskerta adalah bahasa yang tertua dibandingkan dengan bahasa lainnya.
Menurutnya bahasa dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
  1. Bahasa fleksi, yaitu bahasa yang salah satu proses morfologis pembentukan katanya dilakukan dengan cara perubahan root (akarnya).
  2. Bahasa afiks, yaitu   bahasa yang salah satu proses morfologis pembentukan katanya dilakukan dengan cara afiksasi.
  3. Bahasa yang partikelnya berfungsi menentukan makna, misalnya bahasa Tionghoa.
Perkembangan bahasa dimulai dari bahasa seperti bahasa Tionghoa, menjadi bahasa afiks, baru kemudian menjadi bahasa fleksi.
Sedangkan A.W.  Schlegel membuat klasifikasi bahasa sebagai berikut.
  1. Bahasa tanpa struktur tata bahasa.
  2. Bahasa yang menggunakan afiks.
  3. Bahasa yang berfleksi.

Wilhelm von Humboldt (1767-1835)
Ahli tata negara, filologi klasik, filsafat, belletri (sastra indah). Pandangannya ttg bahasa terdapat dalam karangannya berjudul: “Ueber die Kawisprache auf der insel Java”.
Pandangannya bersifat historis dan filosofis. Menurutnya bahasa berawal dari keinginan-keinginan batin manusia yang dihubungkan dengan bunyi-bunyi tertentu. Lebih lanjut dikatakan: “Tiap perbuatan-perbuatan menimbulkan kesan-kesan. Tiap kesan-kesan akan menjadi pemikiran-pemikiran. Tiap objek pemikiran akan menjadi objek pernyataan. Presentasi dari pernyataan-pernyataan tersebut adalah simbol-simbol bahasa. Akhirnya bahasa tersebut akan kembali ke alam pikiran”.
Bahasa berwujud dua, yaitu bentuk (form/aussere lautform/artikulierte laut) dan makna (meaning/innere form ‘bentuk batin’). Dan setiap bahasa mempunyai sistemnya sendiri, sehingga tidak ada bahasa yang primitif ataupun yang istimewa.
Humboldt juga membuat pemisahan antara “kemampuan bahasa” dengan “aspek kreatif berbahasa”, yang kelak diperkenalkan Chomsky sebagai konsep Competence dan Performance.
Pembagian empat jenis bahasa menurut klasifikasi Humbolt:
  1. Bahasa monosilabel, yaitu  bahasa yang hanya terdiri dari root dan tak mengalami perubahan bentuk.
  2. Bahasa Aglutinasi (agglutinate ‘melekatkan, merekatkan menjadi satu’, gluten= perekat) bahasa tempel-menempel. Perubahan bentuk dilakukan dengan cara melekatkan afiks.
  3. Bahasa Fleksi, yaitu bahasa yang mengenal konjugasi.
  4. Bahasa Inkorporasi (in corporate ‘memasukkan ke dalam’), yaitu ciri bahasa ini patient dimasukkan ke dalam bentukan kata kerja.


R.K. RASK (1787-1832)
Rask adalah sarjana yang pertama kali menggambarkan sistematika  bahasa-bahasa  Indo Jerman. Ia merupakan pengagum bahasa Nur Kuno (Islandia). Pada tahun 1818 terbit bukunya yang merupakan hasil kajian tentang asal mula bahasa Nur Kuno. Rask menganggap bahasa Nur Kuno sebagai bahasa yang sangat baik, karena sistem fleksinya dianggap sangat sempurna dengan kosa kata yang sangat murni.
Menurut Rask, jika ada persamaan antara dua bahasa, maka berarti terdapat hubungan kekerabatan antara dua bahasa tersebut. Variasi bunyi lebih disebabkan karena organ-organ alat bicara dan cara menghasilkan bunyi.
Kajian Rask yang sangat penting adalah tentang pergeseran bunyi pada bahasa-bahasa Indo Jerman, yang kemudian kajian ini dilanjutkan oleh Jacob Grimm.
Karena kurangnya penguasaan terhadap bahasa Sanskerta, analisnya tentang hubungan kekerabatan bahasa banyak terdapat kekeliruan.
Kesalahan utama yang dibuat adalah anggapannya jika bahasa Islandia Kuno sebagai asal mula dari semua bahasa Indo Jerman.         

Jocob Grimm (1785-1863)
Sarjana Jerman yang dianggap sebagai peletak dasar kajian Linguistik Historis Komparatif.
Profesi Grimm pada awalnya adalah pengkaji hukum secara historis. Karena banyak membaca naskah-naskah Jerman kuno, akhirnya tertarik pada filologi dan perbandingan bahasa. Bukunya yang berhubungan dengan linguistik berjudul “Deutsche  grammatik”.
Pandangannya yang terkenal adalah apa yang dikenal dengan Hukum Grimm (banyak orang menyebut hukum Rask), yaitu tentang hukum perubahan bunyi yang teratur dalam bahasa-bahasa Indo Jerman.
Korespondensi Bunyi:
Gotis               f p b                 th t d               h k g
Latin                p b f                 t d t                 c g h
Yunani                        p b f                 t d th               k g ch
Sanskerta         p b bh              t d dh              s j h
Jerman             b(v) f p                        d z t                 g ch k

Periode pertumbuhan bahasa menurut Grimm
Periode pertama: berupa penciptaan dan pertumbuhan akar kata dan kata-kata.
Periode kedua: berupa kejayaan fleksi.
Periode ketiga: berupa makin lenyapnya fleksi.
Pertumbuhan bahasa itu pada tingkat pertama hanya mempunyai tiga bunyi vokal /a,i,u/ dan sejumlah kecil konsonan. Tiap kata bersifat monosilabel dan peristiwa-peristiwa abstrak tidak ada.
Catatan:
Carl Verner, sarjana Denmark mengapresiasi Hukum Grimm. Menurutnya, jika ingin berbicara tentang perubahan bunyi harus pula memperhatikan pengaruh individu dan aksen. Misalnya:
Sanskerta                     bhrāthar           pitar
Gotis                           brŌther            fadar
Latin                            frāter               pater




Franz Bopp (1779-1967)
Merupakan tokoh ahli bahasa Sanskerta dan salah satu tokoh dalam ilmu perbandingan bahasa-bahasa Indo Jerman.
Bopp membagi klasifikasi bahasa atas tiga jenis:
a.      Bahasa-bahasa tanpa akar dan tanpa tata bentukan atau tidak memiliki organisme tata bahasa, misalnya bahasa Tionghoa.
b.      Bahasa-bahasa dengan akar kata yang terdiri dari satu suku kata dan memiliki organisme tata bahasa.
c.       Bahasa-bahasa dengan akar kata yang terdiri dari dua suku kata dan tiga konsonan mutlak.
Terkait dengan analisis kalimat, Bopp menggunakan trias theori yang menyatakan jika tiap kalimat sebenarnya terdiri dari tiga bagian, yaitu subjek, predikat, dan kopula.
Mengikuti jejak Grimm, Bopp juga sependapat jika bahasa primitif hanya memiliki 3 bunyi, yaitu /a, i, dan u/.


SCHLEICHER (1821-1868)
Selain ahli bahasa, Schleicher adalah seorang filosof dan ahli botani. Menurutnya, pertumbuhan bahasa bersifat historis, tetapi pertumbuhan itu lebih sebagai proses alam dalam bentuk yang murni. 
Pemikiran penting Schleicher di bidang perkembangan kajian bahasa adalah:
1.        Memulai rekonstruksi bentukan asli bahasa Indo-Jerman dengan jalan membanding-bandingkan dengan bahasa lain yang dikenalnya.
2.        Menentukan bentuk asal dari bahasa-bahasa Indo-Jerman. Menurutnya asal dari bahasa-bahasa Indo-Jerman adalah sebuah bahasa dari bangsa yang ada di Asia Tengah.
3.        Stammbaum theorie ‘Teori Pohon’, yaitu teori pertumbuhan/perkembangan bahasa yang digambarkan dalam bentuk skema pohon kekerabatan. Grandsprache merupakan bahasa induk yang diturunkan oleh Ursprache ‘bahasa purba’.

Klasifikasi bahasa menurut Schleicher:
Bahasa Isolasi (sejenis bahasa Tionghoa)
Bahasa aglutinasi inklusif
Bahasa fleksi      

JOHANNES SCHMIDT 1872
Memunculkan teori baru “Wave Theory atau Wallen Theory” yang menggugurkan teori Schleicher “Stammbaumtheory”.
Menurut Schmidt, wilayah bahasa dapat ditentukan garis batasnya yang disebut isoglosse. Wilayah isoglos tersebut meluas dapat diibaratkan seperti jalannya gelombang, yaitu bersimpang-siur dan tidak bersifat monolitik. Berbagai variasi dari perkembangan bahasa mungkin saja didapati di berbagai wilayah sebagai efek ombak dari dinamika perkembangan bahasa tersebut. 
Schmidt memandang jika seluruh bahasa Indo-Jerman sebagai kesatuan yang tak terpisahkan seperti rangkaian gelang besi.

KAUM NEOGRAMMATICI  ATAU YOUNGGRAMMATIKER (1870-1880)
Tokoh-tokohnya antara lain: Karl Brugmann, H. Osthoff, H. Leskien, Delbruck, Herman Paul, dan Wilhelm Scheren.
Issue tentang asal mula bahasa mulai ditinggalkan. Perhatian lebih ditujukan pada persoalan tatabahasa  dari bahasa-bahasa yang sedang dikaji.
Brugmann dan Delbruck mempublikasikan karya mereka berjudul “Grundriss der Vergleichenden Grammatik der Indogermanischen Sprachen”  sebanyak 5 jilid, berisi tentang sistem tata bahasa hingga pada tataran sintaksis.
Garis besar fokus kajian linguistik masa itu adalah:
1.      perbandingan bahasa
2.      ilmu bunyi
3.      aksen dan tekanan
4.      penyusunan tata bahasa tiap bahasa yang dikaji
5.      perhatian terhadap bidang sintaksis
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar