1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kata sintaksis tentu telah kita ketahui artinya sebagai ilmu yang mempelajari seluk-beluk frasa, klausa, kalimat, dan wacana. Sintaksis ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frasa, berbeda dengan morfologi yang membicarakan seluk-beluk kata dan morfem (M. Ramlan, 1981 :1)
Dari pengertian itu, saya ingin menambahkan sedikit tentang bahan kajian sintaksis tidak hanya ketiga hal itu tetapi sintaksis juga menganalisis kajian bahasa secara sintaksis. Seperti dalam Buku Pedoman Pendidikan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga tahun 2008-2009, pendeskripsian mata kuliah sintaksis ini yaitu mengenai sistem dan struktur kalimat bahasa Indonesia dengan pokok bahasan dasar-dasar kajian bahasa secara sintaksis, tipe dan pola kalimat, tipe dan pola klausa, tipe dan pola frasa, tipologi sintaksis, serta model analisis bahasa secara sintaksis.
Maka dari itu, saya membuat makalah ini dengan mengambil kajian analisis bahasa secara sintaksis khususnya verba ulang. Memang verba ulang merupakan kajian morfologi, tapi akan saya kaji dengan menggunakan bidang sintaksis dalam frasa dan klausa. Saya memilih verba sebagai kajian karena verba mempunyai peran penting dalam suatu klausa maupun kalimat. Peran verba sebagai predikat dalam suatu kalimat membuat saya tertarik untuk mengkajinya lebih dalam. Verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas (Hasan Alwi et all, 1993 : 93).
1.2 Tujuan
Makalah ini dibuat agar mampu menjabarkan tentang peran atau fungsi verba ulang yang berasal dari proses reduplikasi. Karena sering terindikasi bahwa dalam penggunaan atau penelitian kajian linguistik terdapat pengecilan atau sengaja tidak dipedulikan oleh peneliti tentang fungsi-fungsi atau peran dari kategori itu. Maka dari itu makalah ini dibuat khusus membahas kategori verba ulang, untuk dapat menjelaskan secara rinci beserta contohnya. Terutama peran verba ulang itu dalam tataran klausa dan tataran frase, lalu pengaruh yang dihasilkan kepada konstituen-konstituen sebelah kanan dan sebelah kirinya, dan jenis verba ulang yang berkaitan adanya konstituen itu.
Makalah ini juga memberi stimulus kepada khalayak pengamat linguitik, khususnya bidang sintaksis dan lebih ke arah verba ulang agar dapat memberikan responsif terkait hal ini. Responsif yang dimaksud yaitu memberikan kajian pembanding terhadap tulisan ini dan mampu lebih menjelaskan tentang peran serta pengaruh verba ulang. Setidaknya dalam bentuk kritik terhadap bahasan ini, akan tetap membantu menjaga serta berupaya maksimal agar kajian linguistik ini dapat berperan aktif menjabarkan secara jelas verba ulang.
1.3 Rumusan Masalah
1. Apa peran verba ulang dalam Frasa dan Klausa?
2. Apa pengaruh verba ulang bagi konstituen-konstituen terdekat?
3. Apa saja jenis verba ulang yang berdasarkan adanya konstituen?
2. PEMBAHASAN
2.1 Peran Verba Ulang dalam Frasa dan Klausa
2.1.1 Kajian Frasa
Sebuah frasa tentu mempunyai bagian-bagian yaitu induk dan pewatas. Dalam hal ini induk merupakan peranan yang penting dan mempunyai fungsi sintaksis yang sama dengan keseluruhan peran yang lainnya. Sedangkan pewatas merupakan peran yang ikut membantu peran induk dalam terjadinya suatu frasa, tetapi tetap merupakan bagian yang penting dan akan dikaji.
Saya memberikan contoh kalimat-kalimat yang di dalamnya terdapat frasa yang mengandung verba ulang dan berkedudukan sebagai induk :
(1) Irfan hanya menebak-nebak saja bahwa Sherly akan datang.
(2) Laju mobilku tidak stabil, sering terhambat-hambat.
(3) Logika bukan menghitung-hitung angka di kertas.
(4) Rupa-rupanya orang tadi sangat terpingkal-pingkal karena melihat kejadian lucu itu.
(5) Rita tidak mungkin mengutak-atik masalah yang sudah selesai itu.
Dari kelima kalimat di atas, terdapat frasa yang mengandung verba ulang. Verba ulang yang kami maksud merupakan verba ulang dalam suatu frasa yang menduduki peran induk dari frasa itu sendiri. Seperti frasa menebak-nebak saja, sering terhambat-hambat, bukan menghitung-hitung, sangat terpingkal-pingkal, dan tidak mungkin mengutak-atik. Frasa-frasa tersebut mempunyai verba ulang yaitu menebak-nebak, terhambat-hambat, menghitung-hitung, terpingkal-pingkal, dan mengutak-atik. Lima verba ulang itu menduduki peran induk dalam frasa-frasa di atas. Sedangkan kata-kata saja, sering ,bukan ,sangat, dan tidak mungkin merupakan sebagai pewatas dari frasa-frasa di atas dan membantu peran induk untuk menciptakan makna dari frasa-frasa itu.
Sedangkan untuk verba ulang yang berkedudukan sebagai pewatas dalam suatu frasa akan saya berikan contohnya dalam kalimat-kalimat di bawah ini :
(6) Rakyat yang beramai-ramai itu telah menghancurkan pemerintahan.
(7) Dedy memiliki 99 juta rupiah uang berhambur-hamburan di rumahnya.
(8) Berbagai upaya terus dilakukan untuk mencari ketenangan hati yang terombang-ambing ini.
(9) Irfan pergi dengan hati yang berdetak-detak.
(10) Pemahaman yang terputus-putus akan membuat semua tidak terkendali.
Kelima kalimat di atas merupakan kalimat yang berfrasa. Frasa pada kalimat-kalimat itu merupakan frasa verba ulang tapi yang berkedudukan sebagai pewatas dalam frasa-frasa itu. Seperti frasa rakyat yang beramai-ramai itu, 99 juta rupiah uang berhambur-hamburan, untuk mencari ketenangan hati yang terombang-ambing ini, dengan hati yang berdetak-detak, dan pemahaman yang terputus-putus. Frasa-frasa di atas mempunyai verba ulang yaitu beramai-ramai, berhambur-hamburan, terombang-ambing, berdetak-detak, dan terputus-putus. Lima verba ulang itu menduduki peran sebagai pewatas. Sedangkan kata-kata rakyat , 99 juta rupiah uang, untuk mencari ketenangan hati, dengan hati , dan pemahaman merupakan sebagai induk dari frasa-frasa di atas.
2.1.2 Kajian Klausa
Saya mendefinisikan klausa sebagai kalimat yang hanya berisikan unsur subyek dan unsur pelengkap. Seperti dalam buku M. Ramlan, Sintaksis. Klausa dijelaskan sebagai satuan gramatik yang terdiri dari unsur predikat (P), baik disertai subjek, objek, pelengkap, dan keterangan ataupun tidak. Dengan ringkas, klausa ialah (S) P (O) (PEL) (KET). Tanda kurung menandakan bahwa apa yang terletak dalam kurung itu bersifat manasuka, artinya boleh ada, boleh juga tidak ada (M. Ramlan, 1981 : 62).
Dalam kajian klausa, kata ulang yang berkategori verba pada umumnya berfungsi sebagai predikat. Namun, ada juga yang bersifat sebagai subyek dan sangat jarang digunakan. Saya akan memberikan contoh verba ulang yang berfungsi sebagai predikat dalam suatu klausa :
(11) Anak itu menghancur-hancurkan mainannya sendiri.
(12) Setelah dimarahi, Nisa pun mengangguk-angguk tanda takut.
(13) Murid-murid itu bersenang-senang ketika gurunya pergi.
(14) Sebelum berlari, Irfan berjalan-jalan dahulu.
(15) Dedi menjulur-julurkan lidahnya.
(16) Tasnya jatuh dan isinya berserak-serakan di jalan.
(17) Donny berteriak-teriak sambil memegangi celananya.
(18) Encik merobek-robek kertas itu.
Kedelapan kalimat di atas merupakan kalimat yang tentu mempunyai klausa. Klausa pada kalimat-kalimat tentu juga mempunyai unsur predikat dan berupa verba ulang. Seperti kata-kata menghancur-hancurkan, mengangguk-angguk, bersenang-senang, berjalan-jalan, menjulur-julurkan, berserak-serakan, berteriak-teriak, dan merobek-robek. Kata-kata itu merupakan verba ulang dan menjadi unsur predikat dalam klausa-klausa di atas.
Untuk verba ulang yang berfungsi sebagai subjek, sangat jarang untuk ditemukan. Tidak seperti verba ulang yang berfungsi sebagai unsur predikat. Contoh dari verba ulang yang berkedudukan sebagai subyek dalam suatu klausa yaitu :
(19) Minum-minum adalah hal yang terlarang.
(20) Bergoyang-goyang menyehatkan badan.
Kedua kalimat itu tentu kalimat yang berklausa. Klausa-klausa tersebut terdapat verba ulang dan mempunyai peran sebagai subjek. Seperti kata-kata minum-minum dan bergoyang-goyang.
2.2 Pengaruh Verba Ulang bagi Konstituen-Konstituen Terdekat
Verba ulang tentu dalam suatu kalimat mempunyai pengaruh bagi konstituen-konstituen terdekatnya. Konstituen-konstituen terdekat itu berada di sebelah kiri dan sebelah kanan verba ulang yang berperan sebagai predikat dalam suatu kalimat.
2.2.1 Konstituen di sebelah Kiri Verba Ulang
Seperti pada umumnya, konstituen di sebelah kiri verba ulang dalam tatanan kalimat berfungsi sebagai subjek pada suatu kalimat. Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini akan saya jelaskan dengan contoh-contoh :
(21) Setiap kali adzan subuh dikumandangkan, masyarakat berbondong-bondong datang ke masjid itu.
(22) Masing-masing partai peserta pemilu 2009 berlomba-lomba mencari massa untuk mendapat dukungan dan memenangi pemilu tahun ini.
(23) Anak-anak itu berkejar-kejaran pada siang hari ini.
Kata kata seperti berbondong-bondong, berlomba-lomba, dan berkejar-kejaran di atas merupakan verba ulang. Penggunaan pada kalimat-kalimat di atas mempengaruhi konstituen yang berada di sebelah kirinya sehingga konstituen itu berfungsi sebagai subjek pada kalimat-kalimat tersebut. Verba ulang di atas mengandung makna sebagai suatu predikat/pekerjaan. Predikat tersebut yang pada kalimat-kalimat di atas harus dilakukan oleh subjek yang lebih dari satu orang dan dilakukan secara bersama-sama (kolektif). Tentunya tidak dapat dilakukan oleh subjek yang bermakna tunggal. Seperti pada kalimat-kalimat dibawah ini.
(21a) Setiap kali adzan subuh dikumandangkan, Irfan berbondong-bondong datang ke masjid itu.
(22a) Partai Demokrat berlomba-lomba mencari massa untuk mendapat dukungan dan memenangi pemilu tahun ini.
(23a) Niza berkejar-kejaran pada siang hari ini.
Penggunaan subjek Irfan, Partai Demokrat, dan Niza pada kalimat-kalimat di atas tentu terlihat tidak pantas atau serasi dengan pemakaian predikat berbondong-bondong, berlomba-lomba, dan berkejar-kejaran. Verba ulang tersebut seharusnya bermakna memiliki pelaku yang tidak tunggal. Sehingga subjek tunggal seperti di atas tidak dapat diterima dari segi penalaran, tetapi dapat diterima dari segi gramatikalnya.
Dapat saya simpulkan bahwa kalimat-kalimat di atas yang mengandung verba ulang dan berfungsi sebagai predikat berpengaruh terhadap pemakaian subjeknya. Verba ulang tersebut harus sesuai dengan pemakaian subjeknya dalam suatu kalimat agar dapat diterima secara penalaran.
Saya akan memberikan lagi beberapa contoh kalimat yang mengandung verba ulang sebagai predikat dan tidak berpengaruh terhadap konstituen di sebelah kirinya.
(24) Anak-anak itu berjalan-jalan di taman.
(25) Mereka bermain-main di dalam pemikirannya sendiri.
(26) Dedy memukul-mukuli orang yang meninjunya.
(27) Encik selalu duduk-duduk di atas meja dosen.
Kata-kata berjalan-jalan, bermain-main, memukul-mukuli, dan duduk-duduk pada kalimat di atas merupakan verba ulang. Pemakaian verba ulang pada kalimat-kalimat itu tidak mempengaruhi konstituen yang berada di seblah kirinya. Memang konstituen di sebelah kiri verba ulang itu tetap berfungsi sebagai subjek kalimat itu. Namun subjek tersebut dapat berupa subjek yang bermakna tunggal maupun subjek jamak.
Pemakaian subjek tunggal seperti Donny dan Rita dapat digunakan pada kalimat (24) dan (25) yang bersubjek jamak seperti Anak-anak dan Mereka. Hal itu saya lakukan karena mengacu pada verba ulang yang menduduki fungsi predikat seperti berjalan-jalan dan bermain-main. Verba ulang tersebut dapat bermakna mempunyai subjek tunggal maupun jamak. Sama juga seperti kalimat (26) dan (27) yang bersubjek tunggal seperti Dedy dan Encik dapat digantikan dengan subjek bermakna jamak seperti Anak-anak dan Mereka.
Saya dapat mengambil suatu kesimpulan dari beberapa analisis kalimat (21-23) dan kalimat (24-27). Saya menyimpulkan bahwa konstituen di sebelah kiri verba ulang yang berkedudukan sebagai predikat itu mempunyai kedudukan sebagai subjek dan tergantung dari makna verba ulang tersebut. Jika verba ulang itu bermakna perbuatan harus dilakukan oleh pelaku tunggal atau jamak, maka subjek dari kalimat itu dapat berupa tunggal atau jamak. Tetapi jika verba ulang itu tidak mengandung makna perbuatan yang harus dikerjakan oleh pelaku tunggal maupun jamak, subjek tidak dipengaruhi oleh verba ulang.
2.2.2 Konstituen di sebelah Kanan Verba Ulang
Jika konstituen di sebelah kiri verba ulang yang berfungsi sebagai perdikat merupakan subjek dalam tatanan kalimat, maka konstituen di sebelah kanan verba ulang dapat berupa objek, pelengkap, ataupun keterangan. Untuk lebih jelas maka saya akan berikan contoh seperti kalimat-kalimat di bawah ini :
(28) Encik terus berteriak-teriak di ruang dosen.
(29) Donny memaki-maki orang itu dengan geram.
(30) Rita dan Dedy berpeluk-pelukan mesra.
Kalimat-kalimat di atas mengandung verba ulang seperti berteriak-teriak, memaki-maki, dan berpeluk-pelukan. Berbeda dengan konstituen di sebelah kiri verba ulang yang mendapat pengaruh dari verba ulang itu sendiri, konstituen di sebelah kanan verba ulang tidak mendapat pengaruh dari verba ulang itu dalam suatu kalimat. Seperti pada penjelasan di atas, konstituen di sebelah kanan verba ulang dapat berupa keterangan tempat (di ruang dosen) seperti pada kalimat (28), dapat berupa objek (orang) seperti pada kalimat (29), dan dapat berupa pelengkap (mesra) seperti pada kalimat (30).
2.3 Jenis Verba Ulang
Verba ulang pada umumnya pada suatu kalimat berfungsi sebagai predikat. Unsur yang terpenting dalam suatu kalimat atau klausa adalah adanya unsur perdikat ini. Sedangkan unsur seperti subjek, objek, pelengkap, dan keterangan merupakan unsur yang dalam suatu kalimat boleh hadir atau dihilangkan. Sehingga sifat dari unsur-unsur itu adalah tidak wajib hadir. Seperti pada kalimat :
(31) Tombol merah itu sering terpencet-pencet.
(32) Anak-anak itu berkejar-kejaran.
Kedua kalimat di atas terdapat verba ulang yaitu terpencet-pencet dan berkejar-kejaran. Kedua verba ulang itu menduduki fungsinya sebagai predikat dalam suatu kalimat. Sedangkan kata-kata seperti tombol merah dan anak-anak berfungsi sebagai subjek dalam kalimat-kalimat di atas. Seperti yang diketahui, kedua verba ulang tersebut tidak membutuhkan unsur-unsur seperti objek, pelengkap, maupun keterangan. Kedua kalimat tersebut dapat mendirikan suatu tatanan kalimat tanpa hadirnya unsur-unsur selain subjek dan predikat. Berbeda dengan kalimat-kalimat di bawah ini :
(33) Encik memotong-motong kue itu.
(34) Irfan dan Wawa sering berteriak-teriak di dalam studio itu.
Kedua kalimat di atas masing-masing terdiri dari tiga unsur. Selain unsur subjek dan predikat juga terdapat unsur objek pada kalimat (33) dan unsur keterangan tempat pada kalimat (34). Verba-verba ulang itu adalah memotong-motong dan berteriak-teriak. Kedua verba ulang itu berfungsi sebagai predikat dalam kedua kalimat di atas. Untuk kata kue pada kalimat (33) berfungsi sebagai objek dan frasa di dalam studio itu berfungsi sebagai keterangan tempat. Maka kedua kalimat di atas mewajibkan kehadiran unsur lainnya seperti objek dan keterangan tempat. Tentu sangat berbeda dengan kalimat (31) dan (32) yang tidak membutuhkan unsur-unsur lainnya selain subjek dan predikat. Dari pemaparan di atas, saya dapat menyimpulkan bahwa verba ulang ada yang transitif dan intransitif seperti kalimat aktif.
2.3.1 Verba Ulang yang Transitif
Jenis verba ulang ini merupakan verba ulang yang membutuhkan konstituen di sebelah kanan maupun di sebelah kiri. Umumnya konstituen itu berkategori nomina dan berfungsi sebagai subjek, objek, dan pelengkap dalam pemakaiannya di suatu kalimat. Seperti kalimat-kalimat di bawah ini :
(35) Tangan-tangan itu berebut-rebutan uang angpau.
(36) Kuda itu menendang-nendangkan kakinya.
(37) Irfan meninju-ninjukan tangannya ke tembok.
(38) Burung itu mengepak-ngepakkan sayapnya.
(39) Donny hanya mencari-cari alibi untuk menyelamatkannya dari polisi.
(40) Sejak kemarin malam Nisa menginjak-nginjak rumput itu.
Pada kalimat-kalimat di atas terdapat verba-verba ulang seperti berebut-rebutan, menendang-nendangkan, meninju-ninjukan, mengepak-ngepakkan, mencari-cari, dan menginjak-nginjak. Verba-verba ulang tersebut mengwajibkan hadirnya konstituen-konstituen di sebelah kanan dan di sebelah kirinya yang berfungsi sebagai subjek, objek, maupun pelengkap seperti uang angpau, kakinya, tangannya, sayapnya, alibi untuk menyelamatkannya dari polisi, dan rumput.
Konstituen di sebelah kiri verba ulang berfungsi sebagai subjek pada kalimat-kalimat di atas seperti tangan-tangan, kuda itu, Irfan, burung itu, Donny, dan Nisa. Selanjutnya konstituen di sebelah kanan verba ulang itu dapat berupa objek seperti kakinya, tangannya, sayapnya, alibi untuk menyelamatkannya dari polisi, dan rumput pada kalimat (36-40). Selain itu konstituen di sebelah kiri verba ulang berfungsi sebagai pelengkap pada kalimat (35) berupa kata uang angpau. Sementara unsur sejak kemarin malam merupakan fungsi keterangan waktu pada kalimat itu. Unsur tersebut tidak diwajibkan hadir pada kalimat itu, karena jika dihilangkan unsur tersebut kalimat tersebut tetap mampu berdiri sendiri.
2.3.2 Verba Ulang yang Intransitif
Verba ulang ini merupakan verba ulang yang tidak mewajibkan kehadiran konstituen di sebelah kanannya. Tidak seperti verba ulang yang transitif dan membutuhkan kostituen di sebelah kanannya. Sehingga hanya membutuhkan konstituen di sebelah kirinya sebgai subjek. Seperti contoh :
(41) Suara Rita dan Dimas terdengar bersahut-sahutan.
(42) Kemarin sebelum pulang, Irfan sempat berangan-angan.
(43) Saat pulang, rumah Donny teracak-acak.
(44) Nisa duduk-duduk di pelataran itu.
(45) Dedy berlari-lari di tengah malam ini.
Pada kalimat (41-43), terlihat di situ tidak memerlukan konstituen di sebelah kanan verba ulang. Konstituen Suara Rita dan Dimas pada kalimat (41) dan Irfan pada kalimat (42) serta rumah Donny pada kalimat (43) merupakan subjek dalam kalimat tersebut. Sedangkan untuk kalimat (44-45), konstituen di pelataran itu pada kalimat (44) dan di tengah malam ini pada kalimat (45) bukan sebagai kostituen di sebelah kanan seperti objek dan pelengkap, melainkan hanya keterangan tempat dan keterangan waktu.
3. PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Sebuah frasa tentu mempunyai bagian-bagian yaitu induk dan pewatas. Peran verba ulang dalam frasa yang mengandung verba ulang dan berkedudukan sebagai induk yaitu mempunyai peranan yang penting dan mempunyai fungsi sintaksis yang sama dengan keseluruhan peran yang lainnya. Sedangkan pewatas merupakan peran yang ikut membantu peran induk dalam terjadinya suatu frasa, tetapi tetap merupakan bagian yang penting dan akan dikaji. Dalam kajian klausa, kata ulang yang berkategori verba pada umumnya berfungsi sebagai predikat. Namun, ada juga yang bersifat sebagai subyek dan sangat jarang digunakan.
Verba ulang tentu dalam suatu kalimat mempunyai pengaruh bagi konstituen-konstituen terdekatnya. Konstituen-konstituen terdekat itu berada di sebelah kiri dan sebelah kanan verba ulang yang berperan sebagai predikat dalam suatu kalimat. Seperti pada umumnya, konstituen di sebelah kiri verba ulang dalam tatanan kalimat berfungsi sebagai subjek pada suatu kalimat. Sehingga daapat saya simpulkan bahwa kalimat-kalimat di atas yang mengandung verba ulang dan berfungsi sebagai predikat berpengaruh terhadap pemakaian subjeknya. Verba ulang tersebut harus sesuai dengan pemakaian subjeknya dalam suatu kalimat agar dapat diterima secara penalaran. Sedangkan untuk konstituen di sebelah kanan verba ulang dapat berupa objek, pelengkap, ataupun keterangan. Berbeda dengan konstituen di sebelah kiri verba ulang yang mendapat pengaruh dari verba ulang itu sendiri, konstituen di sebelah kanan verba ulang tidak mendapat pengaruh dari verba ulang itu dalam suatu kalimat.
Verba ulang pada umumnya pada suatu kalimat berfungsi sebagai predikat. Unsur yang terpenting dalam suatu kalimat atau klausa adalah adanya unsur perdikat ini. Sedangkan unsur seperti subjek, objek, pelengkap, dan keterangan merupakan unsur yang dalam suatu kalimat boleh hadir atau dihilangkan. Sehingga sifat dari unsur-unsur itu adalah tidak wajib hadir. Jenis verba ulang transitif ini merupakan verba ulang yang membutuhkan konstituen di sebelah kanan maupun di sebelah kiri. Umumnya konstituen itu berkategori nomina dan berfungsi sebagai subjek, objek, dan pelengkap dalam pemakaiannya di suatu kalimat. Verba ulang intransitif merupakan verba ulang yang tidak mewajibkan kehadiran konstituen di sebelah kanannya. Tidak seperti verba ulang yang transitif dan membutuhkan kostituen di sebelah kanannya. Sehingga hanya membutuhkan konstituen di sebelah kirinya sebgai subjek.
3.2 Saran
Makalah ini dibuat agar dapat menjadi dasar atau tumpuan bagi terciptanya responsif yang mengarah kepada bentuk penjagaan terhadap kekayaan kajian linguistik bahasa Indonesia. Saran ini ditujukan bagi siapa pun yang ingin peduli dan tetap menjaga kelestarian kajian lingusitik kita.
Agar makalah ini dapat diteruskan menjadi sesuatu yang lebih atau mampu meningkatkan pengetahuan kita terhadap kajian linguistik. Karena sangatlah penting jika kajian linguistik ini mampu mengalami peningkatan kualitas dan tetap menjadi acuan kajian linguistik bahasa Indonesia.
Daftar Pustaka
- Ramlan, M. 1981. Sintaksis. Yogyakarta: UP Karyono.
- Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar