A. Frase Bahasa Indonesia
Definisi frase menurut M. Ramlan yaitu satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampau batas fungsi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa frase mempunyai dau sifat menurut pengertian di atas yaitu (1) frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih dan (2) frase merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi, maksudnya harus terdapat dalam satu fungsi pada suatu kalimat. Jadi frase tersebut haruslah terdiri dari lebih dari atau sama dengan dua kata asalkan tidak melampaui satu fungsi dalam suatu kalimat.
Beberapa hal yang terdapat dalam frase ini yaitu :
(1) Pembentuk frase harus berupa morfem bebas, bukan berupa morfem terikat. Seperti kontruksi daya juang, yang tedapat morfem terikat juang. Maka dapat dikatakan bahwa kontruksi itu merupakan kata majemuk. Seperti kontruksi tanah tinggi yang unsurnya berupa morfem bebas.
(2) Frase merupakan kontruksi nonpredikatif. Hal ini menandakan bahwa hubungan antara kedua unsur yang membentuk frase itu tidak berstruktur subjek-predikat atau predikat-objek, sehingga dapat dikatakan frase merupakan konstituen pengisi dalam suatu kalimat. Seperti bentuk saya makan yang terdiri dari fungsi subjek-predikat, maka bentuk itu bukan merupakan frase. Berbeda dengan bentuk sedang makan yang tentu menempati fungsi predikat.
(3) Dalam frase, antara kata yang satu dengan kata yang lain dapat diselipi unsur lain. Seperti bentuk celana panjang, bentuk tersebut dapat diselipi suatu unsur lain sehingga menjadi celana berkain panjang.
(4) Karena frase mengisi salah satu fungsi sintaksis, maka salah satu unsur frase itu tidak dapat dipindahkan secara terpisah, jika ingin dipindahkan maka harus membawa semua unsur dalam satu fungsi. Seperti pada kalimat Ipank membelikan boneka lumba-lumba untuk Icha. Untuk frase boneka lumba-lumba tidak dapat dipindahkan letaknya secara terpisah menjadi Boneka Icha dibelikan Ipank lumba-lumba. Seharusnya tetap menjadi satu fungsi seperti Boneka lumba-lumba untuk Icha dibelikan Ipank jika dalam kalimat pasif.
(5) Berbeda dengan makna pada kata majemuk yang menciptakan makna baru atau satu makna, maka frase memiliki makna sintaktik atau makna gramatikal. Seperti kata majemuk rumah sakit, kata majemuk menciptakan makna baru bagi rumah sakit dengan arti ‘tempat bagi orang yang sakit’. Berbeda dengan rumah Ipank yang merupakan sebuah frase yang berarti ‘rumah milik Ipank’.
Jenis-jenis frase dapat dibedakan menjadi dua jenis frase utama yaitu frase eksosentrik dan frase endosentrik.
Frase eksosentrik merupakan frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Frase ini merupakan frase yang dimana kedua atau salah satu komponennya tidak dapat berdiri sendiri. Seperti frase ke sekolah. Dalam kalimat Andi membawa sepeda ke sekolah, tentu tidak dapat menjadi kalimat Andi membawa sepeda ke atau Andi membawa sepeda sekolah. Selanjutnya frase eksosentris ini dibedakan menjadi dua frase sub bagian lagi. Yaitu frase eksosentris yang direktif dan frase eksosentris yang nondirektif. Frase direktif yaitu frase eksosentris yang komponennya berupa preposisi di, ke, dari, dan berkategori nomina. Seperti frase dari rumah teman, di kampus, dan ke masjid. Sedangkan frase eksosentris yang nondirektif yaitu frase eksosentris yang berupa komponen artikulus, seperti si, sang, yang, para, dan kaum. Selanjutnya komponennya juga berupa kata berkategori nomina, ajektifa, atau verba. Seperti si kaya, sang pahlawan, yang berbaju merah, para budayawan, dan kaum ekstrimis.
Frase endosentrik merupakan frase yang salah satu unsurnya atau komponenya memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Frase yang salah satu artinya jika dipasang pada satu kalimat dapat menggantikan peranan frase itu. Seperti kalimat Amir sedang mencari uangnya, maka kalimatnya bisa menjadi Amir mencari uangnya. Selanjutnya frase endosentrik dibedakan atas frase endosentrik yang koordinatif, frase endosentrik yang atributif, dan frase endosentrik yang apositif. Frase endosentrik yang koordinatif yaitu frase yang terdiri dari komponen yang setara, dan kesetaraan itu dibuktikan dengan adanya kata penghubung seperti dan atau atau. Seperti adik kakak, belajar dan bekerja, dan hitam atau putih. Frase endosentrik yang atributif yaitu frase yang terdiri dari komponen yang tidak setara. Sehingga tidak terdapat kata penghubung seperti dan atau atau. Frase ini mempunyai unsur pusat dan unsur atributif. Seperti baju lama, malam itu, sedang mandi. Kata-kata baju, malam, dan sedang merupakan unsur pusat, sedangkan kata-kata lama, itu, dan sedang merupakan unsur atributif. Frase endosentrik yang apositif adalah frase yang kedua komponennya saling merujuk sesamanya dan oleh karena itu urutan letak komponennya dapat ditukarkan. Seperti contoh ini: Pak Tubi, dosen saya, pintar sekali. Lalu kalimat ini: Dosen saya, pak Tubi, pintar sekali. Dari kedua kalimat tersebut, pak Tubi dapat menggantikan atau digantikan dengan dosen saya, ataupun dihilangkan salah satu dari kedua frase tersebut.
Frase-frase juga dapat dibedakan berdasarkan persamaan distribusi dengan golongan kata menjadi empat golongan yaitu frase nominal, frase verbal, frase bilangan, dan frase keterangan. Sedangkan berdasarkan tidak memiliki persamaan distribusi dengan kategori kata disebut frase depan.
Frase nominal yaitu frase yang memiliki pendistribusian yang sama dengan kata nominal. Dalam frase tersebut terdapat golongan kata nominal. Seperti frase celana baru dan jalan kecil. Selanjutnya frase nominal ini dibagi dalam beberapa bentukan kategori kata komponennya. Seperti frase nominal yang bercirikan kata benda diikuti kata benda. Contoh: gelang perak. Selanjutnya frase nominal berciri kata benda diikuti kata kerja. Contoh: adik bersepatu. Lalu frase nominal yang bercirikan kata benda diikuti kata bilangan. Contoh: apel tiga biji. Selanjutnya frase nominal yang bercirikan kata benda diikuti kata keterangan. Contoh: acara besok sore. Lalu frase nominal yang bercirikan kata benda yang diikuti frase depan. Contoh: pengabdian kepada masyarakat. Selanjutnya frase nominal yang bercirikan kata benda didahului kata bilangan. Contoh: lima buah sepeda baru. Lalu frase nominal yang bercirikan kata nominal didahului kata sandang. Contoh: sang kodok. Selanjutnya frase nominal yang bercirikan kata yang diikuti kata benda. Contoh: yang ini. Lalu frase nominal yang bercirikan kata yang diikuti kata kerja. Contoh: yang akan pulang. Selanjutnya frase nominal yang bercirikan kata yang diikuti kata bilangan. Contoh: yang sepuluh buah. Lalu frase nominal yang bercirikan kata yang diikuti kata keterangan. Contoh: yang kemarin. Selanjutnya frase nominal yang bercirikan kata yang diikuti frase depan.
Frase verbal yaitu frase yang memiliki pendistribusian yang sama dengan kata kerja. Dalam frase tersebut terdapat golongan kata kerja. Seperti frase sedang menulis, frase sering lari, frase dapat menari, dan frase akan datang. Frase akan datang merupakan frase yang terdiri dari kata akan yang termasuk golongan kata tambah dan merupakan atribut dalam frase itu, sedangkan kata datang yang termasuk golongan kata kerja merupakan unsur pusat dari frase tersebut. Maka semua kata golongan tambah merupakan kata-kata yang dalam frase endosentrik yang atributif berfungsi sebagai atribut bagi unsur pusat yang berupa kata benda. Untuk frase menyanyi dan menari, frase ini terdiri dari golongan kata kerja semua. Kedua kata pembentuk frase tersebut merupakan unsur pusat semua dan hanya dipisahkan dengan kata dan.
Frase bilangan merupakan frase yang memiliki pendistribusian yang sama dengan kata bilangan. Dalam frase tersebut terdapat golongan kata bilangan. Seperti frase lima buah kursi. Dalam frase tersebut terdapat kata bilangan yaitu lima. Frase bilangan selalu terdiri dari unsur kata bilangan diikuti kata satuan. Seperti frase tiga lembar (daun). Kata lembar merupakan kata satuan.
Frase keterangan merupakan frase yang memiliki pendistribusian yang sama dengan kata keterangan. Dalam frase tersebut terdapat golongan kata keterangan. Frase ini memiliki kecendrungan yaitu selalu berada dalam sebuah klausa atau kalimat yang menduduki fungsi keterangan. Jumlah dari frase ini tidak banyak dalam bahasa Indonesia. Seperti frase besok malam, nanti siang, dan tadi malam.
Frase depan merupakan frase yang diawali oleh kata depan sebagai penanda, dan diikuti oleh kata yang berkategori benda (N), kerja (V), bilangan (bil), atau keterangan sebagai petanda. Seperti frase di wisma yang berpetanda benda, frase dengan sangat lincah yang berpetanda kerja, frase dari dua (kali) yang berpetanda bilangan, dan frase sejak kemarin malam yang berpetanda keterangan.
B. Klausa Bahasa Indonesia
1. Pengertian klausa dan perbedaan dengan kalimat
Dalam tataran sintaksis Bahasa Indonesia, klausa merupakan salah satu dari satuan-satuan milik Sintaksis selain kata, frase, kalimat, dan wacana. Maka dari itu klausa haruslah didapati sebagai sebuah bagian yang tidak boleh ditanggalkan dari sistem sintaksis ini sebagai satuannya. Dalam Bahasa Indonesia, terdapat klausa-klausa yang tentu menarik untuk ditelaah lebih lanjut karena bentuknya hampir sama dengan kalimat pada umumnya.
Definisi klausa menurut M. Ramlan merupakan satuan gramatik yang terdiri dari unsur predikat saja, lalu disertai dengan fungsi subjek, objek, pelengkap, dan keterangan ataupun tidak. Sehingga fungsi-fungsi selain predikat boleh hadir atau boleh tidak. Sedangkan menurut Abdul Chaer, klausa merupakan satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkontruksi predikat. Artinya, di dalam kontruksi itu ada komponen berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikat; dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, pelengkap, dan keterangan. Sehingga dapat disimpulkan klausa sebagai satuan gramatik dalam sintaksis yang berkewajiban mempunyai fungsi predikat sebagai unsurnya.
Untuk membedakan klausa dengan kalimat dengan mencontohkan pada kumpulan kata-kata seperti ini: Andi bermain. Dalam kontruksi tersebut, syarat menjadi klausa telah terpenuhi dengan adanya fungsi predikat sebagai syarat mutlak serta hadirnya fungsi subjek. Klausa tersebut dapat berubah menjadi kalimat dengan menambahkan tanda final berupa tanda (.), (?), (!). Jika kalimat tersebut tanpa tanda-tanda seperti itu, maka masih disebut sebagai klausa.
2. Analisis klausa berdasarkan kategori fungsi dan makna
Seperti yang diuraikan di atas, klausa terdapat fungsi wajib dan fungsi tidak wajib. Fungsi wajib yaitu fungsi predikat sebagai pernyataan mengenai yang ingin diutarakan atau mengenai subjek. Sedangkan fungsi tidak wajib adalah subjek, objek, pelengkap, dan keterangan. Subjek sendiri adalah fungsi yang menjadi hal yang ingin dikatakan oleh oleh penulis. Seperti klausa Ayah makan, Ayah menjadi subjek karena merupakan hal yang ingin dikatakan, dan makan merupakan predikat karena berisi pernyataan mengenai subjek. Objek sendiri akan bersifat wajib hadir jika fungsi predikatnya berupa predikat transitif seperti Irfan memakan buah apel. Selanjunya fungsi pelengkap sebagai fungsi yang melengkapi klausa yang berpredikat intransitif seperti Irfan bersenjata senapan MK-41. Sedangkan untuk fungsi keterangan berfungsi sebagai memberi informasi tambahan dalam klausa itu sendiri berupa waktu atau tempat seperti: Malam ini Irfan tidak bisa tidur.
Fungsi-fungsi klausa tersebut jika dikategorikan secara golongan kata, maka menghasilkan analisis seperti berikut. Fungsi predikat terdapat beberapa golongan yaitu kata benda (N), kata kerja (V), dan kata numeralia (Bil). Contoh untuk fungsi predikat bergolongan kata benda yaitu: Batu itu adalah batu Zamrud. Contoh untuk fungsi predikat bergolongan kata kerja yaitu: Irfan sedang meminta uang. Contoh untuk fungsi predikat bergolongan kata numeralia yaitu: Teman-temannya ada tujuh orang. Fungsi subjek hanya terdapat golongan kata benda (N) seperti : Irfan pergi berkerja dan Tiga wanita itu mendapatkan perhiasan. Selanjutnya fungsi objek juga hanya terdapat golongan kata benda (N) seperti : Irfan membeli buku Kewarganegaraan dan Anak-anak itu memberikan ibunya sebuah pakaian. Fungsi pelengkap terdapat tiga golongan kata yaitu kata benda (N), kata kerja (V), dan kata numeralia (Bil). Contoh untuk fungsi pelengkap bergolongan kata benda yaitu: Orang itu berkalung emas. Contoh untuk fungsi pelengkap bergolongan kata kerja yaitu: Irfan sedang belajar berhitung. Contoh untuk fungsi pelengkap bergolongan kata numeralia yaitu: Teman-temannya berkurang satu orang. Selanjutnya fungsi keterangan terdapat beberapa golongan kata yaitu kata keterangan (ket), frase depan (FD), kata benda (N), dan kata kerja (V). Contoh untuk fungsi keterangan bergolongan kata benda yaitu: Bulan yang akan datang Irfan akan pulang. Contoh untuk fungsi keterangan bergolongan kata kerja yaitu: Irfan berjalan tersandung-sandung. Contoh untuk fungsi keterangan bergolongan kata frase depan yaitu: Komeng dan Sule mengangkat sepeda motor itu secara bersama-sama. Contoh untuk fungsi keterangan bergolongan kata keterangan yaitu: Inggris akan segera datang besok sore.
Selanjutnya fungsi-fungsi tersebut dianalisis berdasarkan maknanya maka menghasilkan analisis sebagai berikut. Fungsi predikat mempunyai beberapa makna seperti tindakan, keadaan, pengenal, dan jumlah. Fungsi predikat bermakna tindakan seperti: Rondo mengerjakan soal bahasa Inggris. Fungsi predikat bermakna keadaan seperti: Kuliah kemarin sangat menyenangkan. Fungsi predikat bermakna pengenal seperti: Bapak dosen itu adalah Dekan Fakultas Kedokteran. Fungsi predikat bermakna jumlah seperti : Mobil Basuki ada tiga. Untuk fungsi subjek, terdapat enam makna yaitu pelaku, alat yang digunakan, sebab, pengalam, dikenal melalui tanda pengenal, dan yang dikenai jumlah. Fungsi subjek bermakna ‘pelaku’ seperti : Nurdin mengebom hotel J.W Marriot. Fungsi subjek bermakna ‘alat yang digunakan’ seperti : Becak itu mengangkut barang bawaan nenek. Fungsi subjek bermakna ‘sebab’ seperti : Kebakaran kertas ini menyebabkan terbakarnya rumah itu. Fungsi subjek bermakna ‘pengalam’ seperti : Pesawat Lion Air terjatuh saat mendarat di Bandara Selaparang. Fungsi subjek bermakna ‘dikenal melalui tanda pengenal’ seperti : Pemuda itu dikenal sebagai pemuda yang baik. Fungsi subjek bermakna ‘yang dikenai jumlah’ seperti : Pintu kamar itu dua. Selanjutnya fungsi objek terdapat lima macam makna yaitu menderita akibat tindakan, penerima tindakan, tempat, alat yang digunakan, dan hasil tindakan tersebut. Fungsi objek bermakna ‘menderita akibat tindakan’ seperti : Irfan memotong rumput di depan rumahnya. Fungsi objek bermakna ‘penerima tindakan’ seperti : Bapak Walikota menghadiahi Sudin uang. Fungsi objek bermakna ‘tempat’ seperti : Irfan baru ini mengunjungi rumah neneknya. Fungsi objek bermakna ‘alat yang digunakan’ seperti : Nurdin menggunakan bom untuk meledakkan Tunjungan Plaza. Fungsi objek bermakna ‘hasil tindakan tersebut’ seperti : Mahasiswa Sastra Indonesia menulis antologi puisi berjudul ‘Detik-detik Kematian’.
Untuk fungsi pelengkap terdapat dua makna yaitu sebagai yang dikenai akibat tindakan predikat dan alat yang digunakan. Fungsi pelengkap yang bermakna ‘yang dikeani akibat tindakan predikat’ seperti : Setiap malam Dina bermimpikan seorang pangeran. Fungsi pelengkap yang bermakna ‘alat yang digunakan’ seperti : Rumah Unyit beratapkan jerami. Selanjutnya fungsi keterangan terdapat sepuluh jenis makna yaitu tempat, waktu, cara, penerima faedah, peserta yang ikut, alat yang dipakai, sebab, frekuensi tindakan, perbandingan, dan perkecualian. Fungsi keterangan yang bermakna ‘tempat’ seperti: Ali bertemu dengan Saskia di depan rumah Andi. Fungsi keterangan yang bermakna ‘waktu’ seperti : Dini hari tadi Irfan pergi menemui Nyoman. Fungsi keterangan yang bermakna ‘cara’ seperti: Pemain itu menendang bola dengan kerasnya. Fungsi keterangan yang bermakna ‘penerima faedah’ seperti : Quinn memberikan uang kepada Foe. Fungsi keterangan yang bermakna ‘peserta yang ikut’ seperti : Tuti menyanyikan lagu kenangan dengan Titi DJ. Fungsi keterangan yang bermakna ‘alat yang dipakai’ seperti : Nenek menjahit baju itu dengan jarum yang telah karatan. Fungsi keterangan yang bermakna ‘sebab’ seperti : Adam menangis ketakutan karena melihat ayahnya membawa pisau berdarah. Fungsi keterangan yang bermakna ‘frekuensi tindakan’ seperti : Mony memukul Tina sebanyak empat-lima kali. Fungsi keterangan yang bermakna ‘perbandingan’ seperti: Makanan ini sangat enak seperti masakan luar negeri. Fungsi keterangan bermakna ‘perkecualian’ seperti : Semua mahasiswa mendapat pakaian terkecuali Irfan.
3. Jenis-jenis klausa
Berdasarkan struktur internnya, klausa dapat dibedakan menjadi klausa lengkap dan klausa tidak lengkap. Hal ini berdasar pada ada-tidaknya fungsi subjek, dan karena hal ini peran subjek merupakan terpenting kedua setelah fungsi predikat sebagai syarat mutlak adanya suatu klausa. Klausa lengkap terdiri sedikitnya yaitu fungsi predikat dan subjek seperti: Badan orang itu sangat besar. Sedangkan klausa tidak lengkap terdiri sedikitnya fungsi predikat saja, berikut ditemani oleh fungsi-fungsi lainnya seperti objek, pelengkap, dan keterangan, seperti: membaca komik; bermain api; dan pergi ke sekolah.
Berdasarkan kategori kata atau frase yang menduduki fungsi predikat, klausa dapat dibagi menjadi klausa nominal, klausa verbal, klausa bilangan, klausa adjektifal, klausa adverbial, dan klausa preposisional. Klausa nominal adalah klausa yang berpredikat terdiri kata atau frase nominal seperti : Orang-orang itu adalah mahasiswa tahun lalu. Klausa verbal adalah klausa yang berpredikat terdiri kata atau frase verbal seperti : Deny mendaki Gunung Semeru bulan kemarin. Klausa bilangan adalah klausa yang berpredikat numeralia atau bilangan seperti : Rumah Bapak Siswanto itu tiga unit. Klausa adjektifal yaitu klausa yang berpredikat kata adjektifal seperti : Hari ini gadis kecil itu rapi sekali. Klausa adverbial yaitu klausa yang berpredikat kata adverbia seperti : hidupnya sangat menderita. Klausa preposisional yaitu klausa yang berpredikat kata depan atau frase depan seperti : adik di depan rumah.
C. Kalimat Bahasa Indonesia
Kalimat sesungguhnya ditentukan bukan oleh susunannya fungsi atau jumlah kata yang hadir, tetapi ditentukan oleh adanya intonasinya berupa jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik. Seperti kata Duh!; atau saya Irfan. Sehingga dapat dijelaskan bahwa sintaksis yaitu satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turn atau naik.
Selain berunsur intonasi, setiap kalimat juga terdapat klausa, tetapi ada juga yang tidak berklausa. Maka berdasarkan unsurnya, kalimat dapat dibedakan menjadi kalimat berklausa dan kalimat tidak berklausa. Kalimat berklausa merupakan kalimat yang selain terdiri dari unsur intonasi juga terdapat unsur klausa yang berupa fungsi-fungsi seperti adanya minimal fungsi subjek dan predikat, selanjutnya dapat ditambahi dengan fungsi objek, keterangan, tau pelengkap. Seperti kalimat, suatu saat, Andi akan membeli rumah ini. Andi merupakan fungsi subjek, akan membeli merupakan fungsi predikat, rumah ini merupakan fungsi objek, dan suatu saat merupakan fungsi keterangan. Sedangkan kalimat tak berklausa merupkan kalimat yang tidak mempunyai fungsi-fungsi yang merupakan tanda klausa dan hanya mempunyai unsur intonasi. Seperti Astaga! Dan ini bapak gubernur.
Sedangkan berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi, kalimat dapat dibedakan menjadi kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat suruh. Kalimat berita merupakan kalimat yang pada umumnya berfungsi untuk memberitahukan sesuatu kepada orang lain hingga tanggapan yang diharapkan hanyalah berupa perhatian seperti tercermin pada pandangan mata yang menunjukan adanya perhatian, berupa perhatian tang disertai anggukan atau disertai ucapan ya dan ditandai dengan tanda (.). Seperti kalimat hari ini, hujan akan turun sangat deras. Sedangkan kalimat tanya merupakan kalimat yang pada umumnya berfungsi menanyakan sesuatu, tentunya pola intonasi kalimat tanya berbeda dengan kalimat berita dan diakhiri dengan tanda (?). Perbedaan itu terletak pada intonasi akhir yang lebih tinggi daripada intonasi akhir kalimat berita. Selain itu juga perlu ditentukan oleh adanya kata tanya dalam setiap kalimat. Baik itu kata tanya ya-tidak maupun kata tanya yang membutuhkan jawaban penjelasan. Seperti apa, siapa, mengapa, kenapa, bagaimana, mana, bilamana, kapan, dan berapa serta partikel –kah untuk kata tanya ya-tidak. Contoh kalimat tanya: Dimana engkau berada?
Untuk kalimat suruh, kalimat ini merupakan kalimat yang berfungsi untuk mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan dari orang yang diajak berbicara dan diakhiri dengan tanda (!). Berdasarkan strukturnya, kalimat suruh dapat dibedakan menjadi empat golongan yaitu kalimat suruh yang sebenarnya, kalimat persilahan, kalimat ajakan, dan kalimat larangan. Kalimat suruh yang sebenarnya yaitu kalimat suruh yang predikatnya dapat ditambahkan dengan partikel –lah. Seperti Pulanglah! Sedangkan kalimat persilahan merupakan kalimat suruh yang ditandai oleh adanya kata silahkan atau dipersilahkan yang diletakkan pada awal kalimat. Seperti Silahkan anda hitung uang kembaliannya! Untuk kalimat ajakan merupakan kalimat suruh yang mengharapkan orang yang diajak berbicara melakukan suatu tindakan begitu juga dengan dilakukan oleh seorang penuturnya. Seperti kalimat Mari belajar naik sepeda motor! Selanjutnya untuk kalimat larangan yaitu kalimat suruh yang ditandai oleh adanya kata jangan. Seperti kalimat Jangan pergi dariku!
Kalimat juga dapat dibedakan berdasarkan jumlah klausa yang hadir di dalamnya, maka kalimat-kalimat tersebut dapat dibedakan menjadi kalimat sederhana yang hanya terdiri dari satu klausa seperti kalimat Saya mencuci baju. Sedangkan kalimat luas yang terdiri dari beberapa klausa dan ditandai dengan kata-kata penghubung seperti dan, lagi, serta, selain, di samping, tambahan pula, lalu, kemudian, lantas, atau, tetapi, namun, melainkan, sedangkan, sebaliknya, padahal, bahkan, malahan, tambahan lagi, ketika, tatkala, sewaktu, semasa, sementara, serta, demi, begitu, selama, dalam, setiap, sebelum, sesudah, sehabis, sejak, semenjak, hingga, sampai, daripada, bagai, seolah, karena, berkat, meskipun, seandainya, seumpama, agar, supaya, biar, bahwa, kalau, dengan, tanpa, sambil, terkecuali, selain, untuk, guna, dan kata penghubung yang lain. Seperti kalimat Ketika ayah sedang pergi, kak Dino selalu pulang pada malam hari.
Kalimat luas sendiri jika diteliti berdasarkan adanya hubungan gramatik antara klausa yang satu dengan klausa yang lainnya dapat dibedakan menjadi kalimat luas setara dan kalimat luas tak setara. Kalimat luas setara merupakan kalimat yang terdiri dari beberapa klausa tetapi tidak saling berketerkaitan dalam gramatiknya dan dihubungkan dengan kata penghubung dan, tetapi, namun, lalu, dan kata penghubung lainnya. Seperti kalimat Irfan merupakan seorang yang baik dan berkepribadian menawan. Sedangkan kalimat luas tak bersetara yaitu kalimat yang terdiri dari beberapa klausa dan diantara klausa-klausa itu terdapat hubungan keterkaitan antara klausa seperti adanya induk kalimat dan anak kalimat. Anak kalimat tersebut dapat menduduki salah satu fungsi dari induk kalimat terkecuali fungsi predikat. Seperti kalimat Orang yang berbaju merah itu mengambil dompet milik Hari dan kalimat Deni memerlukan sebuah alat yang dapat membuka pintu ini.
Sumber Bacaan:
- Ramlan, M. 1981. Sintaksis. Yogyakarta: UP Karyono
- Chaer, Abdul. 1994. Lingusitik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
- Samsuri. 1987. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga.
- Chaer, Abdul. 1993. Gramatika Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
- Alwi, Hasan dan Dendy Sugono. 2002. Telaah Bahasa dan Sastra. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
- Verhaar, J. W. M. 1993. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar