BAB 1: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Makalah
Kesan dan kesadaran kita tentang drama sangat khusus. Bila kita mendekati sebuah puisi maka kesan pokok kita adalah bahwa puisi itu suatu intuisi imajinatif; prosa kita pandang sebagai suatu beberan yang terbuka; sedangkan drama adalah perasaan manusia yang beraksi di depan mata kita. Itu berarti bahwa aksi dari suatu perasaan mendasari keseluruhan drama. Drama dapat saja ditulis menggunakan bahasa yang imajinatif atau analitik.
Drama mempunyai dialog yang berperan untuk menjelaskan watak dan perasaan tokoh dalam drama itu. Dengan adanya dialog maka tergambar bagaimana watak, atau sikap serta perasaan tokoh. Seorang tokoh yang keras kepala terlihat dari bagaimana ia berbahasa dan bertutur dengan orang lain, begitu juga terlihat ketika ada tokoh melankolik dari caranya berbicara dengan orang lain. Seperti pada lakon drama ini yang kami telaah perwatakan tokohnya dari segi psikologis dan sosiologisnya terhadap lingkungan sekitarnya.
Drama Sumur Tanpa Dasar ini memperlihatkan upaya persenyawaan kreatif oleh Arifin C. Noer sebagai pengarang naskah ini sekaligus sebagai sutradara dalam pementesan drama ini. Upaya persenyawaan kreatif itu antara tradisi teater modern barat pasca realisme dengan teater tradisional kita. Lenong Betawi adalah contoh yang konkret dari upaya timbulnya persenyawaan ini. Maka dari itu, drama ini tampak lebih nyata dan kelihatan unsur modern yang disimbolkan dengan sering kali lolongan anjing timbul dalam drama ini seperti drama/cerita barat.
1.2 Tujuan penulisan makalah
Tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai informasi yang ditujukan untuk khalayak pencinta drama, khususnya drama eksperimentalistik agar mengetahui mentalitas para tokoh dalam drama lakon Sumur Tanpa Dasar ini. Mentalitas yang dimaksud adalah mentalitas dalam menghadapi serba-serbi kehidupan yang tak akan pernah bersikap damai pada manusia, kecuali manusia itu mau menuruti dan bersikap lemah terhadap dinamika kehidupan.
Hasil persenyawaan antara tradisi teater modern barat pasca realisme dengan teater tradisional kita, dengan menggunakan peralatan simbolisme. Lalu drama ini diekspresikan Arifin C. Noer ke dalam lakonnya ini, sehingga kita akan peroleh peristiwa yang bersuasana kontemplatif tentang konflik kejiwaaan tokoh utamanya, Jumena Martawangsa. Seorang yang terpenjara dalam konflik mengenai persoalan iman dan eksistensi diri. Eksistensi diri yang dimaksud itu adalah keberadaan tentang dirnya sendiri.
Hubungan kausalitas yang terjadi antara eksistensi diri dan mentalitas merupakan hubungan yang lumrah dan seperti biasanya terjadi pada diri manusia. Mentalitas berperan penting dalam tumbuhnya eksistensi diri kita. Seperti drama ini yang ditokohi Jumena Martawangsa sebagai seorang yang mengalami krisis ke-eksistensialisme diri. Hal itu sebabkan karena lemahnya mentalitas yang ada pada diri Jumena. Mentalitas seorang yang sudah tua seharusnya berorientasi terhadap hidupnya yang hampir habis, bukan terpengaruh oleh hiruk-pikuk dunia di sekitarnya.
1.3 Batasan Masalah Makalah
Makalah ini saya buat dengan berlandaskan pada penafsiran yang bertitik tolak pada psikologis kehidupan dalam drama itu. Kehidupan itu menyangkut pada tokoh-tokoh drama itu, simbol-simbol drama itu, dan pandangan-pandangan pada drama itu. Sehingga batasan masalah pada makalah ini hendaknya perlu dibatasi sesuai dengan bahasan yang telah saya sebutkan mengenai perihal psikologis tentang drama ini, termasuk unsur-unsur instistik pada drama itu.
Sebelum membahas tentang perihal psikologis, saya lebih memilih untuk menjelaskan arti judul drama yang lebih dahulu. Judul suatu drama yang saya telaah tentu mempunyai arti implisit saat dibuat sekaligus dipentaskan oleh pengarangnya pada tahun 1964. Tentunya saya sekedar mengartikan dalam batas arti judul secara implisit. Tidak seberapa menyinggung masalah yang terkait atau sedang di bicarakan pada tahun drama ini dibuat, meskipun terdapat salah satu karya Arifin C. Noer yang diberitakan kontroversi.
Pada deskripsi mengenai latar tempat cerita pendramaan ini tertera pada pikiran Jumena Martawangsa sebagai tokoh utamanya. Berlatar di pikiran Jumena merupakan sesuatu yang mendominasi dalam drama ini. Maka dari itu, hal yang menunjukan bahwa masalah psikologis merupakan hal yang utama dibahas atau menjadi suatu acuan yang digunakan dalam membuat drama ini. Sama seperti makalah yang saya buat ini akan membahas masalah psikologis sesuai batasannya. Sehingga makalah ini tidak melebihi batasan hal mengenai analisis psikologis yang telah saya tentukan di awal batasan masalah makalah, serta mencapai tujuan yang saya tentukan dalam pembuatan makalah ini.
BAB 2: METODE PENELITIAN
2.1 Metode Pengumpulan Data
Pada penelitian sastra salah satu metode pengumpulan data yaitu dengan metode simak. Pada penelitian ini, kalimat-kalimat drama ini disadur yang mempunyai kesan psikologis, setelah itu tahap pertama dilakukan proses pengumpulan data dengan cara membaca teks drama yang akan dijadikan objek penelitian. Penyimakan penggunaan sastra dapat dilakukan terhadap data lisan maupun tertulis.
Penelitian ini menggunakan metode simak untuk pengumpulan data, yaitu menyimak secara seksama dan cermat terutama pada kajian ujaran dan situasi yang tertulis. Dalam pengumpulan data, peneliti tidak membatasi pada menyimak satu bagian teks drama ini. Seperti yang diketahui, drama ini terbagi atas empat bagian, sehingga keempat bagian tersebut, semuanya diteliti dengan matang.
Penelitian ini menggunakan teknik catat yaitu dengan membaca keseluruhan teks drama “Sumur Tanpa Dasar” dan melakukan transkripsi data yang nantinya menjadi data-data kebahasan yang akan diteliti. Selain data tertulis data juga didapatkan dari internet.
2.2 Metode Analisis Data
Sesuai dengan masalah, metode analisis data penelitian ini merupakan kajian atas keseluruhan isi teks pada drama “Sumur Tanpa Dasar” tersebut. Dimulai dari struktur teks yang berupa struktur internal teks tersebut, lalu menemukan hal yang menarik dari teks tersebut dan mengaitkan dengan sisi psikologis pada drama tersebut. Pengolahan data yang terkumpul diolah dan dianalisis dengan cara diklasifikasikan berdasarkan kategori seahingga dapat menjawab batasan masalah.
2.3 Metode Penyampaian Hasil Analisis Data
Metode penyajian kaidah macamnya ada dua yaitu bersifat formal dan informal. Penyajian data dimanifestasikan dalam bentuk berupa penulisan ilmiah (skripsi). Adapun metode yang digunakan yaitu metode formal dan informal.
Pemaparan hasil analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode informal. Penyajian data secara informal dimaksudkan untuk menjabarkan hasil penelitian dengan menggunakan kata-kata biasa walaupun dengan terminology yang sifatnya teknis. Dengan demikian, selesai sudah tahapan strategi yang terakhir dari tahapan penanganan penelitian bahasa.
2.4 Prosedur Penelitian Data
Secara umum, peneliti melakukan beberapa tahap sesuai dengan prosedur penulisan, yaitu:
(1) membaca dan memahami teks drama Sumur Tanpa Dasar karya Arifin C. Noer.
(2) mengidentifikasikan struktur internal teks drama Sumur Tanpa Dasar beserta sisi psikologis dan hal yang menarik dalam drama tersebut.
(3) mengklasifikasikan hasil identifikasi sesuai dengan arah penelitian dan menganalisisnya.
(4) mendeskripsikan hasil analisis berdasarkan rumusan masalah.
(5) menyimpulkan hasil penelitian.
BAB 3: PEMBAHASAN
3.1 Unsur-unsur Intristik dalam drama ini
Tema dan amanat dalam drama ini memegang peranan penting untuk mengetahui isi cerita secara keseluruhan. Tema dalam drama ini merupakan ide sentral yang menjadi pokok persoalannya. Tema dalam drama ini yaitu ketidakmampuan sisi kehidupan psikologis. Sisi psikologis itu tak berdaya melawan suatu keadaan yang tak bersahabat dan begitu berat untuk dijalani. Suatu keadaan yang tidak bisa berdamai, karena egois dan emosi telah sampai pada titik nadir. Amanat dalam drama ini merupakan pemecahan masalah dari tema di atas. Hal yang ingin disampaikan pengarang kepada penonton dan pendengar yaitu agar kita selalu berpikir positif lebih dahulu dalam setiap kesempatan dan perlunya rasa percaya terhadap lingkungan sekitar kita yang selalu memberi dukungan kita. Hal itu berguna agar kita selalu mempunyai pikiran bersih dalam setiap tindakan kita.
Penokohan atau perwatakan drama ini terdapat dalam dua belas tokoh (3 tokoh utama dan 9 tokoh peran pembantu). Tokoh antagonis dalam cerita ini tidak terdapat karena tokoh protagonis mengalami konflik batin. Tokoh-tokoh itu adalah :
1. Jumena Martawangsa. Seorang lelaki tua yang bersiap menghadapi kematiannya. Merupakan tokoh protagonis dalam cerita ini. Bersifat egois dan selalu berperangsaka buruk terhadap lingkungan sekitarnya, termasuk keluarganya.
2. Euis. Istri dari Jumena Martawangsa yang sangat mencintai suaminya dan berusia jauh lebih muda dari Jumena. Tetapi dia selalu menjadi sasaran amarah dan keegoisan Jumena dalam berperangsaka buruk.
3. Perempuan tua. Berperan sebagai pembantu rumah dan menjadi pengasuh Jumena sejak dulu. Berusia lebih tua sedikit dari Jumena. Seorang yang bijak dan tabah dalam menghadapi kehidupan.
4. Marjuki Kartadilaga. Adik angkat Jumena yang sangat menghormati kakak angkatnya dan berusia jauh lebih muda sedikit dari Jumena. Dia juga menjadi sasaran perangsaka buruk kakak angkatnya dengan tuduhan berselingkuh dengan Euis.
5. Sabaruddin Nataprawira. Guru agama yang tinggal di daerah tempat tinggal Jumena. Pada akhir cerita dia berperan sebagai guru spiritual Jumena dalam menghadapi kematiannya yang sudah dekat. Sabaruddin bersifat sabar dan rendah hati meskipun Jumena sering mencacinya.
6. Warya dan Emod. Para wakil dari pekerja-pekerja pabrik milik Jumena. Keduanya bersifat sabar dan rendah hati serta menghormati Jumena sebagai pemilik pabrik.
7. Kamil. Seorang yang dijuluki si sinting karena memang tak pernah berpikir waras. Anak dari pemilik rumah yang ditinggali Jumena sekarang. Selalu mencoba menghasut Jumena dengan pikiran tak warasnya.
8. Lelaki pelukis sinting. Seorang yang mencintai Euis, tetapi Euis tidak mau karena telah mencintai Jumena. Sangat ambisius mendapatkan Euis.
9. Markaba dan Lodod. Para penjahat yang selalu muncul dalam pikiran Jumena untuk mengambil hartanya. Keduanya bersifat licik dan ambisius terhadap harta Jumena. Terlebih Lodod yang idiot.
10. Pemburu. Merupakan simbolik dari penjemput kematian Jumena. Bersifat penenang bagi Jumena dalam menhadapi krisis psikologisnya.
Alur cerita dalam drama ini merupakan alur maju. Mengikuti waktu yang maju. Alur dramatik drama ini menurut Gustav Freytag, terdapat Exposition yaitu pelukisan serta penjelasan mengenai para tokoh yang berperan dalam drama ini. Lalu terdapat Complication yaitu berupa timbulnya kerumitan dan masalah. Seperti masalah munculnya pikiran buruk mulai dari perselingkuhan istrinya dengan adiknya, serta penguasaan hartanya oleh istri, adik angkat, Markaba dan Lodod itu. Sampai masalah pemogokan para pekerjanya dari pabrik Jumena.
Dilanjutkan pada Climax, masalah-masalah di atas mencapai puncaknya ketika pikiran khayalan Jumena bercampur aduk dengan kenyataan serta dirinya dalam keadaan telah sampai pada waktu untuk dijemput. Hingga berakhir pada Denoument. Suatu penyelesaian yang dirasa baik buat semuanya. Ketika Jumena meninggal karena dijemput oleh tokoh Pemburu. Tetapi pada saat itu, Jumena telah ikhlas dan menerima kematiannya serta mengikuti Pemburu pergi.
Setting atau latar drama ini mencakup segala aspek latar pada umumnya. Dari aspek waktu, drama ini banyak terjadi pada malam hari ketika bulan tengah terang dan anjing melolong terus menerus. Untuk aspek ruang, drama ini berpusat pada rumah Jumena seperti ruang tamu dan kamar tidur Jumena. Drama ini bertempat juga pada pikiran Jumena sebagai narrative-place (tempat penceritaan).
Selain keempat hal di atas. Suatu drama juga mempunyai unsur yang sangat penting yaitu dialog. Percakapan antara tokoh-tokoh sangat berguna untuk memahami cerita bagi penonton atau pembaca. Selain dialog, drama ini juga terselip monolog aside. Monolog yang ditujukan pada pembaca seperti ketika Jumena sedang dalam pikiran yaitu Euis dan Marjuki tengah membicarakan dirinya. Jumena berbicara pada penonton seolah-olah mengomentari percakapan mereka.
3.2 Hal yang menarik dalam drama ini
Hal yang menarik dalam drama ini yaitu narrative-place yang berpusat atau bersentral pada pikiran Jumena. Jadi pikiran Jumena itu divisualisasikan dan Jumena ikut hadir, tetapi kehadirannya tidak dianggap dan berperan sebagai komentator atas hal yang terjadi pada keadaan pikirannya tersebut. Pemvisualisasian isi pikiran Jumena menjadi suatu hal yang menarik karena isi pikiran itu tidak sesuai dengan kenyataan kehidupannya.
Hal yang aneh untuk dicerna, ketika Jumena lebih mempercayai kehidupan pikirannya yang belum tentu benar ketimbang kehidupan nyatanya. Padahal kehidupan nyatanya lebih baik jika ditelusuri lebih mendalam. Seperti hadirnya istri yang jauh lebih muda ketimbang umurnya dan masih cantik jelita. Bahkan istrinya sedang mengandung anaknya yang selama ini sangat dinantikan oleh Jumena sebelum ajal menjemputnya. Tetapi hal itu kembali pada awal paragraf, Jumena tetap mempertahankan pikiran yang sangat diagungkan selama ini ketimbang kenyataannya. Jadi, buaian istrinya bahkan kabar hamilnya istrinya tak berarti apa-apa baginya. Hal itu hanya disikapi dingin dan rasa ketidak-percayaan.
Hal yang menarik itu juga berhubungan dengan tema drama ini. Pemvisualisasian isi pikiran Jumena yang buruk sangat mempengaruhi psikologis Jumena. Hal itu berakibat pada timbulnya rasa ketidak-percayaan terhadap semua orang di sekitarnya. Psikologis Jumena seharusnya mampu ia gunakan sebaik-baiknya dalam rangka persiapan menghadapi kematiannya. Karena pada saat itu juga dia sedang sakit parah. Bukan ia gunakan untuk selalu berperangsaka buruk terhadap hal yang tidak terjadi dianggap terjadi. Hal itu secara tidak langsung membuat psikologis istrinya menjadi lemah dan sedih terus menerus.
Hal yang menarik lainnya yaitu adanya simbol-simbol dalam drama ini yang mengartikan suatu problema kehidupan. Problema kehidupan itu melingkupi kejadian-kejadian serta akibat dari kejadian itu. Simbol-simbol itu sangat berguna untuk drama ini agar lebih terlihat segi psikologisnya.
3.3 Penafsiran dari segi psikologis drama ini
Segi psikologis drama ini sangat terlihat. Tidak hanya yang berada dalam drama ini dan para tokohnya. Tetapi juga ditujukan pada para penonton, pembaca, dan pendengar. Terlihat dari judulnya juga yang merupakan simbol atau suatu judul yang menpunyai makna tersirat dan berkaitan dengan segi psikologis.
Sumur tanpa dasar. Suatu judul yang bermakna tersirat untuk mencerminkan kehidupan Jumena sebagai tokoh utamanya. Seolah-olah Jumena berada dalam sumur yang tidak berdasar, sehingga jatuh dan tenggelam untuk selama-lamanya. Seperti halnya pikiran buruknya yang selalu menenggelamkan dirinya pada asumsi serta penilaian buruk terhadap semua orang di sekitarnya. Sehingga kemungkinan dia muncul di permukaan sumur itu berpersentase nol persen. Dia tenggelam dalam pikiran buruknya sampai akhir hayatnya.
Prolog 1, 2, dan 3 pada bagian pertama merupakan suatu simbol yang bertujuan agar para pendengar dan penonton drama ini bertanya-tanya serta mengartikan secara eksplisit dan implisit makna simbol ini. Seperti kalimat-kalimat Jumena pada adegan 5 bagian 1. “Kalau saya bisa percaya, saya tenang. Kalau saya bisa tidak percaya, saya tenang. Kalau saya percaya dan bisa tidak percaya, saya tenang. Tapi saya tidak bisa percaya dan tidak bisa tidak percaya, jadi saya tidak tenang”. Hal itu berkaitan dengan segi psikologis para penonton untuk menentukan makna apa yang tersirat dalam drama ini. Hal itu terjadi juga ketika hadirnya sosok Jumena yang sama dan saling berhadapan dengan Jumena yang asli.
Awal pikiran buruk Jumena terjadi ketika Marjuki tiba-tiba muncul saat Jumena dan Euis sedang memadu kasih. Lalu Euis beralih langsung pada marjuki dan memeluknya. Padahal itu hanya pikiran khayalan yang tidak mendasar pada kebenaran.
Sebelumnya, Jumena tidak terima dengan datangnya pikiran buruk semacam ini. Hal ini terlihat saat dia mencoba menghilangkan pikiran buruknya terhadap istrinya dengan mengeluh pada Tuhan karena hal ini bisa terjadi pada dirinya. Akibat dari pikiran ini, Jumena tidak mampu melawannya hingga akhirnya mencampuradukkan pikiran buruknya dengan kenyataan. Secara tidak langsung hal ini berakibat pada tidak bisanya dia istirahat tenang untuk menyembuhkan penyakitnya.
Kemunculan pikiran buruk tidak hanya terjadi pada istri dan adik angkatnya yang berselingkuh, tetapi terjadi pada para pegawainya yang mencuri hartanya serta para penjahat seperti tokoh Markaba dan Lodod. Pikiran buruk itu berakibat terhadap kehidupan nyatanya. Jumena menolak rencana penaikan gaji para pekerja pabriknya ketika para wakil pekerjanya hadir untuk membicarakan masalah pemogokan kerja pekerjanya. Dia terlihat egois dalam bersikap terhadap permintaan pekerjanya, bahkan siap menurunkan gaji jika tidak mau menerima keputusan ini.
Ketidak-wajaran Jumena bertambah ketika si Kamil yang telah lama tidak waras pikirannya menghasut dan membenarkan pikiran buruk Jumena mengenai perselingkuhan istrinya dan adik angkatnya. Padahal Jumena mengetahui bahwa si Kamil telah lama tidak waras, tetapi Jumena tetap terhasut oleh si Kamil. Hal ini ikut menambahkan pikiran buruk Jumena yang dijuluki sebagai orang yang tidak pernah merasa bahagia dan itu menujukan segi psikologis Jumena.
Pikiran kematian Jumena datang terus-menerus yang disimbolkan dengan datangnya tokoh Pemburu. Tokoh Pemburu ini dimaksudkan yaitu malaikat pencabut nyawa yang sering datang pada pikiran Jumena untuk menenangkannya dari pikiran-pikiran buruknya. Tokoh Pemburu ini juga sering datang pada pikiran Jumena untuk menanyakan kesiapan menghadapi kematiannya. Hingga menjemput Jumena adalah peran dari tokoh Pemburu ini. Segi psikologis terlihat dalam hal ini yaitu datangnya kematian sudah diduga oleh Jumena, tetapi dia malah bersikap aneh yaitu melindungi semua harta yang ditakutkan hilang ketika sepeninggal dirinya nanti.
Hingga sampai pada akhirnya, ketika semua bayangan tokoh-tokoh di sekitar Jumena saling bertemu dan beradu pikiran dalam pikirannya. Jumena menangis karena tidak tahan terhadap serangan pikiran buruk ini yang seolah-olah merupakan suatu kenyataan. Sampai menyebut nama Tuhan dan berharap ini hanya pikiran semu yang tidak terjadi. Tetapi tidak mampu menyelesaikan permasalahan ini.
Mekanisme pertahahan ego termasuk dalam teori psikoanalisis Sigmund Freud. Timbulnya mekanisme pertahanan ego tersebut, karena adanya kecemasan-kecemasan yang dirasakan individu. Maka, mekanisme pertahanan ego terkait dengan kecemasan individu. Adapun definisi kecemasan ialah perasaan terjepit atau terancam, ketika terjadi konflik yang menguasai ego (Boeree, 2005:42). Beberapa mekanisme pertahanan ego telah dilakukan oleh Jumena sebagai tokoh utama dalam drama tersebut. Salah satunya yaitu Reaksi formasi. Reaksi formasi ini melakukan kebalikan dari ketaksadaran, pikiran, dan keinginan-keinginan yang tidak dapat diterima (Poduska, 2000:121). Reaksi formasi ini melakukan perbuatan yang sebaliknya, apabila perbuatan yang pertama itu, bisa menimbulkan kecemasan yang mengancam dirinya.
Reaksi formasi merupakan mekanisme pertahanan ego dengan mensugesti diri sendiri agar menghilangkan ancaman-ancaman yang akan terjadi. Jenis mekanisme pertahanan ego ini yang paling banyak muncul pada bagian ke-empat teks drama tersebut. Seperti pada pernyataan Jumena:
...
Juki: Tidur, kata istrinya.
Markaba: (menerawang) Dan dia akan tidur terus.
Jumena: Coba saja kalau bisa. Sudah tahu saya cara untuk mengalahkan mereka (Noer, 1989: 152).
Pernyataan Jumena seperti itu merupakan bentuk mekanisme pertahanan ego yang dilakukannya untuk tetap berani menghadapi bahaya saat dirinya telah dinyatakan sakaratulmaut dan bersiap untuk berpulang ke Tuhan. Bahaya yang dimaksud merupakan bahaya keduniawian yaitu ketika hartanya yang merupakan “agama dan tuhannya” hilang atau menjadi milik orang lain termasuk istrinya. Dalam pikiran Jumena, Juki beserta Markaba dan Lodod merupakan musuh-musuh yang akan berbahagia jika Jumena meninggal karena akan memperoleh hartanya termasuk istrinya yang akan menjadi milik Juki. Hal itu merupakan suatu sugesti agar dirinya tetap tidak takut terhadap siapapun yang akan mengambil hartanya ketika dia meninggal. Jumena melakukan hal ini karena merupakan sifat tamaknya akan harta yang masih hidup dalam perjalanan menuju kematiannya.
BAB 4: PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Tema dalam drama ini yaitu ketidakmampuan sisi kehidupan psikologis. Sisi psikologis itu tak berdaya melawan suatu keadaan yang tak bersahabat dan begitu berat untuk dijalani. Suatu keadaan yang tidak bisa berdamai, karena egois dan emosi telah sampai pada titik nadir.
Hal yang menarik dalam drama ini yaitu narrative-place yang berpusat atau bersentral pada pikiran Jumena. Jadi pikiran Jumena itu divisualisasikan dan Jumena ikut hadir, tetapi kehadirannya tidak dianggap dan berperan sebagai komentator atas hal yang terjadi pada keadaan pikirannya tersebut. Pemvisualisasian isi pikiran Jumena menjadi suatu hal yang menarik karena isi pikiran itu tidak sesuai dengan kenyataan kehidupannya.
Hal yang menarik itu juga berhubungan dengan tema drama ini. Pemvisualisasian isi pikiran Jumena yang buruk sangat mempengaruhi psikologis Jumena. Hal itu berakibat pada timbulnya rasa ketidak-percayaan terhadap semua orang di sekitarnya. Psikologis Jumena seharusnya mampu ia gunakan sebaik-baiknya dalam rangka persiapan menghadapi kematiannya. Bukan ia gunakan untuk selalu berperangsaka buruk terhadap hal yang tidak terjadi dianggap terjadi.
Sumur tanpa dasar. Suatu judul yang bermakna tersirat untuk mencerminkan kehidupan Jumena sebagai tokoh utamanya. Seolah-olah Jumena berada dalam sumur yang tidak berdasar, sehingga jatuh dan tenggelam untuk selama-lamanya. Seperti halnya pikiran buruknya yang selalu menenggelamkan dirinya pada asumsi serta penilaian buruk terhadap semua orang di sekitarnya.
Kemunculan pikiran buruk tidak hanya terjadi pada istri dan adik angkatnya yang berselingkuh, tetapi terjadi pada para pegawainya yang mencuri hartanya serta para penjahat seperti tokoh Markaba dan Lodod. Pikiran buruk itu berakibat terhadap kehidupan nyatanya. Jumena menolak rencana penaikan gaji para pekerja pabriknya ketika para wakil pekerjanya hadir untuk membicarakan masalah pemogokan kerja pekerjanya.
Daftar Pustaka
- Boeree, C. George. 2005. Personality Theories, (penerjemah: Inyiak R). Yogyakarta: Prisma.
- Endraswara, Suwandi. 2003. Metodologi Penelititan Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Widyatama.
- Junus, Umar. 1985. “Terperangkap di antara Gerak dan Diam: Kesan dari “Dor” Putu Wijaya” dalam Dari Peristiwa Ke Imajinasi. Jakarta: Gramedia
- Noer, Arifin C. 1989. Sumur Tanpa Dasar. Jakarta: Grafiti Pers
- Luxemburg, Jan van dkk. 1992. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia
- Mohamad, Goenawan. 1981. “Sebuah Pembelaan Untuk Teater Indonesia Mutakhir” dalam Seks, Sastra, Kita. Jakarta: Sinar Harapan
- Poduska, Benard. 2000. Empat Teori Kepribadian. Jakarta: Restu Agung.
- Semi, Atar. 1988. “Anatomi Drama” dalam Anatomi Sastra. Bandung: Angkasa Raya
Saya sedang mencari cari referensi dan belajar seputar sumur dan jenis air untuk usaha Kuras Tandon Air Terdekat di Solo. Terimakasih, sangat bermanfaat sekali tulisannya.
BalasHapus