Hear U'r God

Hear U'r God
Sebuah potret atas ilham-ilham yang akan Allah berikan pada kita untuk kekuatan kita menempuh hidup di dunia ini. Dengarkan baik-baik setiap dengungan nadanya, intonasinya, dan warnanya yang membentuk suatu kesatuan petunjuk kebenarannya..

Jumat, 01 Juli 2011

Perihal Dekontruksi

Dekontruksi pada karya sastra.
Dekontruksi saya tafsirkan sebagai proses membongkar sekaligus membangun kembali suatu kontruksi bangunan yang dinilai tidak sesuai dengan harapan kita sebagai penafsir. Tidak dinilai di sini saya tafsirkan pada karya sastra merupakan metode kritik pada karya sastra. Metode ini berkerja dengan memberikan kebebasan penuh pada penafsir ataupun kritik untuk mendekati sebuah karya sastra dari segi manapun. Asalkan sang penafsir itu mempunyai fakta-fakta dan alasan yang kuat untuk mendekontruksi suatu karya tersebut.
Tokoh terpenting dalam metode sastra ini adalah Jacques Derrida, seorang filsuf asal Aljazair dan menjadi kritikus terkemuka di Perancis. Derrida merupakan seorang filsuf Perancis dan dianggap sebagai pendiri ilmu deonstruktivisme, sebuah ajaran yang menyatakan bahwa semuanya di-konstruksi oleh manusia, juga bahasa. Semua kata-kata dalam sebuah bahasa merujuk kepada kata-kata lain dalam bahasa yang sama dan bukan di dunia di luar bahasa.
Dalam metode ini, terdapat unsur yang membuat metode ini terlihat baru yaitu dengan pengertiannya. Pengertian yang saya maksud di sini adalah pengertian tentang dekontruksi sebagai cara-cara pengurangan terhadap salah satu atau segala intensitas kontruksi seperti gagasan, bangunan, dan susunan yang telah dianggap baku oleh para khalayak sastra. Tak pelak juga secara universal, hal-hal itu juga didekontruksi. Metode ini juga layak disebut sebagai pendobrak pakem kritik sastra yang telah ada. Karena memang kajian dari metode ini secara garis besar yaitu bersifat membongkar serta membangun kembali karya sastra secara intens dan tak pernah kenal lelah. Semua hal itu dilakukan untuk menemukan hal-hal yang bersifat tersembunyi atau sengaja disembunyikan dari pihak pembaca, khususnya mengenai ketidakbenaran dan selain itu mengenai tokoh sampingan dan perempuan yang seharusnya mempunyai peranan penting tetapi tidak seberapa diperhitungkan dalam karya sastra.
Dari uraian paragraf di atas, sejatinya ‘dekontruksi’ ini bukan merupakan paham khusus mengenai sastra, tetapi filsafat yang menyeluruh mengenai aktivitas interpretasi, serta metode ini bukanlah suatu teori dan tidak menawarkan teori yang lebih baik mengenai kebenaran. Jadi hanya sebagai sebuah metode kritk sastra terhadapa suatu karya sastra.
Salah satu contoh penerapan kajian dekonstruksi sastra yang dikemukakan oleh Bramantio, pengajar Ilmu Sastra di Fakultas Ilmu Budaya Unair. Bramantio mengemukakan cerita yang telah mendunia seperti Cinderella. Cerita tersebut dibandingkan dengan cerita Perempuan Tanpa Ibu Jari milik Intan Paramadhita. Secara sadar atau tidak sadar karya Intan Paramadhita itu merupakan karya tandingan untuk cerita Cinderella. Tak lain cerita itu diciptakan oleh Intan untuk mengkritik Cinderella secara terbuka dengan kejadian-kejadian yang mungkin atau bisa saja terjadi dalam cerita Cinderella tersebut.
Jalan cerita ini sama seperti jalan cerita Cinderella, nama Cinderella pada cerita ini ditranformasikan dengan nama Sindelarat. Peran yang diemban kedua tokoh ini sama-sama sebagai anak tiri dari seorang ibu yang jahat dan menikah dengan pangeran kerajaan. Namun berbeda keadaan kedua tokoh ini dalam cerita tersebut setelah menikah dengan pangeran. Dalam cerita Cinderella, Cinderella hidup bahagia selamanya setelah menikah dengan sang pangeran. Namun pada cerita Perempuan Tanpa Ibu Jari, Sindelarat tidak seperti Cinderella. Intan Paramadhita mencoba memberi gambaran tentang kemungkinan kejadian yang terjadi setelah pernikahan itu. Yaitu dengan menceritakan kehidupan Sindelarat yang tak lagi bahagia seperti yang diduga orang-orang. Sindelarat harus melahirkan putra, bukan putri seperti yang dilahirkannya selama 5 tahun pernikahannya. Dia akhirnya harus meninggal dengan pendarahan parah dengan kondisi badan gemuk dan tak seperti saat dipinang dengan sang pangeran.
Uraian di atas menandakan bahwa dekontruksi mencoba mendobrak pakem-pakem kehidupan yang dirasa terlihat ganjil pada suatu karya sastra. Mencoba memperlihatkan hal-hal yang bisa saja terjadi selanjutnya dan secara merta membuka hal-hal yang disembuyikan pada suatu karya. Baiknya suatu karya didekontruksi dengan karya tandingan yang berisikan semacam pola cerita yang berbeda tapi tetap pada alur cerita yang sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar