Aliran Formalisme.
Formalisme merupakan salah satu aliran yang menempatkan karya sastra dalam pusat perhatian. Aliran ini lebih menekankan sarana-sarana dan metode dalam bersastra. Bentuk karya sastra secara formal merupakan hal yang dipentingkan dalam formalis ini. Tidak peduli terhadap unsur makna yang terkandung dalam karya sastra itu sendiri, seperti aspek sosio-historis dari karya itu, aspek sosio-kultul, bahkan aspek kemanusiaan termasuk biografis pengarangnya. Formalisme Rusia tidak menilai bagaimana suatu karya dapat berpengaruh bagi penikmatnya melainkan hanya menyuguhkan suatu karya yang benar-benar sastra. Tidak menitik beratkan pada apa yang ingin disampaikan oleh suatu karya, atau nilai-nilai kemanusiaan apa yang ada dalam suatu karya bahkan apakah suatu karya itu memiliki nilai estetika atau tidak. Formalisme Rusia hanyalah menilai suatu karya melalui sarana-sarananya. Misalnya sarana bahasa yang disuguhkan dalam suatu karya. Apakah itu merupakan bahasa sastra atau bahasa seadanya.
Formalisme yang timbul di Rusia untuk sebagian dapat kita pandang sebagai suatu reaksi terhadap aliran positivisme pada abad ke-19 yang memperhatikan keterangan biografis (Van Luxemburg dkk, 1986: 32). Penganut paham ini merupakan teoretisi sastra serta linguis seperti Viktor Sjklovski, Tynjanov, dan Roman Jakobson. Kaum ini menolak kebiasaan di Rusia yang meneliti suatu karya sebagai suatu pandangan di masyarakat pendukungnya. Kaum formalis sangat memperhatikan pada apa yang dianggap khas sastra dalam teks yang bersangkutan.
Sumbangan kaum formalis terhadap bagi ilmu sastra yang tak dapat dihapuskan ialah bahwa secara prinsip kita mengarahkan perhatian pada unsur kesusastraan dan fungsi puitik, pengertian-pengertian seperti penyulapan dan pengasingan, istilah dalam menerangkan teknik bercerita serta teori evolusi sastra (Van Luxemburg dkk, 1986: 36). Selanjutnya dalam paham ini dikenal juga istilah yang termasuk menganalisa suatu teks cerita/naratif, seperti istilah motif yang diartikan sebgai kesatuan terkecil dalam analisa teks cerita, lalu istilah fabula yaitu rangkaian motif dalam urutan kronologis, dan istilah suzjet sebagai penyusunan artisitik motif-motif tersebut karena penyulapan atau pengolahan terhadap fabula secara estetik.
New Criticism
Paham ini merupakan suatu metode pendekatan terhadap karya sastra yang sering digunakan oleh para mahasiswa sastra pada umumnya. Karena hal ini pada dasarnya telah diperkenalkan kepada mahasiswa ketika sekolah menengah. Tetapi para mahasiswa tidak mengetahui esensi dasar dari pola pendekatan ini. Hal yang diketahui oleh para mahasiswa hanya menelaah suatu karya sastra dari unsur instrinsiknya dan ekstrinsiknya saja. Memang benar suatu karya sastra pada umumnya ditelaah menurut unsur instrinsik dan ekstinsiknya, tetapi pendekatan ini hanya menelaah dari segi instrinsiknya.
Kritik Sastra Baru muncul untuk pertama kalinya pada tahun 1920-an dan terus berkembang sampai dengan tahun 1960-an. Robert Penn Warren, Alan Tate, Cleanth Brooks, W.K. Wimsatt, Jhon Crowe Ransom, dan Monroe Breadsley adalah sedikit nama dari banyak nama yang merupakan tokoh-tokoh dari teori kritik sastra ini. Paham ini muncul karena adanya suatu kritik yang berlatar tradisional menelaah karya sastra dengan mementingkan sejarah terbentuknya karya sastra itu dan sejenis riwayat hidup si pengarang. Tentu ditambahkan pula jika unsur atau organisasi di dalam karya sastra itu tidak dipentingkan untuk diteliti. New Criticism membalikan konsep tersebut dengan memandang bahwa organisasi atas unsur-unsur di dalam karya tersebut yang harus diperhitungkan tanpa memandang unsur luar dari karya itu termasuk kepengarangannya serta reaksi pembaca.
Sastra, dalam pandangan New Criticism, adalah sesuatu yang otonom, mandiri dan berdiri sendiri, serta tidak tergantung pada unsur-unsur lain di luar sastra itu sendiri. Oleh karena itu, sastra menurut New Criticism harus menjadi objek dalam dirinya sendiri, dan memisahkan diri dari pengarang maupun pembaca. Berhubungan dengan hal itu, New Criticism bersifat ergosentris. Sifat ergosentris merupakan sifat yang memandang karya sastra itu langsung terhadap dirinya sendiri. Terlepas dari niat atau maksud pengarang pada karya sastra itu, biografi pengarangnya, dan emosi serta sikap pembaca dalam membaca karya sastra ini. Sastra merupakan satu kesatuan organik yang kompleks dan unik di mana makna harus dicari dalam sintaksis dan semantiknya dengan sarana dan bekal pengetahuan kebahasaan dan kesastraan serta pengalaman penelaahnya yang bias dipertanggungjawabkan.
Menurut New Criticism, makna karya sastra adalah makna konotasi, karena bahasa sastra berbeda dengan bahasa pada umumnya. Bahasa ini bersifat mengandaikan. Pengandaian ini membuat makna karya sastra menjadi sangat luas dan bebas. Maka, makna karya sastra adalah makna yang ambigu. Ambiguitas makna ini membuat karya sastra berada pada suatu situasi yang menciptakan sifat paradoks dalam karya sastra. Paradoks merupakan gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada dan menghadirkan gambaran kompleksitas sikap dari karya sastra, juga melahirkan ironi. New Criticism menganggap bahwa dalam karya sastra antara bentuk dan isi merupakan satu kesatuan yang bulat. Dan setiap bentuk yang ada pada karya sastra senantiasa tunduk pada makna.
Strukturalisme
Pandangan strukturalis terhadap karya sastra. Pendekatan struktural dipelopori oleh kaum Formalis Rusia dan Strukturalisme Praha. Sebuah karya sastra memiliki sifat keotonomian, sehingga pembicaraan terhadapnya juga tidak perlu dikaitkan dengan hal-hal lain di luar karya sastra. Sebuah karya sastra, fiksi atau puisi, menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur (pembangun)-nya. Di satu pihak struktur karya sastra dapat diartikan sebagi susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah. Di pihak lain struktur karya sastra juga menyarankan pada pengertian hubungan antara unsur (intrinsic) yang bersifat timbal-balik, saling menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersama mambentuk satu kesatuan yang utuh.
Di pihak lain struktur karya sastra juga menyarankan pada pengertian hubungan antara unsur (intrinsic) yang bersifat timbal-balik, saling menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersama mambentuk satu kesatuan yang utuh. Selain itu istilah struktural di atas, dunia kesastraan (juga: linguistik) mengenal istilah strukturalisme. Strukturalisme dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan kesastraan yang menekankan pada kajian hubungan antaraunsur pembangun karya yang bersangkutan. Strukturalisme (disamakan dengan pendekatan objektif) dapat dipertentangkan dengan pendekatan yang lain, seperti pendekatan mimetik, ekspresif, dan pragmatik.
Dengan demikian, kodrat setiap unsur dalam bagian sistem struktur itu baru mempunyai makna setelah berada dalam hubungannya dengan unsur-unsur yang lain yang terkandung di dalamnya. Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antaraunsur instrinsik fiksi yang bersangkutan. Mula-mula diidentifikasi dan dideskripsikan, misalnya, bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lainnya. Hubungan antarunsur dapat secara bersama membentuk sebuah totalitas-kemaknaan yang padu. Misalnya, bagaimana hubungan antara peristiwa yang satu dengan yang lainnya, kaitannya dengan pemplotan yang tak selau kronologis, kaitannya dengan tokoh dan penokohan, dengan latar dan sebagainya. Yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antaraunsur itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar