Hear U'r God

Hear U'r God
Sebuah potret atas ilham-ilham yang akan Allah berikan pada kita untuk kekuatan kita menempuh hidup di dunia ini. Dengarkan baik-baik setiap dengungan nadanya, intonasinya, dan warnanya yang membentuk suatu kesatuan petunjuk kebenarannya..

Jumat, 01 Juli 2011

Resume Kajian Budaya

Berbicara tentang kajian budaya, maka lebih bijaksana jika merujuk pada tulisan C. Barker (2000) mengenai konsep-konsep kajian budaya. C. Burker telah memberikan deskripsi yang jelas tentang delapan konsep kunci dalam kajian budaya, yaitu (1) kebudayaan dan praktik pemaknaan, (2) representasi, (3) materialis-me dan nonreduksionisme, (4) kekuasaan, (5) ideologi dan hegemoni, (6) teks dan pembacanya, serta (7) subjektivitas dan identitas. Beberapa konsep kunci yang relevan dengan topik tulisan ini dipaparkan berikut.

  1. Kebudayaan dan Praktik Pemaknaan
Kajian budaya memandang kebudayaan terkait dengan pertanyaan tentang makna sosial (social meaning) yang dimiliki bersama, yakni berbagai cara kita memahami dunia ini. Akan tetapi, makna tidak semata-mata mengawang-awang di luar sana. Makna dibangun melalui tanda, khususnya tanda-tanda bahasa. Kajian budaya menyatakan bahwa bahasa bukanlah media netral bagi pembentukan makna dan pengetahuan tentang dunia objek independen yang ada di luar bahasa. Sebaliknya, bahasa merupakan bagian utama dari makna dan pengetahuan tersebut. Bahasa memberikan makna pada objek material dan praktik sosial yang dibeberkan oleh bahasa kepada kita. Proses-proses produksi makna merupakan praktik pemaknaan dan memahami kebudayaan berarti mengeksplorasi cara makna dihasilkan secara simbolis dalam bahasa sebagai suatu sistem pemaknaan.

  1. Representasi
Bagian terbesar kajian budaya pada pertanyaan tentang representasi, yakni bagaimana dunia itu dikonstruksi dan direpresentasikan secara sosial kepada dan oleh kita. Unsur utama kajian budaya dapat dipahami sebagai kajian kebudayaan sebagai praktik pemaknaan representasi. Dalam memahami representasi, kita diharapkan mengeksplorasi pembentukan makna tekstual. Tentu bukan makna teks yang vakum sosial. Kajian budaya menghendaki penyelidikan tentang cara dihasilkannya makna pada beragam konteks. Representasi dan makna budaya memiliki materialitas tertentu. Representasi dan makna melekat pada bunyi, prasasti, objek, citra, buku, majalah, dan program televisi. Makna budaya diproduksi, ditampilkan, digunakan, dan dipahami dalam konteks sosial tertentu.
  1. Materialisme dan Nonreduksionisme
Sebagian besar kajian budaya memberikan perhatian pada ekonomi industri modern dan budaya media yang diproduksi pada sistem kapitalis tempat representasi diproduksi oleh perusahaan yang didorong oleh motif mencari laba. Selain memfokuskan pada praktik-praktik pemaknaan, kajian budaya berusaha menghubungkan mereka dengan ekonomi politik. Disiplin tersebut membicarakan kekuasaan dan distribusi sumber daya ekonomi dan sosial. Akibatnya, kajian budaya banyak membicarakan siapa yang memiliki dan mengontrol produksi budaya,distribusi dan mekanismenya, dan konsekuensi dari pola-pola kepemilikan dan kontrol tersebut bagi kontur lanskap budaya. Kajian terhadap media massa, misalnya, pada akhirnya mempertanyakan siapa yang memiliki dan mengontrol berita sehingga menciptakan perspektivitas tertentu (Fairclough, 1995).

  1. Kekuasaan
Dalam kajian budaya, sentralitas konsep kekuasaan dipandang berlangsung pada setiap level relasi sosial. Kekuasaan bukan hanya perekat yang menyatukan kehidupan sosial, atau kekuatan koersif yang menyubordinasikan sekelompok orang atas orang lain, melainkan proses yang membangun dan membuka jalan bagi adanya segala bentuk tindakan, hubungan, atau tatanan sosial. Meskipun kadang kadangkekuasaan benar-benar menghambat, kekuasaan juga dipahami sebagai sesuatu yang melapangkan jalan. Terkait dengan kekuasaan tersebut, kajian budaya menunjukkan perhatian ekstraspesifik terhadap kelompok-kelompok pinggiran karena secara berturut-turut mulai soal kelas, ras, gender, kebangsaan, kelompok umur, dan sebagainya.

  1. Ideologi dan Hegemoni
Ideologi berarti peta makna (Barker, 2000:11). Selalu terdapat klaim bahwa ideologi sebagai kebenaran universal yang merupakan pemahaman yang khas berdasarkan latar belakang sejarahnya yang memerumit dan menjaga kekuasaan. Makna yang sebenarnya partikular menjadi seolaholah universal secara bawah sadar. Ideologi sering menjadi sumber motivasi bagi anggota kelompok tertentu. Hegemoni adalah proses penciptaan, perawatan, dan reproduksi makna dan praktik yang menguasai kehidupan masyarakat. Hegemoni berakibat kepada situasi di mana satu kelompok yang berkuasa menggunakan autoritas sosial dan kepemimpinan terhadap kelompokkelompok subordinat lewat kemenangan konsensus, tanpa harus melalui ancaman fisik.

  1. Teks dan Pembacanya
Teks dalam kajian budaya bukan hanya merujuk pada kata-kata tertulis, melainkan semua praktik yang memiliki makna. Termasuk di dalamnya adalah pembentukan makna melalui berbagai citra, bunyi, objek seperti pakaian dan aktivitas seperti tari dan olahraga. Semua dinamakan teks budaya. Kajian budaya mengkritik produksi konsensus yang berimplikasi kepada penyamaan masyarakat dengan makna budaya yang dibangun oleh praktik-praktik pemaknaan teks hegemonik. Makna budaya tidak ada yang stabil. Makna budaya adalahsesuatu yang labil. Makna yang dibaca kritikus dalam teks budaya niscaya tidak sama dengan yang diproduksi oleh audien aktif atau pembaca. Pembaca tentu tidak akan berbagi makna yang sama antara yang satu dengan yang lain. Kritikus hanyalah bagian dari pembaca atau salah satu di antara sekian juta pembaca. Tidak ada kritikus yang menghegemonik rezim kebenaran. Teks sebagai bentuk representasi bersifat polisemis, artinya memiliki banyak arti.

  1. Subjektivitas dan Identitas
Kajian budaya mengeksplorasi cara kita menjadi orang sebagaimana kita sekarang dan di sini, bagaimana kita diproduksi sebagai subjek, bagaimana diri kita menjadi laki-laki atau perempuan, bagaimana kita dibentuk sebagai pribadi-pribadi. Pelbagai argumen dalam kajian budaya terkenal dengan anti-esensialisme. Identitas bukanlah sesuatu yang eksis. Ia tidak memiliki kandungan universal atau esensial. Sebaliknya, identitas merupakan konstruksi diskursif, produk diskursus atau cara bertutur yang terarah tentang dunia. Identitas itu dibangun dan diciptakan daripada ditemukan oleh representasi, terutama bahasa. Tidak ada identitas yang begitu saja hadir dalam keadaan jadi di hadapan kita.

Sumber Pustaka :
 Barker, C. 2000. Cultural Studies: Teori dan Praktik. Terjemahan oleh Nurhadi (2004). Yogyakarta: Penerbit Kreasi Wacana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar