I. PENDAHULUAN
Dimaksud dengan teks puisi yaitu teks-teks monolog yang isinya tidak pertama-tama merupakan sebuah alur. Selain itu teks puisi bercirikan penyajian tipografik tertentu. Definisi ini mengenai teks-teks puisi tidak hanya mencakup jenis-jenis sastra, melainkan pula ungkapan bahasa yang bersifat pepatah, pesan iklan, semboyan politik, syair lagu-lagu pop, dan doa-doa (Luxemburg dkk, 1986: 175).
Dari pengertian tersebut dapat diterangkan mengenai hakikat puisi sebagai teks monolog dari penyair yang berkomunikasi satu arah kepada pembacanya. Penyair mengundang para pembaca memberi respon terhadap teks monolog yang diciptakan penyairnya, tetapi tidak secara langsung saat dimunculkan karya penyair itu. Karena tentu para pembaca haruslah memikirkan dan melalui proses pembacaan berulang-ulang. Kemudian isi teks puisi di atas tentu tidak hanya permasalahan sastra, tetapi cenderung pada problematika kehidupan yang muncul di masyarakat termasuk permasalahan budaya, politik, sosial, ekonomi, ideologi dan lain-lain. Seperti sering pada saat ini, banyak puisi muncul dengan berlatar belakang permasalahan kehidupan sosial dalam bentuk kritik dan ditujukan pada pemerintahan.
Dalam menilai suatu karya sastra, tentu telah banyak yang tahu bagaimana para penafsir menafsirkan suatu karya sastra agar dapat mengetahui maksud pengarang dalam karya tersebut. Metode penilaian yang sederhana ini tentu dimulai dengan bagaimana kita dapat mengetahui kode-kode dalam memaknai karya sastra seperti kode bahasa, kode sastra, dan kode budaya. Kode bahasa merupakan kode pertama yang mesti kita kuasai untuk memaknai kemudian menilai karya sastra. Meskipun terlihat sebagai kode yang paling mudah untuk dimengerti, namun tentu sangat sulit dimengerti jika memakai kata-kata yang berambigu dan memerlukan pengetahuan yang cukup. Selanjutnya kode budaya dan kode sastra sangat diperlukan dalam menilai karya sastra ini. Dalam puisi ini kode budaya tentu sangat diperlukan karena seorang Linus Suryadi merupakan seorang penyair beraliran budaya Jawa yang kental dan menjunjung tinggi proses kebatinan di dalam seorang yang berasal dari suku Jawa. Proses ini tentu penting untuk mencari petunjuk memperoleh ketenangan dalam menjalani kehidupan pada seorang yang berasal dari suku Jawa.
II. PEMBAHASAN
Puisi karya Linus Suryadi
Ruang
Aku akan masuk ke dalam
sebentuk ruang
yang memberikan
kemungkinan-kemungkinan tenggelam
di tengah kebalauan
dengan dinding
dan suara asing
Lahir penerangan
dataran tanpa tepi
bisik-bisik yang akhali
menangkap angan sendiri
//Aku akan masuk ke dalam sebentuk ruang yang memberikan kemungkinan-kemungkinan tenggelam di tengah suasana kebalauan dengan dinding dan suara asing// //(Kemudian) lahir penerangan (dengan) dataran (yang) tanpa tepi dan bisik-bisik akhali (dan) menangkap angan sendiri//
Puisi ini diparafrasekan di atas dengan tujuan dapat menemukan gagasan penulis berdasar pada makna leksikal dan argumentasi-argumentasi yang dikemukakan. Penafsirkan puisi ini sebagai puisi kamar yang dimana penyairnya menciptakan puisi ini sesuai dengan apa yang dirasakan dan dialami oleh penyair tersebut dalam kehidupannya. Karena sesuai dengan ciri khas penyair yang bertema kebatinan pada setiap karyanya. Judul Ruang tentu memberi makna yang ambiguitas. Tentu banyak yang menafsirkan dengan ruang ‘tempat’, ruang ‘waktu’, ataupun ruang ‘suasana dalam batiniah’. Penafsiran ini menyilahkan untuk memberi gagasan pada setiap bait, tapi tentu tetap dalam arti yang diminta dan dimaksud oleh penyair yang bernama Linus Suryadi ini.
Kandungan dalam puisi ini mengindikasikan pada waktu yang disimbolkan dalam judul ‘ruang’ merupakan waktu para manusia menebus dosanya selama hidup di bumi ini. Lebih tepatnya saat manusia dikumpulkan pada suatu padang untuk menunggu pemanggilannya menghadap Tuhan setelah ajal menjemputnya hingga masuk pada neraka. Berhubung terdapat kata ‘akan’, berarti hal ini belum terjadi tetapi telah dibayangkan dengan proses batiniah penyairnya. Waktu tersebut sangat menentukan kemungkinan para manusia akan tenggelam dalam neraka jahanam terlebih dahulu. Karena pada hakikatnya, manusia tidak pernah luput dari dosa duniawi. ‘Di tengah kebalauan’ ini dimaksudkan kebingungan para manusia yang hendak masuk neraka. Tentu ‘dinding’ yang dimaksud pada puisi tersebut merupakan dinding neraka serta dipenuhi suara asing yang berasal dari penghuni neraka lainnya maupun para penghukum. ‘Lahir penerangan’ yang ditafsirkan adalah dimana manusia diangkat dari neraka dan diantar ke surga dengan penerangan yang tentu membahagiakan para manusia. Surga yang mampu memberikan apapun yang diminta oleh para manusia dan tiada bertepi dataran surga itu maupun permintaan manusia itu. ‘Bisik-bisik akhali’ merupakan bisik yang berhubungan dengan realitas yang dapat ditangkap dengan akal. ‘Menangkap angan sendiri’ maksudnya ditafsirkan sebagai angan-angan milik manusia yang tentu bisa diciptakan dan direalisaskikan sendiri tanpa ada kesulitan. Sesuai dengan kehidupan di surga yang dapat memberikan kita kebahagiaan akhirat karena dapat menentukan apa yang kita inginkan.
Dari analisis di atas dapat disimpulkan gagasan penulis. Penulis ingin menyampaikan pada kita tentang proses batiniah, proses berpindahnya ruang dan pemaknaan ruang dalam proses kematian manusia yang menuju neraka dan surga. Maka dari itu tulisan ini mungkin tidak akan mendapat totalitas maksud dan tujuan sang penyair dalam membuat puisi ini. Setidaknya mendekati apa yang dmaksud penyair.
Sumber :
- Teeuw, A. 1983. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia
- Aminuddin. 2009. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo
- Luxemburg, Jan van, Mieke Bal, dan Williem G. Weststeijn. 1989. Pengantar Ilmu Sastra, terj. Dick Hartoko. Jakarta: Gramedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar